BAB 19 (2/2)

9 0 0
                                    

Tanpa sadarm kedua rahang Bima mengatup keras.Berapa lama Langen dan Fani merencanakan semua itu? Balas dendam itu! Unjuk rasa itu! Tantangan itu....! Dua bulan? Tiga bulan?Dan seberapa sering mereka bertemu kelima cowok itu untuk berunding? Satu minggu sekali? Dua kali!? Atau jangan-jangan malah.....setiap hari?Dan bagaimana bisa dirinya tidak tahu sama sekali?Brengsek! Sialan!Kemarahan yang menggelegak membuat Bima tanpa sadar melempar biji durian di tangannya. Dengan satu teriakan keras.
Suasana kontan berubah hening. Semua berhenti mengunyah dan menatap Bima tak mengerti. Cowok itu tersadar. Secepat kilat otaknya mengeluarkan satu alasan untuk berkelit.
''Perut gue panas. Kayaknya mulai overdoisi. Ehm itu....,'' ditunjuknya tempat biji durian tadi terjatuh, ''bisa tumbuh, kan? Sayang, ada tanah kosong. Makanya gue lempar ke sana.''''Bisa sih,'' Dekha menjawab agak hati-hatii. ''tapi taun depan. Berbuahnya juga masih lama, kalo anak lo mau masuk SMP.''
Bima tertawa, dan itu mencairkan ketegangan di sekitarnya. Sekarang ganti Fani yang kehilangan selera. Dan omongan Shanti, yang duduk di sebelahnya, cuma terdengar satu-dua kata.Seketika jantung Fani berdetak keras. Sadar, saat ini mungkin Bima telah berhasil mengetahui semuanya. Tanpa sadar kedua matanya terus-menerus melirik. Tapi Bima tidak menoleh lagi. Sama sekali!
Sekarang Fani benar-benar tinggal menghitung hari, kapan dirinya akan dieksekusi!Langen sampai di kelas dan jadi heran karena tidak mendapati Fani.''Paling nyari Bima,'' kata Dhila.''Nyari Bima? Kenapa dia nyariin Bima!?'' seketika Langen memekik.Kedua alis Dhila sontak menyatu rapat. ''Ih, lo kenapa sih, La? Segitu histerisnya. Ya dia mau bilang makasih, kali. Namanya juga udah dikasih hadiah.''''Hadiah apaan!?'' Langen memekik lagi. Sekarang malah sambil dipelototinya Dhila. Seakan-akan Dhila-lah yang memberikan hadiah itu.''Mana gue tau. Gue cuma dititipin doang. Tadi Bima ke sini. Nungguin lama banget. Bete kali dia. Terus pergi. Hadiahnya dititipin ke gue. Tuh cowok baik ah, La. Nggak kayak yang diomongin orang-orang.''''Baik!?'' kedua mata Langen melotot maksimal. ''Tunggu aja sampe lo jadi korban dia yang berikutnya!''''Buktinya, dia mau nunggu di sini sampe lama cuma supaya bisa ngasih hadiahnya langsung ke Fani. Trus ngobrol sama kita-kita. Gue juga sempet ngobrol bentaran sama dia. Orangnya enak kok. Asyik.''''Dhila sayaaaang,'' ucap Langen gemas. ''Dia kan nggak mungkin pake jubah hitam dan ngasih liat tampang drakulanya siang-siang. Kudu nunggu malem. Iya, kan? Dan lagi cuma sama calon korbannya aja dia kasih liat jelas aja akan dia perlihatkan gigi-giginya yang putih terawat, bersih, dan berkilau. Iya, kaaan? Dan lagi juga....'' kalimat Langen terpenggal. Mendadak dia sadar, sesuatu telah terjadi.....lagi!''Mampus deh! Sial!'' desisnya. Buru-buru dikeluarkannya ponsel dari kantong baju. ''NGGAK AKTIF?'' jeritnya kemudian, membuat Dhila dan teman-teman sekelasnya menatapnya heran.''Lo kenapa sih, La?'' tanya Dhila bingung.''HP-nya Fani nggak aktif, Dhil! Biasanya selalu aktif kok!'' seru Langen panik, seolah ponsel Fani yang akan terjadi gempa dahsyat. Dikantonginya kembali ponselnya dan bergegas disambarnya tasnya. ''Dhil, tolong absenin gue sama Fani!'' serunya sambil berlari keluar.Langen tidak tahu bahwa pencariannya akan percuma. Soalnya Panther Dekha sudah jauh meninggalkan gerbang kampus. Dan cewek itu juga tidak sadar, sebuah perangkap lain telah disiapkan Rei untuknya.Dan kegigihan Langen untuk menemukan sahabatnya, telah menggiringnya semakin dekat ke mulut perangkap itu.''Huh, ke tempat itu lagi?' keluh Langen dengan perasaan campur aduk. Marah, dongkol, ngeri, cemas. Tapi kali ini, apa boleh buat lagi. Mau tidak mau lagi. Tapi cewek itu tidak langsung memasuki gedung Fakultas Perminyakan. Sama seperti saat mencari Rei dulu, untuk memperkecil risiko, dia memilih mengawasi lebih dulu gedung empat lantai itu dari salah satu tempat tersembunyi di areal parkirnya.Tapi ternyata sama sekali tidak berguna. Beberapa orang yang terlihat di koridor-koridor, tidak ada yang dikenalnya sama sekali. Tidak ada kelebat bayang Rei cs apalagi Fani. Terpaksa, tidak ada cara lain kecuali memasuki gedung yang benar-benar sarangnya alligator itu.Setelah menarik napas lalu mengembuskannya kuat-kuat, Langen meninggalkan barisan cemara kipas dan semak kembang sepatu tempat dia melakukan pengintaian. Ada lima tempat kemungkinan Fani berada. Kantin di lantai dua dan empat, ruang senat di lantai dasar, perpustakaan di lantai dua, dan terakhir, ruang kelas ketiga cowok itu, di lantai tiga. Langen benar-benar berharap, bukan yang terakhir itu yang harus didatanginya.Tapi seperti kata pepatah, yang namanya untung itu memang tidak dapat diraih. Dan yang namanya malang juga, kalau sudah takdir, tidak akan bisa ditolak.Fani tidak ada di empat tempat pertama. Langen tidak begitu yakin sebenarnya. Tapi tidak ada banyak waktu untuk memerhatikan setiap kepala yang ada di setiap ruangan. Fakultas Perminyakan, seperti juga fakultas-fakultas teknik lainnya, miskin dari makhluk yang namanya cewek. Sehingga setiap kali ada cewek yang tersesat atau menyesatkan diri ke wilayah-wilayah itu, respons para penghuninya benar-benar mirip sekawanan singa yang menemukan seekor zebra. Makanya, begitu ada yang menyadari kehadiran Langen, mereka lalu berteriak.....''Woi! Woi! Ada cewek!!!''Langen buru-buru melarikan diri. Dia tidak menyadari, seseorang terus mengikuti setiap gerak-geriknya, bahkan sejak dia merasa telah menemukan tempat mengintai di tempat parkir tadi. Dan seseorang itu, Rangga, langsung mengambil arah yang berlawanan begitu Langen menuju lantai tiga. Cowok itu cepat-cepat berlari ke ruang kelasnya, menghampiri Rei, lalu menepuk bahunya.''Target ke sini!'' bisiknya pelan.Rei langsung berdiri. Ia berjalan cepat ke luar kelas, lalu berbelok ke arah yang berlawanan dengan kedatangan Langen. Rangga kemudian duduk. Mengatur napas sambil menatap seisi ruangan. Memerhatikan teman-temannya sekilas.Sama seperti babak pertama, di babak kedua ini juga akan melibatkan beberapa figuran. Mereka diberi kebebasan penuh untuk berimprovisasi. Bukan karena sang sutradara pengertian, tapi karena para figuran itu tidak dibayar, alias dimanfaatkan secara diam-diam. Sutradara tinggal mengawasi agar improvisasi para figuran itu tidak membahayakan sang calon korban.Langen sampai di luar kelas hanya sepersekian detik setelah Rangga memulai akting ''sibuk belajar''-nya. Menunduk menyimak buku di depannya dengan ekspresi sangat serius, dan berlagak cuek saat salah satu temannya berseru nyaring.''EH! EH! ADA CEWEK TUH!!!''Tapi sepasang mata Rangga langsung melirik. Mengawasi dengan tajam saat seruan itu mengakibatkan seluruh isi kelasnya melejit dari kursi masing-masing, dan dengan penuh semangat berlari