07 - Surat Radio

42 3 0
                                    

Sesampainya di rumah, Habibie melempar tas dari pundaknya ke atas sofa di ruang tengah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sesampainya di rumah, Habibie melempar tas dari pundaknya ke atas sofa di ruang tengah. Cowok itu menghela napas panjang sebelum akhirnya menjatuhkan diri ke atas sofa.

Mama yang habis membukakan pintu jadi keheranan ditempatnya melihat Habibie yang melengang begitu saja masuk ke dalam rumah tanpa memberi salam. Dika yang sedang duduk di atas karpet juga jadi melongo menatap Habibie heran. Lalu sekali-kali melirik mamanya, barangkali tahu penyebab Habibie saat ini terlihat seperti orang yang habis kena tipu jutaan rupiah.

Dika menatap mama yang berjalan mendekati mereka dengan penuh tanya, "kenapa si mah?" Kata bocah itu berbisik-bisik. Mama tak menyahut, memilih mendudukkan diri di dekat kepala anak sulungnya itu berbaring.

Habibie membuka mata sesaat. Menyadari kehadiran mamanya, ia segera merubah posisi menjadi duduk dengan wajah memelas.

"Kamu kenapa?" Tanya mama mengusap kepala Habibie. Cowok itu hanya diam dengan tatapan lesu.

Dika yang masih duduk di karpet semakin mengernyitkan dahi keheranan. Tak biasanya seorang Habibie Chandra yang ia kenal selama ini bersikap seperti kerupuk yang dibiarkan di wadah terbuka, melempem. Ia yakin pasti ada sesuatu yang tidak beres yang menimpa hidup kakaknya.

Bocah itu lantas mendongakkan kepala menoleh pada Habibie. Begitu saja tangan kanannya terangkat untuk menopang dagu seolah sedang menduga. Di detik berikutnya, bocah itu mengangguk-angguk sendiri saat menelisik kakaknya dengan kedua bola matanya dalam-dalam. Dan hal tersebut membuat Habibie melirik kecil.

"Apa?" Kata Habibie jutek.

"Ada yang aneh nih." Balas Dika berdiri sambil menjentik-jentikkan tangannya. Mama yang melihat tingkah anak bungsunya menggeleng-geleng dan terkekeh. "Gak biasanya kak Abi kayak gini," lanjut bocah itu, dengan gaya tengilnya duduk di sebelah Habibie sambil menyilangkan kedua tangannya.

"Dari analisa aku ada sesuatu yang menggemparkan yang baru banget terjadi," katanya dengan sok tahu. Habibie sudah mengerling pada Dika, gemas ingin mengunyel-ngunyel wajah sok tahunya itu. Sementara mama hanya tersenyum saja menunggu sahutan Dika lagi.

"Iya kan ma?" Kata Dika. "Kalau ekspresinya gini sih..." Dika lamat-lamat menatap wajah Habibie dengan ekspresi sok serius, "Biasanya sih karena kak Rachel. Bener kan?!" Lanjut bocah itu mendadak meninggikan suara antusias.

Habibie yang sejak tadi tidak berekspresi jadi terkekeh, "kok tau sih?" Kata Habibie akhirnya.

"Iya lah. Gini-gini aku dibilang temen-temen peramal cinta tau," katanya menyombong. Mama tertawa.

"Kenapa lagi sama Rachel? Gak biasanya kamu ngegalau sama Rachel. Biasanya juga happy terus," tanya mama.

"Abi yang salah, Ma." Kata cowok itu menatap mama, "Tadi Abi gak sadar malah nyudutin Rachel, dan sekarang Abi nyesel," katanya perlahan merundukkan kepalanya dengan murung.

Saat Hujan TurunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang