68

5 0 0
                                    

Kata orang, pintalah kepada Tuhanmu dengan spesifik. Kemudian pernah dengan malu-malu kusebut namanya dalam doa; memberanikan diri bertanya apa aku cukup pantas untuknya. Walaupun jawabannya begitu jelas, aku tak cukup baik untuknya. Tetap saja aku meminta dengan sungguh, jika dia atau bukan dia; siapapun itu jangan hanya biarkan kami saling menyimpang. Dengan penuh pengharapan aku meminta. Meminta.

Tapi Engkau memang ciptakan manusia penuh kebimbangan bukan?

Aku mundur, cukup tau diri untuk menyadari bersamanya atau bukan, waktuku belum tepat. Terlalu banyak beban yang harus aku hadapi, karena aku ragu bisa menyelesaikannya. Entah esok seberat apa dan sampai kapan. Dan singkatnya, aku tak cukup baik. Bahkan untuk diriku sendiri.

Engkau tau aku lelah bukan?

Ironi. Bagaimana bisa pikiran dangkalku melompat sejauh itu, sementara benang pelangi ditanganku saja belum terurai. Dan aku sangat putus asa memperbaikinya. Lelah. Terus berpikir untuk meninggalkan semuanya. Sayang, aku tak seberani itu. Pengecut tetaplah pengecut. Pengecut, nama tengahku.

Sampai kapan?

Satu jam, sehari, esok, lusa, seminggu, bertahun-tahun lagi, atau hingga Tuhan menghendaki aku kembali. Tuhan lebih mengenalku dari diriku sendiri, bagi-Nya aku masih sekuat itu biarpun rasanya hidupku sudah sangat hancur hingga berkali-kali ingin menyerah. Lelucon hidup sangatlah buruk.

Boleh aku bercerita?

Dulu. Suatu waktu. Ada masa aku merasa bangga pada diriku sendiri. Bersikap sebagai anak yang baik, kakak yang bisa diandalkan, teman yang berusaha selalu ada dan cukup menyenangkan. Tapi sombong memang hanya bisa Engkau gunakan. Padahal rasanya aku hanya sedikit berbangga, berpikir untuk sombong aku tak berani. Apa ini terdengar seperti pembelaan? Sekarang, rasanya begitu tak berguna. Lebih tak berguna dibandingkan dulu. Jika diibaratkan, menjadi sampah saja aku sudah tak bisa di daur ulang lagi. Aku gagal menjadi anak, kakak, teman;  rasanya aku bahkan gagal menjadi manusia. Menyedihkan.

Sampai kapan?

Satu jam, sehari, esok, lusa, seminggu, bertahun-tahun lagi, atau hingga Tuhan menghendaki. Tidur yang hanya membuatku lebih lelah saat terbangun. Selalu menyambut pagi dengan takut dan putus asa. Selalu bersiap memakai topeng tebal dan suara melengking untuk terlihat baik-baik saja. Sampai kapan? Aku lelah menanggungnya sendiri.

CAWANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang