Kebutuhan atau Keinginan

1 0 0
                                    

Azura mencari banyak informasi tentang seleksi ujiannya. Dengan keputusan yang cepat Azura
mendaftarkan dirinya sebagai peserta ujian dan kini ia sedang mengurus biaya pendaftarannya,
meskipun terlihat mudah untuk mengurusnya, tetap saja Azura merasa canggung jika
melakukan hal ini dekat dengan Daud, karena sampai saat ini Azura belum membicarakan apa
yang Azura inginkan pada Daud

“Sibuk banget. Jadwal kamu urus online shop sampai jam lima sore bukan?” Daud membuka
pembicaraan yang membuat Azura kikuk dengan ucapan Daud

“Aku cuman lihat berita gitu” alibi Azura dengan senyum buatannya dan segera menonaktifkan
ponselnya serta menaruh jauh – jauh darinya

“Filmnya serem, kak” ujar Azura mengalihkan topik dan menyandarkan kepalanya pada dada
bidang Daud

“Namanya juga film horor” balas Daud yang acuh, matanya terus fokus pada televisi yang
menampilkan film yang dipilihnya

“Kak ganti filmnya” pinta Azura dengan manja sambil memeluk erat Daud, sesekali mengelus
jambang Daud yang tumbuh dan terasa sedikit kasar pada wajahnya. Daud yang mengerti sikap
Azura saat ini, namun hanya meladeninya dengan kecupan pada kening Azura dan kembali lagi
pada tontonannya

“Kak, lihat aku” Azura memaksa agar Daud melihat wajahnya, meskipun Azura hanya ingin
bermanja – manja pada suaminya itu

“Apa, sayang?”

“Kamu lebih milih nonton film dari pada aku? Kamu gak merasa ada aku disini?” protes Azura
dan melepaskan pelukannya

“Aku harus apa, sayang? Aku lagi nonton film” kini Daud menatap istrinya yang bertingkah
seperti anak SMA sedang jatuh hati yang seluruh perhatian hanya tertuju padanya

“Aku bete” Azura bangkit dari sofa dan pergi dari kamar yang menyisakan Daud dengan
kebingungan melihat sikap Azura

Kaki Azura melangkah menghampiri Danisha, perempuan keturunan Iran yang menjadi adik
iparnya, meskipun umur Azura masih tetap jauh dibawah Danisha. Rasanya tidak pantas Azura
berkata bahwa Danisha adalah adik iparnya

“Kak Danish beli kue?” Azura mengawali sapanya dengan objek yang dipegang Danisha

“Iya, aku juga beli kopi” balas Danisha dengan ramah yang selaras dengan wajah teduhnya
dengan hijab hitam yang dipakainya

“Aku mau kue aja” Azura duduk berhadapan dengan Danisha dan segera mencomot kue

“Kak Daud belum pulang?” tanya Danisha sambil menikmati kue bawaannya

Azura hanya menganggukkan kepala, karena mulutnya sedang sibuk mengunyah kue yang
terasa manis dimulutnya “Aku bete. Kak Daud lebih milih nonton film daripada aku” curhat
Azura seperti anak kecil yang sedang bercerita tentang rasa iri, Danisha yang mendengarnya
hanya menggelengkan kepalanya, karena kalimatnya yang sepertinya tidak pantas keluar dari
mulut perempuan yang sudah menikah. Rasanya Danisha sedang berbicara dengan anak kecil

“Jadi kamu iri? Atau cemburu dengan film yang ditonton Kak Daud?” tanya Danisha dengan
senyum yang meneduhkan setiap hati yang menatapnya

“Masa iya aku cemburu sama film horor”

“Mungkin? Aku gak tahu kalau hati kamu memang cemburu, kalau kak Daud lebih
mementingkan filmnya”

“Sudahlah, aku malas bahasnya”

Dua potong kue sudah membuat perut Azura dan Danisha kenyang, obrolan tentang Daud
mengakhiri pembicaraan mereka. Namun, satu hal yang Azura ingin tanyakan tentang opini
Danisha tentang perkuliahan

“Kak Danish, menurut Kakak kuliah itu penting gak?”

Danisha mengerutkan keningnya mencari jawaban yang ada dikepalanya “Kuliah ya?”
mengulangi kata yang menjadi point

“Tergantung sih. Tapi, kuliah itu bukan sesuatu yang membuat seseorang sukses dan kamu bisa
lihat suami kamu. Kak Daud seorang dokter yang benar – benar harus mengenyam pendidikan
di perguruan tinggi, dan dokter menjadi salah satu profesi yang suami kamu pilih untuk
menghidupi kebutuhannya dan keinginannya. Mungkin”

“Hmm... Jadi kuliah itu tergantung dengan prodi yang kita ambil? Dan nggak menentukan
bahwa kuliah dengan prodi tersebut akan menjadi mata pencahariannya?”

“Yap, kurasa kakak ipar keciku sudah mengerti ada lagi?”

“Kak Danish sendiri kuliah karena keinginan kak Danish sendiri atau orang tua kak Danish?”

“Keinginan aku sendiri, lah. Kalau aku jawab karena paksaan atau keinginan orang tua, nanti
kamu beranggapan aku malas nggak mau lanjut sekolah?”

“Terus apa lagi menurut Kak Danish tentang perkuliahan? Aku masih mau dengar anggapan
orang lain tentang kuliah”

“Hmm... kuliah itu untuk mengembangkan pemikiran seseorang, sama halnya kita diwajibkan
sekolah dua belas tahun, disana kita belajar bahasa Inggris tapi kalau gak dipraktikkan pada
kehidupan sehari – hari, sama aja kita hanya dapat nilai dan ijazah bahwa kita pernah belajar
tapi belum tentu kita mengerti dengan ilmu yang diberi”

“Gitu yah. Tapi kakak sendiri ilmunya diterapkan dikehidupan kakak?”

“Gak sepenuhnya, sih. Tapi membantu aku untuk dapat pekerjaan” balas Danisha sambil
menaruh botol kopi kedalam kulkas yang tak jauh darinya

“Memangnya ada apa kamu tanya tentang kuliah” sambung Danisha yang kembali duduk
menyimak pertanyaan – pertanyaan Azura

“Mau aku tulis di blog” balas Azura yang mempraktikkan layaknya seorang bloger yang sedang
sibuk mengetik tulisan di laptop disusul tawa yang dibuat – buat

“Memangnya kamu punya blog?” Danisha yang tidak percaya dengan kalimat terakhir Azura

“Atau kamu mau ikut SBMPTN, yah?” sambung Danisha yang menebak – nebak. Tapi ucapan
Danisha membuat Azura merubah air wajahnya

***
Makasiii, banyak udah baca sampai sini. Jangan lupa beri jejak 🐾 berupa vote 🌟 atau komen dan semua yang aku tulis hanya opini pribadi, kalau memang ada yang berbeda pendapat, ya.... setiap orang punya pendapat bukan?

Dear My HubbyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang