2

8K 787 11
                                    

Sekarang jam 9 malam, waktunya ngaji kitab selesai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sekarang jam 9 malam, waktunya ngaji kitab selesai. Santriwati pulang ke rumahnya masing-masing, untuk sampai ke rumahnya masing-masing mereka harus melewati hutan amazon, sungai nil dan lautan samudera dulu.

You know, lah. Kebanyakan pesantrenan salafi itu letaknya jauh dari rumah warga, apalagi tempatnya di kampung. Kebetulan pesantrenan ini letaknya dekat sungai ada villa kosong juga tempat para kunti bersuka ria di malam hari, di dekat villa ada kebun besar. Kebayang gak suasana malam di sana kaya gimana?

Tapi untuk kami para santri, tidak ada kata takut untuk menimba ilmu. Karena ilmu itu tidak di timba kalo di timba berat. Seseram dan segelap apapun tempat itu, akan terasa hangat dan terang jika di pakai untuk menuntut ilmu agama. Suasana sepi jauh dari keramaianlah yang membuat para santri tenang beribadah dan menuntut ilmu.

"Teh, tadi di dalem, tamunya ngomongin apaan?" tanya Fitri— santriwati yang cukup pendiam yang dekat dengan Khadijah, umurnya mudaan Fitri, ya.

Khadijah menaikkan kedua bahunya, "kurang tau, tapi kayanya mau ngomongin tentang lamaran Teh Zulfa," jawab Khadijah apa adanya.

Selang beberapa detik, santriwati yang lebih dulu jalannya daripada Khadijah berlarian berputar arah ke arahnya.

Khadijah kaget, pasti ada yang kesurupan lagi. "Kalian kenapa?" tanyanya memastikan.

"Si Ayu nangis, kaya kunti mau beranak," jelas Tina sambil sedikit ketakutan.

Khadijah menggrenyitkan dahinya, "emang kalo Kunti beranak gimana?" gumamnya.

"Ayo, panggil Aang!" lanjutnya.

•••

"Ayu, sadar. Ini Aang," gubris Ustadz Hasan setelah beberapa kali membacakan do'a kepada Ayu.

Ayu mulai bersuara dengan mata tertutup, "hei, pria bertopi! kenapa anda membacai saya mantra sedari tadi? saya tidak gila." Jin macam apa ini, sangat Indonesia sekali bicaranya, biasanya kan kalo kesurupan pasti bilang 'Aing maung!' itu peci bukan topi nyonya.

Sontak para santriwati yang melihat Ayu kesurupan tertawa, karena jin yang merasukinya.

"Diam kalian wanita jelek! wajah kalian seperti babu saya dulu, kalian babu dari pria bertopi ini? kenapa berani-beraninya kalian tertawa seperti hantu? pergi sana! kerjakan tugas kalian, dasar babu tidak tau diri!" seluruh santriwati terdiam, kena mental deh semuanya. Emang dia kalo ketawa kaya gimana? dia tuh sebenernya hantu model apaan si, ko gak nyadar diri ya.

Ustadz Hasan terkekeh, "kamu berasal dari mana? kenapa kamu ada di sini?" tanyanya.

Ayu menjawab, eh jinnya. "Saya berasal dari Belanda, saya tinggal di villa dekat dengan rumahmu ini. Dulu saya meninggal karena di bunuh, tadi saya sedang jalan-jalan lalu bertemu manusia kerdil ini. Dia pendek sekali, tubuhnya sangat kecil seperti kurcaci." Ayu memang pendek tapi berisi, noni belanda belagu dasar, ngehina mulu hobinya.

Kenapa Harus Aku? [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang