What we eat

72 17 0
                                    

Part 10

-playing with fire-

Changkyun bergumam. Dia menggoyangkan gelas wine di tangan kanannya sembari mengamati hujan di luar jendela. Kakinya bersilang, punggungnya menyandar. Dia tengah menanti. Sebuah kabar atau mungkin kemarahan.

Ponselnya menyala, dan Changkyun merasakan detak jantungnya berpacu dua kali lipat. Dia mendengarkan untuk beberapa saat, kemudian mengulum senyum kecil. "Terima kasih," jawab Changkyun.

Nah, sudah. Tinggal menunggu akhir yang diharapkan. Changkyun tidak pernah selega ini sebelumnya.

-

Dior mungkin bukan perempuan kaya berada seperti fiksi-fiksi atau drama. Kehidupannya seperti perempuan muda pada umumnya, penuh ambisi dan keyakinan. Dia memiliki kekasih yang harus rela dia bagi dengan orang lain. Atau, secara kasarnya begitu.

Perempuan ini bahkan tidak yakin takdir macam apa yang tengah menunggunya. Setahunya, selama dia masih bisa memperjuangkan, maka dia akan melakukannya.

Pagi itu dia terbangun karena suara bising yang sungguh menjengkelkan. Demi Tuhan, dia baru tidur beberapa jam dan sekarang harus bangun karena omong kosong.

Dia beranjak. Menyambut paginya dengan umpatan penuh suka cita. Dia menuju ruang tengah yang berantakan dengan kertas-kertas. Apartemen itu tidak luas, satu kamar, ruang tengah, dapur dan gudang kecil di pojok. Lumayan, bahkan untuk perempuan, tempat yang dia tempati tergolong luas.

Kadang, dia membayangkan paginya yang indah. Bangun karena sapaan lembut, dapur yang berbau harum, lemari yang penuh pakaian beraroma maskulin. Dior memimpikannya beberapa kali dan itulah yang menjadi kegemarannya.

Oh, kebisingan pagi ini.

Dia menemukan –demi apa. Jendela dapurnya pecah dan benda asing yang mungkin menjadi penyebabnya adalah sebongkah batu sebesar kepalan tangan. Dior menelan ludah kemudian mendekati jendela. Di sisi gedung apartemen, taman kecil itu terlihat sepi. Tidak ada satupun manusia yang terlihat. Beberapa kali ketika Dior memasak, dia hanya menemukan para lansia duduk-duduk di sana.

Mungkin kecelakaan ringan. Dior tidak ingin berprasangka buruk meski dia sempat memikirkannya.

Hidupnya tidak pernah tenang sejak bertahun-tahun lalu. Terlalu banyak yang terjadi, dan Dior sadar ini hanya sebagian kecil. Dia hanya sejenak berpikir, siapa lagi sekarang?

Sejak pertama menyadarinya, Dior tahu ancaman itu tidak datang tiba-tiba dan akan hilang dengan tiba-tiba juga. Setidaknya dia memiliki bayangan siapa dalang dari semua ini. Kiriman menjijikan jeroan binatang. Dari cara kekananan itu, Dior bisa menerka jika suami Jooheon terlalu mengecut. Jooheon sepertinya belum sadar akan hal itu. Dior cukup bersabar untuk tidak memperkeruh kolam yang telah kotor.

Sepekan setelahnya, Dior menemukan seseorang berhasil masuk ke tempat tinggalnya. Memang tidak ada yang hilang, tapi Dior merasa seperti kucing yang mendapati kucing lain mengencingi wilayah kekuasaannya. Dia tidak terima begitu saja ketika tempat yang dia miliki untuk dirinya sendiri didatangi tamu tidak diundang. Malam itu, ketika dia bertemu Jooheon. Amarahnya sudah tidak bisa dibendung lagi.

"Dia membayar seseorang untuk menyerangku," adu Dior dengan berapi-api. Semua yang dia sembunyikan terlontar habis. Saking marahnya, dia tidak bisa menahan dorongan untuk menambah bumbu sebanyak mungkin. Dia adalah korban, dia adalah korban yang pantas dikasihani.

***

Beberapa kali, Changkyun mendapati Jooheon pulang dengan wajah keruh. Seakan dia ingin segera mengamuk untuk melampiaskan amarahnya. Sejujurnya Changkyun juga berharap seperti itu. Melihat Jooheon berteriak atau mengamuk akan lebih baik daripada melihatnya dari sisi lain ruangan dan menatap Changkyun seakan dia adalah hama yang pantas mati tapi dia jijik untuk turun tangan.

Changkyun lebih dari tahu apa yang sebenarnya ingin Jooheon katakan. Dia hanya menunggu sampai Jooheonlah yang mendatanginya dengan masalah yang dia pikirkan. Mari kita lihat siapa yang lebih keras kepala di sini.

Changkyun yakin dialah yang menang. Karena hari dimana bom itu meledak semakin dekat dan dekat. Kegembiraan aneh yang Changkyun rasakan membuatnya semakin gila. Rasa takut dan adrenalin. Bercampur membuat darah Changkyun mendidih.

"Changkyun."

Ketika mendengarnya, seluruh tubuh Changkyun tegang dengan menyenangkan. Jika dia adalah seekor anjing, kedua telinganya pasti telah berdiri dengan astisipasi. "Apa?" dia membalas, berusaha tidak terdengar kesenangan.

"Hentikan omom kosong ini."

Changkyun menyeringai. Umpan yang dia lembar dimakan habis. Jawabnya, "Sudah aku katakan padamu, jika kau tidak meninggalkannya, aku yang akan membuat dia meninggalkamu."

Sepasang sumpit yang tadinya di tangan Jooheon, kini memukul meja makan. Menyisakan bunyi denging di antara mereka. "Changkyun, kau semakin tidak waras."

"Aku hanya ingin menyelamatkan pernikahanku," jawab Changkyun tanpa ragu. Pikirnya, tidak ada yang salah dari menjadi seorang pejuang.

"Sebenarnya, apa yang kau lakukan?" Jooheon terlihat tidak mampu mengerti lagi. Tangannya mengepal dengan erat di sisi tubuhnya. Mati-matian dia menahan diri agar tidak menampar Changkyun untuk semua hal gila yang dia lakukan.

Changkyun balas menatapnya nanar. Sumbu kesabarannya telah habis. Dia juga mengepalkan tangan, juga menahan diri dari tindakan yang lebih impulsif. "Kau masih bertanya apa yang aku lakukan?" suaranya serak hingga Changkyun tidak sadar itu adalah suaranya sendiri.

"Aku menyelamatkan pernikahanku, kenapa kau masih bertanya hah?"

Apa menyelamatkan pernikahan terdengar taboo untuk Jooheon? Apa berusaha mempertahankan adalah tindakan gila?

"Katakan! Apa kekasihmu lebih penting dari aku? Apa selingkuhanmu itu lebih pantas kau jaga dibandingkan aku, suamimu di mata Tuhan dan hukum? Huh? Jawab aku Lee Jooheon!"

Changkyun telah berdiri ketika dia kembali sadar. Amarah meledak-ledak dalam nadinya. Kedua tangannya gemetar, jika dia tidak segera sadar, mungkin gelas dalam genggamannya akan melayang ke arah Jooheon.

"Ayo kita akhiri rasa sakit ini. Kau tidak ingin semua ini hancur 'kan? Jooheon. Kau tidak ingin semua ini hancur 'kan?"

-

-

-

-

-

TBC

Excruciating [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang