11

34 7 0
                                    

"Bantu gue menolong orang lain."

Sontak Yeji bangkit tanpa mempedulikan gurat heran di wajah Kara. Netranya memandang lurus dengan sorot mata yang tidak dapat Kara terjemahkan. Hanya perasaan ketidakpercayaan dan ketakutan yang dapat Kara lihat di matanya.

"Yeseline?"

Yeji bergeming di tempat dengan mulut terkatup rapat. Diam-diam menekan bibir bawahnya.

Mengikuti jejak Yeji, Kara beranjak dari duduknya. Menjulurkan tangan, menempatkannya di bahu Yeji. Memanggilnya sekali lagi. "Yeseline?"

Panggilan kedua Kara berhasil menarik kesadaran Yeji kembali. Dia mengerjap beberapa kali, lantas menoleh pada Kara.

"Hah—sori, lo ngomong apa tadi?"

Menghela napas, Kara menjelaskan lagi ajakan membantu orang lain menghindari maut yang dia tawarkan pada Yeji. Tetapi sepanjang tuturan Kara, atensi Yeji teralihkan oleh hal lain. Pikirannya mengawang entah apa.

"Yeseline—"

"Yeji!" Ucapan Kara terinterupsi oleh pekikan seseorang dari arah belakang Kara. Spontan Kara berbalik hanya untuk mendapati Jeno tengah berlari menuju Kara—tepatnya Yeji. Melewati Kara begitu saja seolah ia seonggok patung pajangan. Tangan kekar Jeno langsung melingkari punggung Yeji.

Dipeluk secara tiba-tiba membuat Yeji tersentak dan merasa risih, makanya ia segera mencoba melepaskan diri dari lingkaran lengan Jeno.

"Gue baik-baik aja, sekarang lepasin—Jeno!"

"Jangan melawan. Biarin gue kayak gini sedikit lebih... lama."

Dibalas seperti itu membuat Yeji memilih untuk mengalah dan memutuskan menuruti apa kata Jeno. Mungkin cowok itu terlampau khawatir padanya mengingat betapa besar perasaannya pada Yeji.

Selama sesaat mengabaikan eksistensi Kara yang kini menatap dua insan di depannya dengan mulut ternganga. Lama-lama Kara merasa jadi nyamuk yang menganggu couple yang lagi uwu-uwu-an. Merasa waktunya terbuang, Kara spontan bersuara saat dilihatnya Jeno perlahan melepaskan tubuh Yeji.

"Excuse me? Gue masih ada di sini loh."

Keduanya kontan mengalihkan atensi pada Kara, bikin cowok itu mendadak dialiri kegugupan. Menelan saliva dengan susah payah, Kara mengumpulkan sisa keberanian untuk menanyakan keputusan Yeji pasal pertanyaan yang dia ajukan beberapa waktu silam.

"G-gimana? Lo setuju?"

Sorot mata Yeji berubah dingin. "Gue harus pikirin dulu."

Dari tatapan Yeji, Kara mengetahui ada sesuatu yang membuat Yeji bimbang mengambil keputusan. Makanya untuk hari ini Kara akan membiarkan Yeji terlebih dahulu. Jeno yang tidak tahu-menahu soal pembicaraan Yeji dan Kara memiringkan kepala bingung.

"Kalian bahas apa?"

"Nothing." Yeji menyahut datar. Melirik pada jam yang melingkari pergelangan tangannya sebelum melanjutkan. "Gue harus pergi."

Perhatian Jeno teralihkan pada ucapan Yeji. "Ke mana?"

"Bukan urusan lo." Kemudian netranya jatuh pada sosok cowok di depannya. "Biar gue antar lo sebagai tanda terima kasih gue."

Otak Kara belum sepenuhnya mencerna apa yang terjadi, namun dia tidak membuang waktu untuk melamun dan segera menyusul Yeji yang sudah melangkah meninggalkannya.

Keduanya membiarkan keheningan menggantung jelas selama perjalanan menuju tempat dimana mobil Yeji diparkir. Benak Kara memerlukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang berputar sejak tadi, tetapi kegamangan turut menyertai. Ekspresi Yeji masih datar serta sorot matanya tidak bisa Kara baca ketika matanya iseng bergulir melirik Yeji. Wajah imutnya jadi terkesan jutek sebab airmukanya selalu datar tanpa ukiran senyum.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 25, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

20 Minutes [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang