Makan malam yang berlangsung di rumah Asuka, cukup semarak. Asuka yang selalu tersenyum, menatap Taiga dan Harumi. Di sampingnya, ada Aiya yang duduk bersimpuh.
"Setelah makan malam ini, apa kalian langsung pergi ke kamar?" tanya Asuka sempat memerhatikan beberapa pelayan mengangkat peralatan makan yang kotor.
"Ya. Kami akan berbulan madu," jawab Taiga mengangguk. Perutnya langsung dicubit kuat oleh Harumi. Menahan sakit sebisa mungkin.
"Taiga, apa yang kau pikirkan?" tanya Harumi mendelik Taiga.
"Maaf, Harumi." Taiga tetap berparas datar.
"Taiga, kenapa kau terkadang tidak berekspresi seperti itu?"
Asuka bertanya karena penasaran. Dia mengerutkan kening. Menatap Taiga dengan perasaan penasaran yang tidak terbendung. Taiga meminum air bening sebentar, lalu meletakkan gelas kosong ke atas meja. Matanya memicing.
"Aku tidak merasakan perasaan cemas, takut, dan bahagia. Kalian pasti tidak akan bisa melihat ekspresi bahagia di wajahku. Aku sedang bahagia karena sudah mendapatkan dua teman seperti kalian, Asuka-san dan Aiya-san," tutur Taiga dengan intonasi datar.
"Kenapa bisa begitu?" tanya Asuka lagi. Mengernyitkan dahi lagi.
"Aku tidak tahu. Ini kelainanku sejak lahir."
"Itu aneh sekali."
"Maaf, semuanya. Aku harus pergi ke kamar dulu," sela Aiya buru-buru bangkit berdiri dan mengangkat sedikit bagian bawah kimono-nya untuk mempermudahkan dirinya agar bisa berjalan.
"Ya, Aiya-chan." Asuka mengangguk, tersenyum.
Harumi melihat Aiya. Matanya menyipit tajam. Dia menarik lengan baju Taiga berulang kali. Taiga menjelingnya.
"Ada apa, Harumi?" tanya Taiga bertampang tanpa ekspresi lagi.
"Ayo, kita pergi ke kamar," jawab Harumi menunjuk ke arah kamarnya dan Taiga.
"Wah, Harumi tidak sabar. Silakan kalian pergi beristirahat ke kamar sekarang juga," balas Asuka tersenyum. Kedua pipinya bersemu merah.
"Ya, terima kasih, Asuka-sama."
Taiga dan Harumi membungkukkan badan untuk memberi hormat pada Asuka. Mereka langsung berdiri, berjalan beriringan keluar. Harumi menggandeng tangan Taiga. Membuat Taiga terkesiap.
"Hei, kau melarang aku menyentuhmu, 'kan? Kau sendiri yang malah menyentuhku," ucap Taiga melebarkan mata.
"Ini darurat," tukas Harumi berjalan cepat menyusuri koridor yang sepi. Mereka pergi ke kamar.
Taiga dan Harumi tiba di kamar. Harumi langsung menutup pintu setelah dirinya dan Taiga masuk kamar. Mereka berhadapan dengan ekspresi yang serius.
"Taiga, apa yang kau rasakan saat pertama kali memasuki rumah ini?" tanya Harumi tetap memegang tangan Taiga.
"Aku merasakan aura yang tidak biasa. Seperti ada kabut ungu yang menaungi rumah ini. Setelah itu, aku mendengar suara seorang kakek yang menggema di telingaku. Kakek itu memperingatkanku, agar tidak percaya pada orang yang baru kukenal," jawab Taiga melihat ke langit-langit yang terang karena diterpa sinar lampu minyak.
"Aku juga merasakan firasat yang buruk saat memasuki rumah ini pertama kali. Tapi, kau tadi bilang melihat kabut ungu yang menaungi rumah ini, 'kan?"
"Ya. Lalu?"
"Itu berarti kau bisa memiliki kemampuan supranatural, bisa melihat aura youkai."
"Hah? Aura youkai?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Voyage
FantasyArt Cover By Hikasya Shinji Senkuhara, seorang duda yang berprofesi sebagai Arkeolog, tiba-tiba bertemu dengan sosok berjubah hitam di sebuah gua. Dia mengajukan sebuah permintaan, lalu sosok jubah hitam mengabulkan permintaannya. Senkuhara terlahir...