9. Sayuri's POV

3K 188 33
                                    

Kaivan pergi entah kemana, dia meninggalkanku di hari pernikahan kami.

Mama-Papaku juga kerabat yang hadir bertanya dimana Kaivan, aku tidak bisa mengatakan jika aku tidak mengetahuinya, aku menjawab jika Kaivan  sedang tidak enak badan dan pergi ke rumah sakit dengan taksi.

Banyak yang menyangsikan jawabanku, termasuk Mama dan Papa yang terlihat tidak mempercayainya, tapi aku tetap tidak mengatakan yang sejujurnya, akan jadi apa pernikahanku yang baru saja dimulai ini?

Pesta pernikahan baru saja berakhir, aku terduduk di atas kasur, memijat kepalaku yang amat sakit, sampai detik ini, aku terus mempertanyakan keputusan yang aku ambil ini merupakan keputusan yang benar atau salah? Ah entahlah, salah dan benar sudah kabur semenjak aku terus menjalani hubungan terlarang dengan Kaivan, aku kira semua akan berakhir ketika Kaivan dan Navina bercerai, lalu aku menikahi Kaivan, memulai kehidupan yang baik bersamanya. Nyatanya, hubungan mereka tidak semudah itu untuk diakhiri, atau hanya Kaivan saja yang masih belum move on?

Terlihat dengan jelas Navina baik-baik saja, tapi tidak dengan Kaivan, dia tidak terima Navina membawa Javas yang terus berada di sisinya juga terlihat merindukan Navina.

Aku membaringkan tubuhku di atas kasur, kasur yang harusnya menjadi malam kesekian kalinya untukku dan Kaivan, kini hanya ada aku sendiri.

Air mataku deras mengalir, perasaanku campur aduk, antara menyesal, kecewa, dan malu.

Aku sudah sangat mengerti Kaivan yang belum bisa melupakan Navina, mendukungnya, mencintainya, aku rasa pengorbanan yang aku lakukan untuk Kaivan setara dengan apa yang telah dilakukan Navina untuknya, apakah aku salah jika meminta Kaivan berdamai dengan masa lalunya itu? Aku lah masa depannya.

Ini tidak bisa dibiarkan, aku mengambil ponsel lalu menguhubungi Kaivan, namun nomornya tidak aktif.

Aku menangis semakin kencang, teganya Kaivan meninggalkanku seperti ini?

#

Aku terbangun dalam keadaan tersentak berharap kejadian semalam  Kaivan meninggalkanku hanyalah sebuah mimpi, nyatanya tidak, aku tertampar oleh kenyataan, tidak ada Kaivan yang memelukku semalaman, Kaivan tidak berada disampingku.

Aku menangis lagi, lelah hati ini rasanya pada Kaivan.

"Apakah pengorbanan dan keberadaan ku tidak juga membuatmu cukup, Kaivan?" Aku berkata untuk diriku sendiri, tidak ada jawaban, orang yang ingin ku tanyakan hal itu tidak ada, entah dia kemana?

Aku kembali menghubungi Kaivan, siapa tahu kali ini dia mengangkatnya.

Benar, kali ini ponselnya aktif aku dengan sabar menunggu.

"Halo." Jawabnya diseberang sana.

Aku tidak bisa menahan tangisku, dengan terisak aku menjawab. "Kamu kemana? Kenapa tidak pulang? Aku khawatir." Tanyaku beruntun.

Kaivan terdengar menghela nafasnya, "Sayuri, maafkan aku jangan menangis lagi, tolonglah."

Aku berusaha menghentikan tangisku hingga tersisa sesenggukkannya saja.
"Sudah, sekarang jawab aku."

Kaivan lagi-lagi menghela nafasnya, "Sebelumnya maafkan aku Sayuri, kemarin aku menemui Navina di rumah barunya, aku tidak tahan dengan rasa rinduku padanya. Sekali lagi maafkan aku."

Aku menutup mata mendengar jawaban Kaivan, sakit hati ini tidak bisa aku hindari. Aku berusaha memakluminya, LAGI.
"Apa yang kamu harapkan setelah bertemu dengannya? Apakah kamu mau kembali pada Navina?"

"Aku.. Jujur, aku tidak tahu apa yang aku inginkan, aku kemarin hanya bertanya juga ada rasa tidak terima karena Navina bisa akrab dengan laki-laki lain selain aku, Yuri maafkan aku. Aku benar-benar laki-laki pecundang, tidak pantas untukmu."
Bukan itu yang ingin aku dengar dari Kaivan, jawabannya bagai belati yang menusukku berkali-kali, sampai kapan kamu akan begitu terhadap aku, Kaivan? Tentu saja, tidak aku utarakan, lagi dan lagi, aku berusaha mengerti Kaivan.

"Pulanglah, kamu harus istirahat, aku dan adik merindukan kamu." Ingatlah Kaivan, kamu mempunyai aku sebagai rumah untukmu, ada anak kita yang membutuhkanmu.

"Sayuri.. Aku..." Kaivan menjawab terbata sarat dengan rasa bersalah, Aku tahu, namun tidak apa, cintaku cukup untuk kita berdua. Jawabku dalam hati.

"Pulanglah, Kaivan..." Bujukku.

"Baiklah, tunggu aku di rumah." Jawab Kaivan.

Aku memutus sambungan telpon kami, setelah yakin panggilan kami telah terputus, aku menutup mulutku kembali menangis, jika ada orang yang mendengar, mereka akan tahu jika tangisku pilu.

#

27 Juli 2021 - 20:38

Still You (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang