09

43 13 2
                                    

Beberapa detik usai teriakan seorang anak panti—yang akhirnya Yeji tahu namanya adalah Nessa—sekonyong-konyong Kara mendorong tubuh Yeji menjauh agar memberinya jalan untuknya berlari ke arah Nessa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Beberapa detik usai teriakan seorang anak panti—yang akhirnya Yeji tahu namanya adalah Nessa—sekonyong-konyong Kara mendorong tubuh Yeji menjauh agar memberinya jalan untuknya berlari ke arah Nessa. Dorongan itu cukup keras dan membuat Yeji oleng sejenak. Cewek itu ngedumel macam-macam dan baru berhenti ketika netranya menangkap sosok Kara yang terbalut kepanikan.

Debu mengepul di udara beberapa saat usai rak itu jatuh. Kara berusaha menyingkirkan rak kayu itu supaya Nessa bisa keluar, namun rak tersebut terlampau besar buat diangkat seorang diri. Apalagi tenaga Kara setengahnya sudah habis terkuras saat berlari menyelamatkan Yeji. Keringat terus bercucuran membuat kaos Kara basah. Yeji hanya memperhatikan dari jauh.

Bukannnya cewek itu tidak mau bergabung membantu Kara mengeluarkan Nessa dari tindihan rak kayu itu, tetapi pikirannya mendadak disesaki kenangan akan kecelakaan 2 bulan lalu. Sakit yang menjalari tubuhnya masih terasa jelas hingga sekarang. Salah satu tangannya berpegangan pada apa saja yang berada di dekatnya.

Pasokan oksigen di sekitar seakan menghilang, dan sebagai gantinya, debu memenuhi hidung Yeji. Dia merasa tercekik, salah satu tangannya digunakan untuk memukul dadanya keras, berharap bisa kembali bernapas normal. Namun sia-sia, kumpulan debu itu semakin memenuhi rongga pernapasannya.

Satu-satunya jalan adalah keluar dari ruang baca. Yeji meniti langkahnya sambil terus berpegangan pada apa saja hingga melewati ambang pintu utama. Yeji sempat melihat Bunda dan beberapa anak panti lain berlari panik melewatinya begitu saja, seakan Yeji tidak ada di sana.

Paru-parunya baru kembali normal saat Yeji berada di luar panti asuhan. Persis seperti dugaannya. Semilir angin menyapa wajah cantiknya. Sejenak, lupa pada kepanikan yang sangat kental di lantai dua.

Keadaan di ruang baca bisa dibilang kacau. Bunda terus menangis tanpa henti, sementara Kara menggenggam tangan mungil Nessa dengan kepala menunduk. Yang lainnya bersusah-payah bergotong-royong menyingkirkan rak itu dengan kekuatan yang mereka miliki. Di sisi lain Kara tengah memanjatkan serangkaian kata yang membentuk kalimat penuh harap, yang kemudian berubah menjadi sebuah doa.

Tidak-tepatnya belum-ada yang menyadari kepergian Yeji. Mereka sibuk bahu-membahu menolong adik mereka.

"Kak Ka-ra, a-ku ng-gak bi-sa na-pas." Nessa bergumam lirih, tapi suaranya masih terdengar sampai ke telinga Kara.

"Sebentar lagi Nessa bisa keluar. Nessa sabar ya, Kakak lagi berusaha ngeluarin Nessa. Nessa harus bertahan sampai Kakak berhasil." Kara menyahut, suaranya bergetar. Air matanya hampir menetes jika saja Kara tidak menyadari bahwa dirinya tidak boleh melemah demi adiknya.

Sementara itu, di halaman panti asuhan Yeji bimbang harus bagaimana. Haruskah dia balik ke ruang baca dan ikut menolong Nessa atau meninggalkan panti asuhan, kembali ke apartemennya dan berangkat menuju rumah utama.

Yeji bingung. Separuh dari dirinya menyuruhnya menolong Nessa, sisanya menolaknya.

Gadis itu benci saat dimana pikirannya saling bertarung karena keinginan yang berlawanan.

20 Minutes [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang