Edward menatap datar Laila yang tertidur pulas di sampingnya, nafas istrinya terdengar berat dan raut wajah yang terlelap itu masih saja menunjukkan raut kelelahan. Yah, bagaimanapun juga itu tugasnya dan kewajiban mereka. Benar kan?
Tangannya dengan lembut mengelus rambut Laila yang lepek karena keringat, kemudian berpindah pada kelopak mata istrinya. Mata yang bersembunyi di baliknya, hal yang membuatnya berdebar sejak pertama kali melihatnya. Entah debaran seperti apa yang dia rasakan, yang jelas dia tidak mau ambil pusing dengan hal itu.
Pernikahan mereka sudah hampir 1 tahun. Meski dia tidak terlalu terburu buru, hanya saja Laila yang belum menunjukkan tanda tanda kehamilan sedikit mengusiknya. Padahal mereka cukup rutin melakukannya, yahh dia beruntung karena Laila penurut dan selalu mengalah. Meski istrinya menyembunyikan kekeraspalaannya dan memilih mematuhinya, itu tidak menjadi masalah. Karena dia adalah istrinya.
Meski Laila lebih sering mengeluarkan suara datar dan terlalu tenang di segala kondisi, dia menyukainya. Meski istrinya berulang kali menolak sistem kasta yang secara tidak langsung dia terapkan di rumah ini, dia tidak marah. Meski Laila lebih sering diam ketika mereka bertemu kolega atau temannya, itu tidak merendahkannya. Karena baginya, Lailah hanya satu. Dan tidak perlu menunjukkan bagaimana dirinya pada orang orang. Cukup baginya.
Meski dia sadar, istrinya tidak memiliki rasa apapun dia tidak kecewa karena itu bukanlah sifatnya. Laila tidak merendahkannya, tidak membangkang atau bersuara tinggi padanya. Dan juga, istrinya selalu tersenyum padanya. Ketika keduanya bertemu Laila selalu memberinya senyuman. Ketika dia menanyakan hal itu,
"Karena kau tidak membuatku kesal. Anggap saja begitu."
Yang benar saja, dia tahu istrinya itu memiliki kekesalan terhadapnya. Hanya saja istrinya memilih diam dan tidak berbicara hingga terpaksa mengatakannya ketika dia memaksa. Dan.. senyum itu tidak palsu. Tidak juga terpaksa. Seakan akan senyum itu memang untuknya. Dan itu.... Sangat indah.
Ah ada lagi. Laila menunjukkan padanya bahwa seorang muslimah memang ada nyatanya. Istrinya tidak meninggalkan sholat seperti dirinya, rutin membaca Al Qur'an setelah sholat, dan jika mereka tidak 'melakukannya' Laila melaksanakan sholat setelah bangun sebelum subuh. Dan juga, Laila tidak nyaman jika ada laki laki lain yang mengajaknya bicara. Dan secara tak langsung, bisa di bilang dia adalah satu satunya pria di sisi Laila sekarang ini. Dan itu... Membuatnya merasa dia istimewa.
"Aku mengandung".
Reaksi Edward terlambat. Dia masih bengong beberapa saat sebelum tersenyum tipis dan menerima alat tes kehamilan yang di tujukan Laila.
"Apa kau tidak menginginkan sesuatu? Kau tidak mual atau pegal?"
Laila menggeleng kecil dengan tatapan yang tertuju pada Edward sebelum beralih pada Tv di depannya. Edward tampak bingung dan terlihat tidak sabaran membuat Laila sedikit terusik.
"Katakan saja apa yang kau mau." Edward menatap datar Laila yang masih fokus menatap Tv.
"Bagaimana kalau kita berdua tidur terpisah?"
Laila mendengus kecil, hampir tidak terlihat. Mematikan Tv kemudian pergi ke dapur yang langsung di susul Edward.
"Kau diam saja berarti kau setuju? Bagaimana kau bisa setuju seperti itu?! Aku hanya bercanda!" Edward terlihat uring uringan sedangkan Laila hanya santai sambil memanaskan makanan.
"Bagaimana dengan menyewa gunung dan kita tinggal selama 1 tahun di sana? Kau kan penurut jadi pasti mau".
Kali ini Laila tidak tahan. Kenapa ngidam suaminya terdengar sangat aneh di telinganya. Baru saja dia ingin menyela, hal yang tidak pernah dia lakukan ketika suaminya berbicara. Tiba tiba dia merasa sakit di perutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
He is Mafia [END]✅
Romance🥇niqob (10-08-2021) Laila, gadis yang mengikhlaskan dirinya menjadi tebusan hutang keluarga sang paman yang telah merawatnya sejak kecil. Edward, sang pria blasteran Amerika-Mesir menikahi Laila karena ingin mendapat pewaris. Benar benar kisah yang...