05 - Bertujuh, Melepas Penat

71 6 0
                                    

Hari panjang Habibie sudah usai, besok bazar murah akan dibuka. Dan tentu, besok harinya akan menjadi hari yang jauh lebih panjang. Melihat bagaimana girangnya wajah emak-emak saat ia membagikan brosur bersama Karina untuk promosi bazar murah, Habibie yakin bazar murah yang diadakan esok hari akan berujung ricuh. Pasti akan ramai seperti tahun lalu. Dan Ia seratus persen yakin tubuhnya besok akan jauh lebih letih daripada saat ini. Belum lagi, setelah selesai menjaga stand, ia harus berangkat ke stasiun radio karena pekerjaan paruh waktunya di sana, sebagai penyiar radio. 

Untuk malam ini, Habibie tidak duduk sendirian di depan teras rumah. Cowok itu memilih untuk memejamkan mata di sofa favoritnya di lantai dua sambil menunggu Jevan, Jidan, Bang Rendi, dan Bang Raka datang untuk main. Biasa, untuk melepas penat setelah sibuk dari hari Senin sampai Jumat. Karena menurut empat bersaudara itu, lebih nikmat beristirahat dengan bersantai di rumah Habibie dibandingkan harus menghabiskan waktu di luar bersama teman-teman mereka yang lain. Tapi kalau kata Habibie, itu hanya sekadar dalih mereka karena ia tahu mereka semua memang jomblo, tidak ada yang bisa diajak pergi. Ya ujung-ujungnya kemana lagi tujuan mereka kalau bukan ke rumah keluarga Pak Dal ini.

Kalau Habibie sendiri, ia memang tidak jomblo, tapi memang jarang pergi bersama Rachel di malam hari. Bukannya ia yang tak mau, tapi Rachel yang selalu menolak jika ia ajak pergi. Cewek itu selalu mengatakan bahwa tak perlu melakukan hal-hal umum yang dilakukan oleh pasangan-pasangan di dunia ini. Karena baginya, bertemu Habibie dari hari Senin sampai Jumat itu sudah lebih cukup. Apalagi Habibie selalu menghampiri dan menjemputnya tiap saat. Kalau sampai waktu libur Habibie ia ambil juga, Rachel merasa tidak tega. Belum lagi, Rachel tahu bahwa hari Sabtu dan Minggu juga akan menjadi hari yang melelahkan untuk Habibie.

Dengan suara televisi yang terdengar samar-samar dari lantai satu dan obrolan panjang antara mama dan ayah yang tak begitu jelas ia dengar, Habibie menghela napas pelan dan membuka mata perlahan menatap plafon rumahnya. Cowok itu jadi termenung, saat mendadak kembali ingat pada pernyataan yang Jevan katakan padanya dua hari yang lalu, tentang hujan.

Kata Jevan, awan ingin membagikan kebahagiaan dan cerita mereka di dalam pelukan langit kepada manusia melalui air hujan yang jatuh. Saat itu Habibie setuju-setuju saja atas pernyataan yang demikian itu, meskipun sebenarnya ia juga merasa masih kurang puas.

Dan kini, mendadak ia benar-benar tidak setuju atas pernyataan Jevan. Ia yakin jawaban Jevan tidak tepat sama sekali. Karena setelah dipikir-pikir, justru air hujan membuat awan menghilang. Lalu, bagaimana perasaan awan yang sudah memercayai air hujan untuk menyampaikan kebahagiaan, namun perlahan-lahan malah dikhianati?

Sampai sekarang pun Habibie juga belum dapat memahaminya. Yang jelas, baginya jika ini adalah sebuah cerita yang tak berkesudahan, maka air hujanlah yang berperan antagonis. Sementara awan memiliki peran protagonis yang kerap disakiti dan dicaci-maki. Persis seperti saat dirinya yang memarahi awan saat itu, padahal awan tidak bersalah sama sekali.

"Kak Abi main yuuuu"

Lamunan Habibie buyar seusai suara berat Jidan terdengar dengan lantangnya. Habibie sebenarnya cukup heran, baru kemarin rasanya ia mendengar suara Jidan yang cemprengnya minta ampun. Dan setelah waktu berlalu dengan begitu cepat, kini tanpa Habibie sadari suara bocah itu sudah berat seperti cowok maco yang diminati ciwi-ciwi lebih dari beratnya suara seorang Jevan.

Sayup-sayup Habibie bisa mendengar empat bersaudara itu mengobrol singkat dengan orang tuanya sebelum akhirnya suara langkah kaki mereka terdengar berjalan menaiki tangga menuju lantai dua tempatnya rebahan saat ini. Membuatnya bangkit dan merubah posisi menjadi duduk. Cowok itu refleks melebarkan mata saat mendapati Raka datang-datang membawa gitar asing yang tak pernah dilihatnya. 

Saat Hujan TurunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang