##
Catatan: Chapter kali ini 5,9k words >.<. Kepanjangan tapi semoga tidak membosankan hehe. Happy Reading!!
*:・゚🌧☂*:・゚
Setahu Jehan, tidak ada yang membuat Habibie lebih bahagia selain berkumpul bersama keluarga, bernyanyi dan bercerita bersama bang Raka dan printilannya, serta bertemu dengan Rachel. Kalau Dika sendiri, sewawasannya, anak itu bisa bahagia kapan pun dan dimana pun.Dika cenderung lebih suka mendengarkan orang lain persis sepertinya. Namun bedanya, Dika lebih sering memberikan respon terhadap apa yang anak itu dengar, berbeda dengan dirinya yang cenderung tetap diam sambil tersenyum saja. Seperti saat Habibie menceritakan serunya menginap di hotel saat perpisahan SMA, Dika yang masih kelas satu SMA langsung bertanya-tanya pada Habibie bagaimana rasanya tinggal di hotel karena ya seumur-umur memang sekeluarga belum pernah merasakan menginap di hotel. Mentok-mentok menginap di penginapan rumahan biasa saat liburan ke Yogyakarta.
Dika juga termasuk ke dalam kategori anak receh. Hal ini tak lain karena bocah itu yang kerap kali menertawakan hal-hal sepele yang Habibie lakukan, padahal baginya tidak begitu lucu sampai perlu memberikan tawa. Akan tetapi, Jehan memaklumi itu. Mungkin memang karena selera humor adiknya itu recehan.
Ia masih sangat ingat, bagaimana Dika mengeluarkan air mata akibat tertawa melengking sampai berikutnya suara tawanya tidak terdengar lagi saking terbahaknya hanya karena Habibie keluar dari kamar dengan wajah bengep ditemani satu buah tompel besar yang tergambar di pipi serta bibirnya yang merah merona bekas dipakaikan lipstik olehnya. Jehan sempat ikut tergelak meski hanya sesaat karena Habibie saat itu benar-benar terlihat seperti orang bodoh. Sementara Habibie hanya pelanga-pelongo saja, keheranan melihat Dika yang sudah terkapar di lantai sebab ia masih belum menyadari bahwa wajahnya sudah digambar habis-habisan oleh Dika.
Kalau dirinya sendiri, Jehan tidak tahu apa yang mampu membuatnya bahagia. Ia masih tidak mengetahui bagaimana cara agar bisa tergelak habis-habisan seperti yang Dika lakukan selama ini. Selama hidup 18 tahun, baru kini ia menyadari bahwa dirinya tidak pernah memperlihatkan sisinya yang ceria.
Sebaliknya, kalau menurut pandangan Habibie, ia justru adalah tipe orang penyayang dan berhati lembut, tetapi memiliki penuh jutaan cerita tersembunyi dibalik kehangatan yang diberikannya pada semua orang. Jehan hanya tersenyum tipis mendengar kakaknya berkata demikian. Jutaan cerita apanya? Satu cerita pun ia merasa tidak pernah memilikinya, selain satu rahasia tentang gadis itu yang mesti ia jaga dengan baik. Mesti ia tutup rapat-rapat sesuai permintaan gadis itu, agar Habibie tidak pernah tahu sampai semesta sendiri yang memberi tahunya.
Jehan yang saat ini menangkupkan wajah di atas motor jadi menoleh saat terdengar derap langkah kaki yang datang menghampirinya. Ia mengangkat alis menyapa menangkap Rachel yang tersenyum padanya.
"Yuk," kata gadis itu sambil memasang helm hitam yang dibawanya.
Jehan sesaat melirik pada rumah Rachel, "Bunda lu gak di rumah?" tanyanya menyadari tak ada mobil yang terparkir. Rachel lantas menggeleng.
"Pergi dari kemarin malem, jenguk adek bunda lagi sakit." katanya membuat Jehan manggut-manggut.
"Belum sarapan dong?" Tanya Jehan lagi.
Rachel mengangguk membenarkan. Seolah sarapan bukanlah hal yang begitu penting, belum sampai Jehan membuka mulut untuk mengomelinya, Rachel dengan santainya memotong ucapan cowok itu,
"Oh iya, Abi lagi di kampus ya? Bantuin acara bazar murah?"
Jehan menghela kecil, lantas mengangguk membenarkan. "Iya, dari jam tujuh pagi udah berangkat."
KAMU SEDANG MEMBACA
Saat Hujan Turun
Fanfiction"Saat Hujan Turun" mengisahkan kehidupan klasik sehari-hari pemuda bernama Habibie Chandra bersama keluarga, teman, dan kekasihnya. Semuanya terasa begitu indah untuk Habibie yang menjalankan kehidupan yang sederhana, tapi tidak sampai akhirnya pemu...