Aku menelpon Kaivan tapi tidak diangkat, dia sudah tidak pulang seminggu. Sehingga aku menelpon sekretarisnya, Jovan. Menanyakan agenda Kaivan, dia mengatakan jika Kaivan sedang melakukan perjalanan keluar kota, tapi aku tahu itu bohong! Kaivan pasti sedang bersama dengan selingkuhannya, Sayuri.
Aku mengepalkan tangan kuat, memang aku akui sejak dia berselingkuh dari aku, perasaan yang aku miliki, yaitu cinta, kasih sayang, kepercayaan hingga respect terhadap dirinya sebagai kepala keluarga dan pemimpin rumah tangga perlahan terkikis.
Hingga aku bertanya-tanya, alasan apa yang membuat aku masih berusaha mempertahankan rumah tangga dengannya ketika dia bertubi-tubi menyakiti aku? Ketika aku mempertanyakan apakah alasannya karena cinta? Nyatanya hatiku berkata tidak. Mungkin jawabannya karena selama ini aku menjadikan Kaivan adalah pusat dunia ku, aku menjadikannya poros, menyerahkan sepenuh jiwa raga untuknya.
Dalam lamunanku memikirkan banyak hal, pintu berderit, Kaivan pulang.
Aku segera menghampirinya, membantu melepas jasnya, Kaivan tampak lelah, apakah kamu kelelahan menghabiskan malam-malammu dengan Sayuri, Mas? Batinku bertanya. Tapi tidak aku utarakan, "Mas.." Panggilku lirih.
"Ya.. Maaf aku terlambat, kenapa belum tidur?" Kaivan bertanya.
"Aku menunggu kamu.." Aku memeluknya, tapi Ia tidak membalas pelukanku.
"Navina mari kita berpisah." Ucap Kaivan.
Aku membatu mendengarnya.
Kaivan melepas pelukanku.
"Aku tahu semuanya, aku memaafkanmu, ayo kita memperbaiki rumah tangga kita." Aku masih berusaha untuk mengubah keputusannya, aku akan memaafkannya.
Kaivan menggeleng lemah, "Maafkan aku, Sayuri... dia hamil."
Air mataku turun deras tanpa bisa aku tahan, tapi aku tidak bersuara, aku beranjak dari hadapannya, ke kamar kami, memasukkan semua baju-bajuku.
Kaivan menyusul, menghalangi niatku untuk pergi, "Navina, biar aku saja yang pergi."
Aku tidak menjawab, terus memasukkan bajuku ke dalam koper.
Namun Kaivan memegang erat tanganku, mengeluarkan kembali baju-bajuku dari dalam koper.
Aku memaksa melepas jeratan tangannya, berhasil, aku berlari menjauhinya.
Kaivan berlari juga, aku tertangkap, didekapnya aku dengan erat. "Maaf Navina, maaf, semua harta yang kita miliki akan aku beri untuk kamu, aku tidak akan mengambil apapun, kamu pantas mendapatkan semua ini karena aku sukses berkat kamu, dukungan juga kerja keras kamu. Aku akan pergi hanya membawa diri juga baju yang melekat ini saja, tolong Navina kamu hidup baik-baik saja, lupakan aku."
Aku berbalik menghadapnya, mendongakkan kepala, "Kamu fikir aku butuh harta kamu?" Aku tertawa, "Sama sekali tidak, simpan harta kamu untuk gundik kamu itu, karena dia yang lebih membutuhkan, tidak usah kamu menghalangi aku! Dengar, tanpa kamu katakan, aku tentu akan hidup baik-baik saja, selamat tinggal!" Aku beranjak meninggalkannya, Kaivan tidak menghalangiku, jejak air mata yang tersisa aku hapus dengan kasar, mulai detik ini, Kaivan dan semua tentangnya tidak akan aku pedulikan. Dia bukan lagi bagian dari hidupku.
#
Aku berjalan tidak tentu arah, menguatkan diriku jika aku kuat dan mampu menghadapi semua ini, untungnya aku selalu membawa dompet kecil yang berisi sedikit uang juga kartu debit, hal yang aku syukuri dari kebiasaanku disaat-saat seperti ini. Dari kejauhan aku melihat taksi dari arah berlawanan, aku mencoba peluang untuk melambaikan tangan memberhentikan taksi tersebut, syukurlah taksi itu melihat dan membawaku. Aku meminta diantarkan ke hotel yang jaraknya lumayan jauh dari rumah.
_____
Aku mengurung diri di hotel, tidak terasa sudah tiga hari berlalu sejak kejadian itu, Kaivan menghubungiku, tapi aku tidak mengangkatnya, hanya sebuah pesan yang dia kirim.
Kaivan Hara 15:50
Aku sudah mengajukan gugatan cerai.
Aku membanting ponsel ke atas kasur setelah membaca pesan Kaivan, masa bodo dengannya.
Aku melamun, entah dengan siapa aku berbagi, dulu aku selalu berbagi dengan Kaivan tapi semenjak dia sibuk dengan dunianya, tidak lagi ada yang mendengarku.
Aku juga tidak punya teman karena sedari dulu menjadikan Kaivan poros hidupku, yang lainnya tidak penting, hanya dirinya saja bagiku.
Sementara kedua orang tuaku telah lama meninggal sejak aku belia, aku diasuh oleh Paman dan Bibi dari keluarga Ayah, namun aku kabur dari mereka karena tidak tahan pada Paman yang selalu ingin melecehkan aku.
Aku menangis, merasa hidupku begitu pilu, kenapa Ayah dan Ibu tidak mengajak aku saja? Hidup ini begitu kejam untuk ku rasa bahkan sejak aku belia.
Aku menghirup nafas dalam, berkata pada diriku sendiri, tidak! aku tidak akan menyerah pada keadaan, masa lalu yang kelam tidak bisa aku ubah, tapi masa depan milik kita semua, bagi yang berusaha.
Aku memejamkan mata kembali menguatkan diri, walau tanpa Kaivan aku sudah membangun jaringan bisnis ku sendiri, hasilnya lebih dari cukup untuk sekedar menghidupi diriku. Sudah waktunya aku bangkit, hidup bukan untuk disesali, akan aku buktikan pada semuanya, aku balas kalian dengan hidup dengan baik dan sukses!
Aku membuka mata, saatnya beraksi, ayo Navina, berjuang, berjuang! Aku berteriak menepuk pundak kiriku.
#
07/07/2021 - 12:05
KAMU SEDANG MEMBACA
Still You (END)
RomanceAku mengantarkannya hingga sukses, saat Ia masih bukan siapa-siapa, aku mendampinginya, menyemangati, bahkan membantunya dengan segala kemampuanku hingga aku kelelahan dan berkali-kali keguguran, aku dan Kaivan begitu sedih, tapi aku harus kembali k...