Habibie dulu pernah baca thread di twitter bahwa beban dan tanggung jawab anak pertama lebih berat daripada adik-adiknya kelak. Menjadi anak pertama itu harus kuat, baik kuat fisik maupun kuat mental. Hal ini karena anak pertama akan menerima tuntutan yang bertubi-tubi. Anak pertama itu ibarat tikus percobaan, yang akan selalu menjadi paling pertama untuk melakukan apapun, termasuk mengalami kegagalan. Dan karena itu, anak pertama senantiasa dituntut sempurna oleh orang tua mereka untuk menjadi contoh yang baik bagi adik-adiknya kelak.
Habibie juga menyempatkan diri untuk membaca beragam komentar yang membalas utas tersebut. Ada yang bilang, gak selamanya anak pertama harus memikul beban dan tanggung jawab yang berat. Ambil saja contoh, jika anak pertama tidak bisa diandalkan, otomatis anak kedua yang harus memikul beban atas tuntutan orang tua. Begitu seterusnya, jika anak kedua nyatanya menjadi seorang pembangkang, otomatis anak ketiga lah yang harus melaksanakan tuntutan itu. Dan jika anak ketiga masih belum bisa diandalkan, anak-anak berikutnya lah yang harus menerima tekanan batin itu, bahkan dituntut untuk lebih baik.
Di komentar lain, dikatakan bahwa anak tengahlah yang paling menderita karena harus mengalah dari yang lebih tua, tetapi di sisi lain dituntut untuk pengertian pada anak yang lebih muda dan ujung-ujungnya anak tengahlah yang kembali mengalah. Seakan-akan anak tengah di setiap keluarga itu tidak memiliki ruang kebebasan. Sebaliknya, ada juga yang berkomentar bahwa anak yang paling merasa tertekan justru adalah anak bungsu, karena ia dituntut untuk menjadi yang lebih baik dari apa yang sudah dicapai kakak-kakaknya. Bukan tanpa sebab, tapi karena anak bungsulah yang menjadi harapan terakhir untuk dapat memenuhi permintaan orang tua.
Namun, ada satu komentar yang menarik perhatian Habibie. Sebuah akun anonim dengan profil rambut segaris, yang mengatakan bahwa anak ke berapa pun pasti memiliki beban masing-masing. Setiap anak memiliki takdir yang berbeda sehingga mereka memiliki tanggung jawab yang berbeda-beda juga, tidak bisa disamakan. Orang tua yang bijak pun pasti paham.
Dari banyaknya komentar, Habibie paling setuju dengan komentar itu. Jika Habibie melihat kembali keluarganya, ia tidak merasa terbebani sama sekali menjadi anak pertama. Jehan juga, bukannya selalu mengalah darinya dan Cendika, anak itu malah selalu memberikan penjelasan yang logis di setiap keadaan sehingga yang akhirnya mengalah itu bisa siapa saja, tergantung situasi. Cendika Lefranda yang menjadi anak bungsu lantas tidak merasa keberatan sama sekali, ia ceria-ceria saja di rumah. Dan yang paling penting, ini karena mama dan ayahnya yang tidak pernah mengekang mereka. Mentok-mentok hanya sekadar menasehati, agar mereka tumbuh menjadi pemuda yang baik dan bertanggung jawab atas setiap langkah yang diambil.
Jadi intinya, jika Habibie tarik kesimpulan, semua anak, anak ke berapa pun, memang harus memiliki mental yang kuat karena mereka memiliki beban dan tanggung jawab masing-masing. Dan itu semua juga tergantung takdir dari Tuhan dan bagaimana orang tua mereka bersikap.
Habibie begitu bersyukur telah menjadi anak dari mama Ratna Mulyati dan ayah Afdal Mukhsin. Kalau warga komplek biasa memanggil kedua orang tuanya dengan sebutan ibu Ana dan Pak Dal, sedangkan anak-anak tetangga sebelah sudah terbiasa memanggilnya dengan sebutan tante dan om saja. Bukan tanpa alasan Habibie sangat bersyukur menjadi anak mereka, ini karena Habibie tahu bagaimana kedua orang tuanya itu menjaga anak-anaknya dengan sangat baik dan tanpa pamrih. Kalau biasanya orang tua menuntut anak mereka untuk menjadi orang besar yang sukses kaya-raya, sebaliknya, orang tua Habibie justru hanya meminta anak-anaknya tumbuh menjadi orang yang patuh pada Tuhan dan hidup bahagia dengan terus menjadi orang baik sampai kapan pun.
Habibie juga begitu bersyukur, memiliki adik-adik seperti Jehan dan Cendika. Jehan itu salah satu jenis adik yang menurutnya sangat unik. Jehan kapan saja bisa disuruh-suruh olehnya dan jarang sekali mengatakan tidak atas setiap permintaan, meski kadang ia melakukannya dengan ogah-ogahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Saat Hujan Turun
Fanfiction"Saat Hujan Turun" mengisahkan kehidupan klasik sehari-hari pemuda bernama Habibie Chandra bersama keluarga, teman, dan kekasihnya. Semuanya terasa begitu indah untuk Habibie yang menjalankan kehidupan yang sederhana, tapi tidak sampai akhirnya pemu...