Taiga sudah selesai membersihkan diri dan berpakaian baru. Dia duduk di dekat meja berkaki rendah. Ada Asuka dan Aiya yang duduk mengelilingi meja. Di meja itu, banyak makanan yang tersedia. Ada juga teko yang berisikan teh dan tiga gelas tersaji di meja.
Taiga kelaparan sekali sehingga menghabiskan beberapa makanan. Membuat Asuka dan Aiya tertawa melihat kelakuannya. Menambah suasana makan siang semakin semarak.
"Taiga-san, jangan terburu-buru makan seperti itu!" seru Aiya bertampang kusut.
"Maaf, beberapa hari ini, aku tidak makan dan minum," balas Taiga bertampang datar, meletakkan mangkuk kotor ke atas tumpukan mangkuk yang menjulang tinggi seperti gedung. Piring-piring itu berada di atas meja.
"Kau tidak perlu meminta maaf, Taiga-san," kata Asuka tersenyum, "jika kau mau tambah lagi, silakan ambil sesuka hatimu."
"Tidak usah, terima kasih. Aku sudah kenyang."
Taiga menggeleng, menolak penawaran Asuka. Dia mengakhiri acara makan dengan dua gelas teh hijau hangat. Perutnya yang terasa sakit dan dehidrasi ringan yang sempat menyerangnya, pelan-pelan menghilang dari dirinya. Sebagai gantinya, tubuhnya terasa lebih kuat dan bugar.
"Aku sudah selesai makan!" teriak Aiya tersenyum lebar, meletakkan mangkuk ke atas meja, "sekarang aku ingin mendengar cerita darimu, Taiga-san. Jelaskan siapa dirimu, karena aku ingin mengetahui siapa dirimu."
"Aku punya orang tua yang berprofesi sebagai petani. Kami tinggal di desa yang damai dan jauh dari perkotaan. Desa itu tidak terjamahkan oleh orang-orang dari luar desa," ungkap Taiga membayangkan dua wajah orang tuanya. Berekspresi tetap datar.
Taiga menceritakan berbagai hal tentang dirinya hingga pertemuannya dengan Harumi. Aiya yang mendengarkan, tersentak dan melebarkan mata. Menggebrak meja dengan kuat, mengagetkan Taiga dan Asuka.
"Kiyotoshi Harumi itu, ciri-cirinya seperti apa?" tanya Aiya mengerutkan kening.
"Kulitnya putih. Matanya cokelat terang. Rambutnya hitam melewati pinggang. Terakhir aku bertemu dengannya, dia mengenakan kimono terusan tanpa lengan indigo dan membawa pedang katana," jawab Taiga tetap bersikap tenang.
"Apa kau kenal Harumi itu, Aiya?" tanya Asuka menoleh ke arah Aiya.
"Tidak. Oh ya, aku pergi ke kamar dulu."
Aiya bangkit berdiri dengan cepat. Berjalan tergesa-gesa menjauhi ruang tengah itu. Menggeser pintu dan menutup pintu dengan pelan.
"Jika dia tidak mengenal Harumi, kenapa dia kaget begitu tadi?" Giliran Taiga yang bertanya. Mengernyitkan dahi.
"Mungkin saja, ada temannya yang bernama sama dengan Harumi itu. Dia kira Harumi itu, temannya yang sudah hilang beberapa tahun lalu." Asuka tersenyum, mengisi gelas dengan teh dari teko.
"Oh, begitu. Aku kira dia bertemu langsung dengan Harumi di sini."
"Apa setelah ini, kau akan melanjutkan perjalanan atau menetap dulu di sini untuk beberapa hari?"
"Aku ingin melanjutkan perjalanan lagi. Tapi, aku belum tahu harus pergi kemana untuk mencari dia yang dimaksud orang tuaku."
"Dia siapa?"
"Aku tidak tahu. Orang tuaku tidak memberi petunjuk apapun tentang dia."
Taiga tetap bersikap kaku. Ekspresinya yang tetap sama, menimbulkan pertanyaan baru bagi Asuka. Untung saja, Taiga tidak menceritakan perihal tentang youkai dan Harumi yang memburu youkai.
"Aku permisi dulu, Asuka-sama," ujar Taiga langsung berdiri dan mengambil pedangnya yang terletak di lantai.
"Kau mau kemana?" tanya Asuka yang juga berdiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Voyage
FantasiArt Cover By Hikasya Shinji Senkuhara, seorang duda yang berprofesi sebagai Arkeolog, tiba-tiba bertemu dengan sosok berjubah hitam di sebuah gua. Dia mengajukan sebuah permintaan, lalu sosok jubah hitam mengabulkan permintaannya. Senkuhara terlahir...