"Mah, nama aku kok bisa Cendika Leranithan?" tanya Dika, mendongak dan menoleh pada mama yang sedang berjalan menujunya sambil membawa dua gelas susu dan satu air putih di atas nampan.
Mama jadi mengerutkan dahi heran, "Kenapa? Adek gak suka sama namanya?" kata mama sambil menaruh gelas ke atas meja. Lalu duduk di sofa sebelah ayah. Mereka saat ini berkumpul di ruang keluarga, menonton film. Namun, yang fokus sedari tadi sebenarnya hanya ayah, karena entah bagaimana dari tadi Dika selalu melontarkan pertanyaan-pertanyaan random kepada mama dan ayah. Sementara Jehan hanya terkapar di atas karpet memandangi televisi dengan tatapan kosong, tidak menyimak.
"Enggak ma. Maksud aku kok bisa kepikiran nama aku jadi Cendika. Keren, mirip-mirip sama kata 'cendekia' yang artinya cerdas."
Mama terkekeh, lalu menoleh pada Dika. "Nama kalian semua tuh dikasih sama nenek ya. Mama sama ayah gak ada campur tangan," jawab mama.
Dika mencuatkan bibir sambil menangguk-angguk mengerti. "Kalau gitu, abang juga namanya dari nenek, ma?"
Mama mengangguk, membenarkan.
"Tapi aku cari Jehan tuh nama cewek tau mah, artinya bunga yang cantik." celetuk Dika, membuat Jehan yang sedari tadi hanya bengong kini menoleh pada Dika di sebelahnya dan melebarkan mata sambil menepuknya.
"Kerjaan banget kamu cari arti-arti nama orang. Yang lain kek," ujar Jehan.
Ayah terkekeh, kini ikut nimbrung kembali setelah beberapa menit sebelumnya menjawab pertanyaan Dika mengenai alasan kenapa memanggil nama Habibie dengan sebutan kakak, sementara Jehan dengan sebutan abang.
"Emangnya bunga harus identik sama cewek, dek?"
Dika jadi bergeming. Ia melirik mamanya yang juga mengangkat alis tinggi-tinggi menunggu jawabannya. Begitu pun dengan Jehan yang menolehkan kepalanya pada Dika.
"Ya iya dong. Aneh aja gak si, yah? Bayangin deh, yah. Cowok nerima bunga terus abis itu hatinya berbunga-bunga sampai nyium-nyiumin bunganya. Cringe banget ga si, yah? Apalagi kalau diliatin orang-orang, aneh gitu ihh."
Semuanya kompak tergelak melihat ekspresi ngeri Dika yang sedang membayangkan sosok cowok seperti yang diucapkannya barusan. Jehan yang awalnya bersungut karena namanya dibawa-bawa juga jadi terhibur. Cowok itu jadi bangkit mendudukkan diri menghadap ayah. Kalau dipikir-pikir, benar juga pertanyaannya Dika. Kenapa namanya harus Jehan? Sementara masih banyak ribuan nama laki-laki lain yang bisa dipakai.
"Oke, oke. Kalau kamu mikirnya kesana, emang aneh aja dilihatnya." kata Ayah berhasil membuat semua menoleh dan menatapnya, menunggu kalimat selanjutnya. "Bunga itu kan merepresentasikan keindahan. Kalau cuma boleh disanding-sandingin sama perempuan, apa berarti laki-laki gak boleh menjadi laki-laki yang indah?" lantas mereka hanya bergeming, membiarkan ayah menjawabnya sendiri.
"Ya enggak dong. Laki-laki itu sama juga kayak perempuan, harus dipandang sebagai keindahan yang harus disyukuri. Entah fisik mereka cacat, mental mereka cacat, atau apa pun itu, tetap saja, mereka tetap sama-sama makhluk Tuhan yang paling indah."
Jehan dan mama tersenyum hangat mendengar itu. Dika sudah berkaca-kaca menatap ayahnya dengan tatapan terkagum, merasa kalimat itu adalah kalimat paling hebat yang ia dengar selama hidup di dunia ini.
"Semestinya, gak ada istilah bunga identik dengan perempuan atau laki-laki gak boleh dikaitkan dengan bunga. Karena justru, bunga itu memang merepresentasikan keindahan pada laki-laki dan perempuan secara bersamaan." lanjut ayah, "Sebenarnya, masih banyak lagi makna bunga itu sendiri. Seperti yang ayah tahu, bunga itu adalah tanaman terindah yang Tuhan turunkan ke bumi ini sebagai perantara paling pas untuk membantu membangun jalinan kasih antara perempuan dan laki-laki."
KAMU SEDANG MEMBACA
Saat Hujan Turun
Fanfiction"Saat Hujan Turun" mengisahkan kehidupan klasik sehari-hari pemuda bernama Habibie Chandra bersama keluarga, teman, dan kekasihnya. Semuanya terasa begitu indah untuk Habibie yang menjalankan kehidupan yang sederhana, tapi tidak sampai akhirnya pemu...