keluar sambil berseru riuh.''Mana!? Mana!? Mana ada cewek!?''''Wah, iya! Asyiiik!''''Cakep, jak! Gile!''''Eh! Eh! Stop! Stop!'' salah seorang yang posisinya paling depan, mendadak menghentikan larinya lalu balik badan. Dihentikannya teman-temannya. ''Itu ceweknya Rei, lagi!''''Mantan!'' langsung terdengar bantahan nyaring.''Biar udah mantan, mendingan kita tanya Rei dulu. Kan nggak enak kalo....''''Aah! Kebanyakan birokrasi, lo!'' cowok itu langsung dienyahkan jauh-jauh.Langen terperangah mendapatkan penyambutan heboh ala selebriti begitu. Dia menatap ketakutan dan seketika bergerak mundur. Tapi baru saja dibaliknya badan dan bersiap melarikan diri, gerombolan teman Rei yang lain muncul dari arah tangga menuju kelas. Mereka langsung bereaksi sama, berlari mendekat dengan seruan-seruan riuh.''Ada cewek! Ada cewek!''''Mana!? Wah, iya! Yihaaa!''''Asyiiiiiik!''''Woi, mantan ceweknya Rei tuh!''''Masa bodo!''Rangga yang terus mengawasi tajam-tajam, segera bertindak begitu dilihatnya teman-temannya mengerumuni Langen seperti sekawanan barakuda Karibia yang kelaparan.''WOI! WOI!!!'' teriak Rangga. Dia melompat berdiri dan buru-buru berlari keluar. Dengan paksa disibaknya kerumunan itu. Sesaat dia tertegun mendapati Langen yang benar-benar pucat pasi. Ketakutan, cewek itu menatap cowok-cowok yang mengelilinginya, dan berusaha melindungi diri dengan memeluk tasnya kuat-kuat. Tanpa berpikir lagi, Rangga mengulurkan kedua tangannya. Ditariknya Langen ke dalam pelukannya kemudian dilindunginya dengan punggung.''Eh, udah! Udah! Pergi lo semua! Cewek temen sendiri nih!''''Na, itu lo peluk malah!''''Omongan sama tindakan nggak sinkron amat sih, lo!''''Tau tuh, dasar!''Bertubi tepukan keras di punggungnya membuat Rangga menyeringai kesakitan.''Woi! Gue serius nih!'' sentak Rangga.Bersamaan dengan itu, Rei datang. Seketika dia terperangah menyaksikan perlindungan yang diberikan Rangga untuk Langen tidak seperti pembicaraan mereka pada saat penyusunan rencana. Rangga langsung melepaskan pelukannya.''Gue nggak ngambil untung!'' tegas Rangga. Bukan cuma dengan penekanan dalam ucapan, tapi juga dengan sepasang mata yang menatap Rei dengan sorot tegas.''Bohong! Bohong!'' beberapa suara kontan membantah pernyataannya itu.''Cewek lo tadi dikekepin sama Rangga, Rei. Beneran sumpah! Gue liat pake mata kepala gue sendiri!''''Iya, bener! Meluknya hot banget si Rangga tadi!''''Dasar Rangga! Temen makan temen!''Rangga menatap teman-temannya dengan jengkel. ''Kalo nggak gue bekep, bisa abis dia sama elo-elo!'' sentaknya.''Ah! Alasan aja, lo!'' salah seorang temannya seketika membantah.''Lo udah memanfaatkan kesempatan, masih nuduh kami pula!'' yang lain menyambung.Sadar percuma saja berdebat, Rangga berdecak lalu kembali menatap Rei. Rei juga tengah menatap dirinya dengan sorot tajam menusuk dan kedua rahang terkatup keras.''Kita beresin ini nanti aja, Rei.''''Jangan! Jangan! Jangan mau, Rei! Lo harus menuntut keadilan yang seadil-adilnya! Sekarang juga! Hukum harus ditegakkan!''''Apa sih lo!?'' Rangga melotot jengkel. ''Jangan pulang dulu ntar lo, ya? Tunggu gue!''Cowok yang barusan berteriak memperkisruh keadaan itu, kontan meringis geli. Kerumunan itu kemudian bubar. Meninggalkan Rangga, Rei, dan Langen. Sekali lagi kedua sahabat itu saling tatap.''Itu tadi bener-bener refleks,'' ucap Rangga pelan. Kemudian ditatapnya Langen. ''Sori banget, La,'' sambungnya, lalu balik badan dan berjalan masuk kelas.
Rei menatap cewek disebelahnya. Langen masih pucat. Dia menunduk dalam-dalam dan memeluk tasnya kuat-kuat. Melihat seperti itu, Rei merasa bersalah dan jadi bimbang. Antara meneruskan rencananya atau menghentikannya sampai di sini, llau menyusun lagi rencana baru yang tidak terlalu riskan seperti ini.
Rei membungkukkan tubuhnya, berusaha melihat wajah tertunduk Langen.''Kamu nggak apa-apa?'' satu tangannya terulur.Seketika Langen bergerak mundur. ''Nggak. Gue nggak apa-apa!''
Penolakan Langen itu seketika menghilangkan kebimbangan Rei, sekaligus membangkitkan kemarahannya. Uluran tangannya ditolak, sementara pelukan Rangga....!?
Rei menegakkan kembali tubuhnya. Kedua rahangnya kembali mengatup keras. Dadanya bergolak menahan cemburu, dan diputuskannya untuk meneruskan rencana semula. Ini selesai, Rangga menyusul!
Dosen untuk mata kuliah berikut muncul di ujung tangga.''Dosennya dateng, La.'' Rei meraih satu tangan Langen.''Eh....tapi....'' Langen meronta. Rei pura-pura tidak mendengar, dan ditariknya Langen masuk kelas.
Rangga sudah menyediakan tempat di deretan paling belakang. Langen akan duduk diapit dirinya dan Rei. Tapi setelah kejadian tadi, dia tidak lagi yakin Rei akan tetap mengikuti skenario yang telah disusun.
Rei menjawab pertanyaan yang diajukan Rangga lewat sorot mata, dengan anggukan samar. Anggukan yang jelas-jelas terpaksa karena kedua matanya masih memancarkan kemarahan, membuat Rangga menarik napas lalu mengembuskannya kuat-kuat.
Sang dosen hari ini ada keperluan di tempat lain. Sesuatu yang telah diketahui Rei dan Rangga, karena itu rencana mereka dilaksanakan hari ini. Setumpuk slide kata sang dosen, slide itu diringkasnya sendiri dari sebuah buku berbahasa Jerman ditinggalkan untuk dicatat. Harus dicatat! Dosen satu ini memang antipasi terhadap mahasiswa tukang fotokopi. Menurutnya, mencatat akan meninggalkan memori di kepala. Meskipun mungkin hanya sedikit. Tapi itu masih lebih baik daripada fotokopi, yang lebih sering cuma meninggalkan judul materi.
Setelah ber-blablabla selama lima menit, menceritakan secara singkat isi tumpukan slide-nya, dosen itu pun pergi.
Seluruh isi kelas langsung mengalihkan perhatian mereka ke makhluk asing cantik yang terdampar di deretan kursi paling belakang.''Apa!?'' sambut Rei seketika. ''Catet tuh! Jangan nengak-nengok ke belakang!''
Kemarahan di mata Rei rupanya juga terbaca teman-temannya yang lain. Mereka jadi batal ingin menggoda Langen. Gantinya, mereka menatap Rangga dengan jengkel.''Gara-gara elo sih!''Rangga mengangkat kedua alisnyam menahan senyum.Tiba-tiba Rei berdiri. ''Tunggu di sini sebentar, La.''''Mau ke mana?'' tanya Langen langsung.''Sebentar aja,'' jawab Rei. Ditatapnya Rangga. Lagi-lagi dengan sorot yang memancarkan peringatan ''Tolong jagain, Ga.''
Menurut skenario, Rangga harus pura-pura keberatan. Tapi kali ini Rangga benar-benar keberatan. Dia tidak ingin Rei semakin salah paham. Beruntung para figuran di sekitar mereka telah lebih dulu berebut menawarkan jasa, sehingga Rangga tidak perlu mengatakan keberatannya terang-terangan.''Sini, gue aja yang ngejagain!''''Jangan! Jangan! Dia wanitavora. Pemangsa wanita! Gue aja!''''Gueeee! Gueeee!''''Yang paling aman sama gue! Soalnya gue nggak buaya kayak elo-elo! Gue gentleman sejati! Sangat menghormati kaum wanita! Gue..... Adaow! Siapa yang ngeplak kepala gue!?''''Gue! Abis elo berisik banget sih!''Antusisme radikal itu membuat Langen jadi ketakutan. Sifat bengal dan nekatnya kontan menguap sampai benar-benar hilang.''Kamu mau ke mana?'' dicengkeramnya pergelangan tangan Rei kuat-kuat.''Cuma sebentar.''''Ikut!''''Aku mau ke toilet!''
Langen tercengang. Tapi dia tidak punya pilihan. Di sekelilinnya telah berkumpul begitu banyak sukarelawan yang mengajukan diri. Siap melindungi dan menjaganya selama Rei pergi ke toilet. Salah satu cowok malah sudah duduk di sebelahnya. Rangga entah dia enyahkan ke mana.''Ya udah. Ayo kalo mau ikut,'' ucap Rei lembut, seperti sedang menenangkan anak kecil yang ketakutan.
Dia ulurkan tangan kirinya dan dipeluknya Langen lekat di sisinya. Kali ini tanpa mengawasi sekeliling. Lagi pula dipeluk Rei jelas jauh lebih aman ketimbang dibekap sekawanan siamang. Seisi ruangan kemudian mengiringi kepergian dua sejoli itu dengan riuh.''Cihui!''''Asyooooi!''''Aduh mak, asyiknye. Pegi dua-duaan!''''Wah! Itu tidak boleh itu!''''Kata nenek berbahaya lho, Nak!''''Itu kan kata nenek lo! Kata neneknya mereka, nggak apa-apa. Asal pulangnya jangan malem-malem!''
Seisi kelas kontan terbahak-bahak mendengar komentar terakhir yang nggak nyambung itu. Akhirnya Langen jadi naik darah. Dia tidak bisa lagi menahan emosi.
Cukup sudah! Harga dirinya benar-benar tercoreng! Martabatnya sebagai wanita juga seperti diinjak gepeng!Langen melepaskan diri dari pelukan Rei. Lalu sambil bertolak pinggang, dipelototinya seisi kelas.''Awas kalian ya! Bakalan gue kirimin pesaway kamikaze! Gue runtuhin nih gedung sampe elo-elo semua nggak bakal bisa teridentifikasi!''
Cowok-cowok itu kontan bengong sambil ternganga lebar-lebar. Tapi sambil menahan tawa juga.''Aduuuuh, kejamnya!''''Cakep, tapi kok sadis banget!''''Teganya! Teganya! Teganya!''Kelas malah jadi geger. Semuanya makin tertawa terpingkal-pingkal. Termasuk Rangga. Slide yang diletakkannya di proyektor sampai terbalik.Tiba-tiba....''AAAA!!!''Teriakan panik itu membuat kelas kontan jadi sunyi senyap. Semua kepala menoleh ke asal suara. Seroang cowok sedang menutupi mulutnya rapat-rapat dengan kedua telapak tangan. Sementara sepasang matanya terbelalak lebar-lebar menatap Langen, benar-benar ketakutan. Kemudian seperti mendadak tersadar, buru-buru cowok itu membereskan diktat-diktatnya, sampai buku-bukunya bolak-balik berjatuhan. Dan dengan ransel yang masih menganga lebar, dia berlari ke depan kelas dan meloncat-loncat di sana.''AWAS! ADA TERORIS! ADA TERORIS! AYO KITA CEPAT-CEPAT MELARIKAN DIRI KITA MASING-MASING!''
CONTINUE TO BAB 20

Girl!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang