Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ada dua momen yang dapat membuat seorang Harsha Eunoia menangis.
Pertama saat dirinya menikah dengan Adara. Kedua ketika membawa baby Yeji dalam dekapan kedua lengan kekarnya. Manik lelah istrinya menatap pada Harsha sembari tersenyum lebar. Dan saat itu juga tangisnya pecah tanpa bisa dia tahan. Dia merasa mendapat sebuah dunia baru yang terbentuk bersamaan dengan lahirnya Yeji ke dunia.
"Kita beri nama putri kita Yeseline Jane Eunoia. Bagaimana menurutmu?" Adara bertanya tenang.
"Nama yang cantik." Gumam Harsha tapi kemudian kepalanya menggeleng cepat. "Tidak, tidak. Namanya bukan hanya cantik, tetapi sangat cantik."
Keduanya saling tatap seperti dapat berbicara satu sama lain melalui tatapan itu.
Hari itu merupakan hari yang teramat berharga bagi keduanya.
Hari demi hari berlalu, merangkai bulan yang kemudian bertransformasi menjadi tahun. Kini Yeji telah menginjak usia lima tahun. Harsha masih ingat bagaimana kali pertama Yeji berjalan walau masih tertatih-tatih. Kala itu perusahaannya sedang sibuk-sibuknya. Lelaki itu selalu pulang pagi, tidur selama beberapa jam, lantas kembali berangkat ke kantor. Namun pemandangan hari itu berbeda. Saat dirinya pulang dengan wajah lesu, Yeji berjalan menyambut dan memeluknya. Lelah yang tadinya menempel pada hampir seluruh tubuh Harsha lepas seketika. Membalas pelukan putrinya sembari berucap.
"Yeseline! Yeseline, dia bisa berjalan! Adara kau lihat tadi? Yeseline, putri kita. " Harsha heboh sendiri sementara Adara hanya melihat momen ayah dan anak itu dengan senyuman.
Salah satu momen tak terlupakan bagi Harsha adalah ketika telepon dari istrinya saat jam makan siang.
"Dengarkan ini." Tak lama kemudian terdengar suara bayi memanggilnya. "A... yah."
Tubuh Harsha langsung beku. Dia menghentikan gerakan tangannya. "Yeseline? Putri Ayah sudah bisa berbicara!" Lagi-lagi lelaki itu heboh sendiri.
Adara tertawa kecil di seberang. "Yeseline ayo ucapkan sekali lagi." Kemudian. "Ayah. Ayah."
"Adara tunggu aku akan pulang." Harsha beranjak lalu berlari menuju lift. " Ayah segera pulang, Yeseline. Tunggu Ayah di rumah."
Begitu saja Harsha meninggalkan seluruh pekerjannya demi putri tercintanya. Yeseline Jane Eunoia.
Malam ini Harsha juga berlari menghampiri putri semata wayangnya. Hanya satu yang membedakan. Perasaannya tidak bercampur dengan haru seperti dahulu kala, tetapi menyatu bersama rasa bersalah, gelisah, dan rasa takut.
Sekitar jam 12 malam, telepon rumah berdering. Biasanya jarang ada telepon masuk di jam-jam segitu kecuali dari ponsel pribadi. Harsha mengangkatnya dan detik berikutnya, kaki lelaki itu lemas. Tenaganya tak kuat menopang tubuhnya. Dia menangis seraya mengendarai mobil menuju tempat dimana Yeji berada. Sesampainya di rumah sakit, Harsha menghapus sisa air mata di pipinya.