24

3.2K 358 4
                                    

"Assalamu'alaikum." Terdengar suara laki-laki dari sebrang telepon.

"Wa'alaikumussalam, iya Mas?" jawab Zahra.

"Tolong kamu infokan kepada seluruh santri, Aufar kecelakaan dia tertusuk pisau dan membutuhkan segera donor darah golongan O."

Zahra mengerjap sejenak, hatinya merasa sedikit pilu mendengar kabar bahwa Aufar mengalami kejadian itu.

"A-aufar? iya Mas, Zahra akan cepat menyebarkan infonya," ujar Zahra gugup.

Tutt!

Fathan mematikan sambungan teleponnya, Zahra segera memanggil seluruh santri ke lapangan. Ia segera memberitahukan informasi ini kepada seluruh santri.

Semua santri ikut terkejut dengan kabar ini, musibah bisa terjadi kapan saja tanpa kita ketahui. Banyak yang mengajukan dirinya untuk mendonorkan darahnya, tapi Rama maju paling depan dan menghampiri Zahra.

"Gue aja," ucapnya datar.

"Rama? serius?" tanya Zahra.

Rama terkekeh, "emangnya Ustadzah gak liat keseriusan di muka gue?" ia menunjuk wajahnya.

Zahra pasrah menghadapi santri tidak sopan yang satu ini. "Baik, kita bareng aja ke rumah sakitnya."

Setelah itu Zahra membubarkan para santri dan memerintahkannya untuk kembali ke asrama masing-masing. Sementara itu Rama mengajak Zahra pergi mengenakan motor sport-nya, tapi Zahra enggan manaikinya, jok motornya terlalu kecil nanti bisa jadi fitnah.

"Terus kita mau naik apa?" tanya Rama.

Zahra menghela nafas, "burok."

Rama ternganga, "hah? motor merek apaan, tuh? model baru?" linglung nya.

Percaya aja nih anak, makanya kalo ngaji perhatiin. Jangan tidur mulu, dasar Rama.

"Hadeuh! kita naik angkot aja." Zahra langsung pergi di ikuti Rama di belakangnya. Tiba-tiba Zahra berhenti.

Rama menggrenyitkan dahinya, "kenapa berhenti?" bingungnya.

Zahra mundur dan berdiri di belakang Rama, "Sayidina Ali pernah berkata : lebih baik aku berdiri di belakang singa dari pada harus berdiri di belakang seorang wanita," tuturnya.

"Maksudnya?"

"Cari tau aja sendiri. Ayok! waktu kita gak banyak." Rama akhirnya menyimpan ungkapan itu di dalam otaknya, ia masih penasaran apa maksud dari perkataan Zahra.

Mereka kini sudah berada di dalam perjalanan menuju Rumah Sakit, nasib mereka sedang tidak beruntung. Jalanan macet, selalu saja seperti itu. Jika mereka hanya diam dan menunggu kemacetan ini, nasib Aufar dalam bahaya. Akhirnya Zahra dan Rama memutuskan untuk turun dan naik ojeg menuju Rumah sakit nya.

•••

Kabar dari Zahra tentang donor darah belum di dapati juga, keadaan semakin kacau. Khadijah sudah tak memikirkan lagi tentang dirinya yang terlihat begitu acak-acakan dan lusuh. Bahkan dia seharian belum makan.

"Kabar dari Zahra sudah ada?" tanya Ummi Salamah risau.

Fathan menggigit jarinya seraya berkata, "belum Ummi."

Ummi Salamah jadi makin cemas, ia khawatir keadaan Aufar menjadi semakin parah. Tak lama dokter kembali keluar dengan tergesa-gesa.

Semua mendekati nya, "ada apa, Dok?" tanya Ummi Salamah.

"Donor darahnya di mana, Bu? kondisi pasien semakin menurun. Detak jantungnya melemah, di karena kan kehabisan darah," panik sang Dokter. Membuat semuanya semakin risau, Zahra tak kunjung datang dan itu pun entah ada atau tidak donor darah nya.

Kenapa Harus Aku? [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang