Epilog

945 62 28
                                    

Sorry for typo
HAPPY READING

________

Berkutat didapur menyiapkan makan malam, sepertinya sudah menjadi kebiasaan jennie beberapa bulan terakhir sejak Jongin membawa keluarga mereka pindah ke penthouse

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Berkutat didapur menyiapkan makan malam, sepertinya sudah menjadi kebiasaan jennie beberapa bulan terakhir sejak Jongin membawa keluarga mereka pindah ke penthouse. Entahlah kenapa lelaki itu senang sekali berpindah-pindah, tapi satu yang jennie ketahui kalau lelaki itu merasa bosan dan butuh suasana baru. Dan disini mereka lebih terlihat seperti keluarga kecil yang sesungguhnya karena tidak ada campur tangan siapapun selain asisten rumah tangga yag membantu jennie membersihkan Penthouse ini saat pagi hingga menjelang sore.

Membiarkan Theo diruang tengah dengan mainannya dan Bre yang dititipkan untuk menjaga bayi itu. Jennie cukup merasa tenang karena tidak mendegar adanya keributan.

Theo sudah menginjak usia 4 bulan, dan bayi laki-laki itu tumbuh dengan sangat cepat. Tubuh gempal, pipi tembam dan mata yang menyipit. Hal itu selalu menjadi bahan ejekan jennie untuk suaminya, karena pada kenyataannya bayi itu tumbuh dan semakin mirip dengannya. Ya, bisa kalian bayangkan seberapa irinya jongin.

Jennie tengah memasak Pasta sesuai permintaan Bre untuk makan malam, tidak terlalu sulit tapi cukup membuat jennie berkeringat berada didalam dapur.

"Eomma! Huaaaa!" Teriakan itu terdengar dari ruang tengah, membuat jennie melepas pisau ditangannya dan mencuci tangan. Dia sedikit berlari untuk melihat apa yang sedang terjadi, hingga membuat anak gadisnya berteriak dan menangis.

Baru saja dia berpikir kalau keduanya diam dan tenang tanpa keributan.

"Hiks, Theo it's hurt. No no please" Ucap Bre yang berusaha melepas rambutnya dari tarikan bayi lelaki yang memasang wajah polosnya.

"Theo, lepaskan rambut noona sayang" Jennie mendekat, melepas genggaman bayi itu dengan perlahan. Bre masih tersedu merasakan sakit dikulit kepalanya akibat jambakan kecil itu.

"Theo, no!" Ucap Bre yang mulai menarik rambutnya, dia merasakan sakit tapi kenapa adiknya belum juga mau melepas rambut itu.

"sayang jangan menarik rambutmu, tunggu sebentar eomma sedang melepas tangan Theo. Nanti kepalamu sakit" Ucap jennie yang membuat Bre mengangguk. Balita itu diam hingga akhirnya jennie berhasil melepas rambut Bre dari genggaman kecil adiknya.

Bre memeluk leher jennie, wanita itu terkekeh gemas melihat Bre yang berubah menjadi manja setiap kali Theo membuatnya kesal. Ya, bayi itu sering membuat Bre kesal, walau belum mengerti apapun. Jennie yakin, rumahnya akan semakin ramai ketika Theo sudah bisa berjalan dan bicara.

"Berhenti menangis Noona, eomma harus melanjutkan masak. Mari kita makan setelah ini" Bre melepas pelukan itu, melirik jennie dan Theo bergantian.

"Aku bosan menjaga Theo, dia nakal eomma" Rengek Bre yang kembali membuat jennie tertawa.

"Omo! Theo belum mengerti apapun, sayang. Maafkan ya? Lanjutkan mainmu, eomma akan menidurkan Theo lebih dulu" Ucap jennie mengelus puncak kepala Bre. Jennie mengendong Theo untuk memberinya ASI.

Arctophile (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang