What we lost

78 20 0
                                    

Part 12

-my heart-

Tidak ada yang bisa menghentikannya. Jooheon pergi beberapa jam setelah pertengkaran hebat mereka. Changkyun hanya bisa menatap punggungnya yang semakin menjauh. Dia tidak berani memanggil. Tahu diri.

Kiriman itu sampai minggu sore, dalam amplop coklat dan tersegel. Ketika Changkyun sudah tidak bisa mengenali mana air dan mana alkohol. Ketika membaca isinya, Changkyun sadar seberapa kuat niat Joohoen untuk menceraikannya.

Apa ini adil, untuk semua kejahatan Changkyun?

Dia tidak bisa. Seberapa pun besar rasa percaya diri Changkyun, dia tidak bisa melanjutkan hidupnya seperti ini. Tanpa Jooheon. Hidupnya hancur berantakan. Dia telah menaruh semuanya di meja judi, dan Changkyun yakin dia bisa memenangkan sedikit dari itu.

Dia adalah kepingan puzzel dari jantung Changkyun, tanpa dia Changkyun tidak bisa hidup. Dia sekarat. Dia sudah membuktikannya sejauh ini.

Bel pintu siang itu hampir membuat nyawa Changkyun melayang, ketika dia menyambut tamunya. Itu bukan Jooheon atau siapapun yang Changkyun harapkan.

"Boleh aku masuk, Changkyun?"

Dia tidak ingat menjawab, tidak ingat mengusir, tahu-tahu tamu itu sudah ada di ruang tamunya. Membantu dirinya sendiri dengan menyingkirkan botol beer kosong di sofa dan duduk.

"Bagaimana kabarmu?" tanyanya berbasa-basi.

"Hancur," jawab Changkyun tanpa pikir panjang. Jika pria itu bisa melihat, dia pasti sudah tahu. "Semuanya berakhir, kamu tidak perlu memberiku apa-apa lagi." Changkyun menjatuhkan dirinya.

"Maafkan aku, Changkyun." Pria tua itu tersenyum pedih. Dia menyusul duduk di samping Changkyun, mengulurkan tangan dan meraih Changkyun. Dia memeluk dengan lembut. Anehnya Changkyun tidak menolak. Jika ayahnya masih hidup, dia sendiri akan membiarkan pria itu memeluk Changkyun tidak peduli seberapa besar dia sekarang.

"Mungkin, kau mengenaliku sebagai orang asing. Tapi biarlah hari ini aku membuka kedok."

Changkyun tidak bisa berpikir. Dia hanya menurut kemana tangan itu membimbingnya.

"Keputusanku mencampuri urusan rumah tanggamu ternyata bukan pilihan yang bijak, aku minta maaf."

"Lihat ke sana Changkyun." Jari pria itu menunjuk, pada sebuah foto berukuran kecil yang diletakkan begitu saja di atas meja ruang tengah. Changkyun sering melihatnya ketika bersih-bersih, tapi tidak sekalipun dia memerhatikan. "Itu adalah aku dan putraku."

Ingin sekali Changkyun menertawakan kehidupannya. Ternyata begitu mudah dipemainkan.

"Jadi, kau ini ayah Jooheon?" cibir Changkyun. Setelah dia berani tidak datang di hari pernikahan mereka, pria itu akhirnya memunculkan wajahnya sebagai orang asing.

Changkyun tidak mengerti. Satu hal yang dia yakini adalah dia terlalu bodoh dan acuh tak acuh. Seharusnya dia sadar sejak awal Jooheon sudah tahu kebusukannya. Seharusnya dia sadar jika pria ini memang mirib dengan Jooheon. Dia terlalu percaya diri, Changkyun terlalu yakin akan menang.

"Maafkan ayah."

Changkyun terpukul dengan kata 'ayah'. Dia tersenyum kecut lalu menggelengkan kepala dengan prihatin. "Sudah seperti ini," ujarnya.

Mereka setidaknya berdamai untuk saat itu, atau lebih tepatnya Changkyun berdamai dengannya. Dia menyuguhkan kopi yang pada awalnya menghempas Changkyun sedemikian rupa dengan rasa sakit dan rindu.

"Dior, dia kekasih Jooheon sejak bangku kuliah. Dia sempat pergi ke luar negeri dan meninggalkan Jooheon. Saat itu aku pikir hubungan mereka berakhir. Tidak ada kabar sama sekali. Lalu, kalian menikah. Dior kembali."

Dan pria itu berpikir alangkah baiknya jika menantunya tahu hubungan gelap Jooheon dan Dior, tapi membantu dengan cara main-main. Mengaduk-aduk kolam kotor pernikahan mereka.

"Aku tidak ingin pernikahan kalian rusak karena orang ketiga. Dior tidak tahu diri dengan mendekati Jooheon yang telah berkeluarga. Aku sebagai seorang ayah tidak pernah menyetujui hal seperti itu Changkyun."

Banyak sekali yang pria itu katakan. Changkyun tidak ingat semua bagiannya. Intinya, pria itu menyesal. Entah menyesal di bagian yang mana. Dia meminta maaf, berjanji akan membujuk Jooheon lagi.

"Pernikahan bukan hal sepele. Ikatan itu tidak bisa dibuat dan dihancurkan semudah membalik telapak tangan."

Itu kalimat terakhir yang Changkyun dengar dan ingat.

Kepergian pria itu ditatap kosong oleh Changkyun. Dia mengerti jika pria itu tidak ingin melihat pernikahan anaknya hancur, sama seperti Changkyun yang tidak menginginkan itu juga. Tapi sayangnya pria itu tidak tahu jika yang menyebar bibit parasit adalah Changkyun, bukan Jooheon.

-

-

-

-

-

TBC

Excruciating [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang