Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pemakaman hari itu sepi. Sunyi menyergap sekeliling Yeji. Hanya angin yang menemaninya meletakkan setangkai bunga hyacinth putih di depan nisan bertuliskan nama Adara. Yeji menghela napas dalam. Benaknya diserang ingatan 2 bulan lalu, membuatnya ingin menitihkan air matanya.
Mami, hari ini Yeji ada pemotretan. Doain ya semoga semua berjalan dengan lancar. Ah ya, Yeji lupa. Kabar Yeji dan Ayah baik-baik aja. Ayah masih sering nangis di kamar. Yeji juga sebenarnya, tapi Yeji tahan karena Yeji harus kelihatan kuat di depan Ayah.
Dia berhenti sejenak untuk menutup kedua telinganya menggunakan telunjuk supaya air matanya tidak jatuh. Itu trik yang Yeji pelajari usai berulang kali datang ke psikolog.
Setidaknya tidak di depan makam Adara.
Mami bahagia kan di sana? Yeji bakalan marah loh kalau Mami sedih, dan Yeji yakin pasti Ayah dukung Yeji. Dan satu lagi... Mami... Yeji... kangen.
Sedetik setelah menyuarakan sebaris kalimat terakhir dalam batin, Yeji melengos. Lantas pergi menjauh dari makam Adara. Terus berjalan sampai dia masuk ke dalam mobil. Pak sopir melirik Yeji dari rear-view mirror. Merasa iba dengan cewek itu namun sadar bahwa dirinya tak bisa melakukan apa-apa walau sekedar menghibur Yeji.
"Nona mau saya antar kemana lagi?"
"Pemotretan."
"Baik, Nona."
Pak sopir langsung membelokkan setir dan melaju menuju tempat pemotretan yang memakan waktu hingga 3 jam lebih. Membuat Yeji memilih untuk tidur sepanjang perjalanan.
🕰️
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Yeji!" Arka melambai pada Yeji yang baru datang.
Nggak tau kenapa, dalam 2 bulan terakhir Arka selalu berada di sisinya setiap saat. Jeno juga, tapi Yeji sudah nggak heran sama anak itu. Jeno kan naksir dia sejak bangku SMA.