Noda Persahabatan

3.9K 500 56
                                    

Warning : banyak sensor eksplisit scene 🔞

Enjoy reading

.
.

Ayana memijat pelipisnya. Kelopak matanya dikedip-kedip guna menyesuaikan pandangan yang buram. Terlihat Chika di depan sana sedang asik berdansa bersama pasangannya. Rasa pening menjalar cepat ke bagian kepala Ayana. Mendadak, suhu dalam tubuhnya meningkat. Kedua tangannya mengibas-ngibaskan wajah yang terasa panas.

"Apa pendingin ruangan di sini mati?"

Edsel menyipitkan mata melihat perubahan tingkah Ayana yang aneh. Jari-jemari lentik itu menyentuh lehernya sendiri, bahkan menggaruknya tanpa pertimbangan hingga menimbulkan lecet.

"Panas ... gerah ... gatal," rutuk Ayana tak bisa diam.

Edsel mendekat, menatap lekat wajah memerah Ayana. Gadis itu mendesah saat pipinya ditangkup seraya menggigit bibir bawahnya. Kepala Edsel menoleh pada gelas berisi jus jeruk yang telah tandas. Seketika, raut wajahnya panik.

"Kita harus segera pulang."

Ayana melenguh ketika lengannya saling bersentuhan. Kesadaran Ayana sudah mengabur. Tanpa tahu malu ia meraih satu tangan Edsel dan ditempelkan ke pipinya, lalu membawa jari laki-laki itu menjalar ke permukaan bibirnya. Reaksi Ayana membuat Edsel kian panik. Bahkan gadis itu melenguh frustrasi saat Edsel menyingkirkan tangannya dari wajah Ayana.

"Tolong aku, Ed. Aku tidak kuat menahannya. Suhu badanku panas dan mulai terasa gatal." Ayana terus menggaruk kulitnya hingga memerah. Di bawah sana, kakinya saling mengapit. Ayana merasakan geli pada area sensitifnya. 

Dalam keadaan seperti ini Edsel tidak mungkin membawa Ayana pulang. Otaknya berpikir keras demi menolong perempuan yang memercayakan keselamatannya padanya. Edsel pergi sejenak menghampiri Jeno yang sedang bersukaria pada teman-temannya. Tak lama ia kembali setelah mendapatkan sesuatu dari Jeno. Sebuah benda tipis persegi panjang ada dalam genggaman tangannya.

Edsel membimbing tubuh Ayana yang sempoyongan melewati lorong. Sampai di sebuah pintu, Edsel tampak ragu membukanya, tetapi akhirnya kartu akses masuk ke dalam kamar Edsel gunakan. Begitu terbuka, lekas membopong tubuh lemah Ayana dan membaringkannya ke tempat tidur.

Edsel kembali ke arah pintu demi memastikan keamanan kuncinya, kemudian terpekur dengan posisi kening menempel di depan pintu cukup lama menimbang-nimbang keputusan. Pertahanannya mulai goyah dan merutuki tindakannya. Kenapa malah membawa Ayana ke dalam kamar?

Edsel memijat urat pelipisnya yang sakit. Matanya memejam, mengharap jalan keluar melintas di pikirannya. Namun, nihil. Tidak ada pilihan lain selain menuntaskannya.

Pijakan kaki Edsel memaku ketika berbalik badan, ada sajian indah yang menyambutnya. Lekuk tubuh molek Ayana memanjakan pandangannya. Gadis itu telah menanggalkan gaun hitamnya. Kini, tubuh mungilnya hanya melekat dua kain pada dada dan lipatan kewanitaannya. Setelan minim berwarna hitam menyinari kulitnya yang indah. Sangat kontras dengan warna kulit putihnya.

"Edsel."

Suara Ayana semakin lirih. Mendongakkan wajah saat Edsel berdiri tepat di depannya. Satu kejutan membuat Edsel tersengat aliran listrik bertegangan tinggi. Ayana membimbing tangan Edsel menyentuh satu payudaranya. Menekan benda bulat itu agar diremas. Tindakan beraninya membuat Edsel tak mau mundur, ia turut mengikuti permohonan Ayana yang telah dirundung nafsu. Gadis polos itu mendesah keras dengan mata terpejam. Sementara, satu tangannya yang bebas menyentuh celah intinya.

"Aku mohon, jangan pernah membenciku setelah kita melakukannya."

Ayana membuka mata. Tautan netra keduanya menciptakan percikan gairah yang semakin menggebu. Edsel menarik tangan Ayana yang masih menyentuh kewanitaannya.

"Edsel," rengek Ayana menggoda. Tangan satunya yang bebas telah merabai bagian dada Edsel yang masih terlapisi kemeja tanpa jas dengan pola abstrak.

Edsel menggeram, tulang pipinya menonjol menekan hasrat yang telah sampai ke puncak kepalanya.

"Edsel, kumohon sentuh aku," pintanya lirih tanpa tahu malu.

Laki-laki jangkung itu memerangkap tubuh Ayana di bawah kuasanya. "Aku melakukannya bukan karena memanfaatkan keadaan, tapi aku sangat mencintaimu, Ayana," ucapnya serak saat melakukan penetrasi.

Pikiran waras telah Edsel benamkan ke dalam perut bumi demi mengecap rasa manis yang akan selalu menjadi pengantar mimpi indahnya kelak.

***

Sepasang manik gelap menatap tajam pada dua orang yang menuruni roda empat hitam. Terlihat seorang perempuan berjalan tertatih memasuki halaman. Tak memedulikan laki-laki yang berniat baik memapah tubuhnya yang lemas. Gadis itu terseok-seok ketika menaiki lantai teras yang sedikit tinggi dari permukaan jalan. Tampak tangan mungil itu menyusut air matanya yang meleleh di pipi.

Tanpa mempersilakan masuk laki-laki di belakangnya, Ayana memasuki rumah. Menutup pintu begitu saja hingga hampir saja membuat wajah muram Edsel menyentuh permukaan pintu. Pemuda itu menarik dalam-dalam napasnya sebelum mengembuskan kasar, lalu melangkah gontai menuju kendaraannya.

Sebelum masuk, Edsel meremas rambutnya kuat-kuat, lantas menedang ban mobil sebagai penyaluran rasa sesal dan kecewa. Dipastikan, Ayana akan membenci Edsel hingga ke tulang beluang. Bukankah pengkhianatan seseorang yang berlabel sahabat konsekuensinya sangat berat?

Setelah mobil hitam yang diintai menghilang dari pandangan, ia mulai men-stater motor sport yang ditungganginya. Menutup kaca helm full face di kepalanya, lantas menarik gas kuat-kuat meninggalkan area pemukiman pinggir jalan dengan euforia hati penuh kemenangan.

.

.

.

Pecah telur juga kan tuh 🐣

Follow instagram untuk kepoin spoiler Serpihan Luka random part 📲

*Jumat, 09 Juli 2021
EL alice

Serpihan Luka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang