Dua

774 178 6
                                    

 "Vi, lo mau ke bawah, ya?" tanya Dewa ketika Nivriti menyambar dompet di atas meja.

"Iya, kenapa?"

"Gue titip nasi padang, dong. Lo mau beli boba, kan?"

"Lo mau kasih apa kalau gue beliin?"

Dewa mengerutkan dahi. Mengamati kalung yang melingkari leher Nivriti. Dia belum pernah melihat kalung itu sebelumnya. Diperhatikan saksama, terdapat liontin berukir huruf N dan A. Sudah pasti inisial huruf itu mengandung arti Nivriti dan Arsen. Ia menduga kalung itu pemberian dari Arsen. Sebab, Nivriti bukan orang yang mau repot untuk perkara remeh semacam itu. Dewa tidak menyangka Arsen yang dianggap sosok cukup berwibawa di kantor ternyata bisa bucin. Norak banget, batinnya.

"Gue traktir boba, deh. Nih, duitnya. Buruan."

"Beneran, Bang?" Nivriti berseru riang. Dia memang paling senang mendapat gratisan.

"Iya, cepetan sono," sahut Dewa seraya mengibaskan tangan.

Belum masuk waktu makan siang, sih. Tetapi Dewa memang terbiasa makan tidak tepat pada jamnya dan Nivriti selalu butuh asupan gizi penunjang untuk menstimulus semangat dalam bekerja. Kalau persediaannya habis, dia selalu turun mencari camilan di minimarket lantai dasar. Untuk urusan makanan, Dewa dan Nivriti memiliki kerjasama yang baik.

Sembari menunggu pesanan boba, Nivriti berkeliling. Mencari makanan kecil yang sesuai seleranya. Ketika berhenti di sebuah rak permen, dia melihat seorang pria tengah menonton tayangan Youtube di ponsel. Sama-samar Nivriti mendengar pria itu menonton sebuah channel tentang penelusuran tempat-tempat angker. Nivriti memasang telinga, memastikan di mana lokasi berada. Setelah mendapat kepastian lokasi, dia segera browsing. Matanya berbinar saat menemukan letak lokasi penelusuran.

"Nih, Bang. Makasih traktirannya," ucap Nivriti sambil meletakkan sebungkus nasi padang serta uang kembalian di atas meja Dewa. Wanita itu bergegas memutar langkah menuju ruangan Arsen. Dewa hanya mendengus pelan.

Pintu ruangan Arsen terbuka sedikit. Nivriti mengintip apakah pria itu sedang available untuk diajak bercakap. Terlihat sibuk, tapi Nivriti yakin Arsen tidak keberatan berbincang dengannya sebentar. Dia hanya ingin memberitahu penemuan lokasi terbaru yang akan didatangi. Lagipula tidak ada referensi apa pun yang Nivriti tahu tentang tempat itu. Usai mengetuk pintu, Nivriti melangkah pelan-pelan masuk ke dalam ruangan. Arsen segera mendongakkan kepala begitu tahu siapa yang hadir di depannya.

"Hai, Arsen. Lagi sibuk nggak? Aku boleh ganggu sebentar?" tanya Nivriti sambil menggoyang-goyangkan gelas bobanya.

"Nggak sibuk banget, kok. Ada apa?" balas Arsen tersenyum.

Nivriti mendekati Arsen, menunjukkan sesuatu di ponselnya. "Ke sini, yuk."

Lokasi tempat terbengkalai yang dia dengar dari seorang pria di minimarket. Arsen menaikkan alis kemudian menatap Nivriti yang balas menatapnya dengan raut ceria. Arsen memang selalu terlibat setiap kali mengunjungi tempat-tempat yang menjadi target objek pemotretan. Ke mana pun Nivriti berpetualang, Arsen selalu ada di belakangnya. Rasanya tidak aman membiarkan wanita itu berkelana sendiri ke tempat asing yang tidak jelas atmosfernya.

"Itu di mana?"

"Bandung. Kita pergi Jumat ini, ya. Sekalian jalan-jalan. Katanya kamu butuh refreshing."

"Jumat? Sekarang saja hari Rabu, Vi. Itu pun tempat apa, aku mana tahu."

"Bisa, bisa. Kan ada maps, kalau masih nggak ngerti entar tinggal tanya orang. Aku yang atur semua akomodasi, deh. Tiket kereta, hotel, sewa motor, aku yang cari, tapi ... pakai uang kamu, ya. Kita patungan, kok. Urusan logistik aku yang tanggung jawab. Tenang saja. Mau, ya?" rayu Nivriti sambil menyengir.

Arsen menarik napas panjang. Memang benar sudah saatnya dia rehat untuk mengisi energi. Bekerja terus menerus tanpa istirahat membuat tingkat kewarasan tidak stabil. Butuh asupan gizi khusus untuk menyeimbangkan antara raga dan jiwa. Travelling bersama pasangan adalah salah satu bentuk refreshing paling menyenangkan yang Arsen tahu sejauh ini.

"Clue-nya apa? Biar aku riset dulu," ujar Arsen membaca artikel dari ponsel Nivriti.

"Pokoknya dia semacam mess pabrik karet di daerah Bandung Barat gitu. Nggak tahu nama pabriknya. Coba cari di Youtube pasti ada videonya, deh," sahut Nivriti sembari menyeruput boba.

"Kayaknya lokasinya agak pedalaman gitu, ya. Kamu ini ada-ada saja bisa nemu tempat kayak gini. Padahal di Jakarta masih banyak bangunan kosong yang belum kamu kunjungi. Oh ya, nanti kamu cari hotelnya agak tinggian ya, Vi. Maksudku jangan di kota. Di daerah kayak Lembang yang dataran tinggi. Biar dapat hawa sejuknya," tambah Arsen.

"Kenapa nggak di kota saja? Kan biar aku gampang belanjanya," protes Nivriti.

"Yah, biar suasananya romantis, Vi. Kita satu kamar berdua, kan?" Arsen mengedipkan sebelah mata.

Nivriti melotot lantas memukul lengan Arsen. "Nggak bisa. Kamu jangan nakal, Sen. Masih ingat aturan main kita, kan?"

"Bercanda doang, Vi. Serius banget, sih. Ah, sudah jam dua belas, nih. Makan, yuk." Arsen mematikan komputer. Kebiasaannya setiap berencana keluar ruangan dalam waktu lama pasti dia menutup pekerjaan setelah terlebih dahulu menyimpan.

"Tapi kamu mau nemenin aku ke Bandung, kan? Kita berangkat hari Jumat habis pulang kerja," tanya Nivriti memastikan sekali lagi.

"Oke," jawab Arsen seraya merangkul pinggang Nivriti.

Arsen melepaskan rangkuman ketika membuka pintu. Bagaimanapun dia harus bersikap profesional selama di kantor. Membentuk citra yang baik sebagai seorang kepala divisi. Lain cerita kalau sedang tidak ada orang dan hanya ada mereka berdua, tak jarang Arsen mencari celah untuk bersikap mesra kepada kekasihnya.

Benar saja, sejak makan siang berlangsung Nivriti mulai heboh mencari berbagai referensi untuk perjalanan akhir pekan ini. Dia sangat bersemangat. Untuk urusan satu ini sudah terbilang keahliannya. Memesan tiket, mencari hotel hingga rental motor dengan penawaran terbaik adalah hal yang paling dia sukai selain memotret. Pokoknya mengurus perbekalan ataupun kebutuhan perjalanan menjadi salah satu skill andalannya. Tampaknya sudah siap banget, nih, kalau diminta mengurus kebutuan hidup berumah tangga.

Berbekal informasi dari komunitas fotografi, Nivriti akhirnya menemukan yang dia cari dalam waktu singkat. Tiket kereta dan hotel sudah dipesan. Perkara transportasi dalam kota nanti akan diusahakan oleh teman Nivriti yang bertempat tinggal di Bandung. Nanti dia tinggal menghubungi temannya saja kalau motornya ingin digunakan. Semua beres, kini saatnya Nivriti menyantap mie ayam yang telah dingin.

"Makasih ya, Sen. Kamu hati-hati pulangnya, ya." Nivriti melepas sabuk pengaman begitu mobil Arsen berhenti di depan apartemen.

"Iya, kamu juga hati-hati. Oh ya, Mama titip salam. Tadi sore telepon. Katanya, kapan kamu mau bawain kue nastar lagi? Kamu kasih mantra apa sama kuenya sampai Mama nagih gitu," ujar Arsen.

"Entar kalau lebaran. Nggak, nggak. Entar dijadwalin, deh. Lagian belum sempat, Sen. Aku belum punya mood bikin kue-kue. Apa lagi weekend ini kita mau pergi, kan? Kuenya nggak aku kasih mantra apa-apa, kok. Bikinnya pakai cinta dan kasih sayang makanya Mama suka, kan?" tawa Nivriti.

"Iya, aku juga suka, kok." Arsen ikut tertawa.

"Aku duluan, ya. Sampai ketemu besok." 

Nivriti memeluk Arsen sambil mencium pipi kirinya. Namun, Arsen tidak langsung melepasnya. Dia mencuri ciuman kecil di bibir Nivriti. Membuat wanita itu memberengut. Arsen melambaikan tangan. Memastikan Nivriti masuk ke dalam huniannya dengan selamat.




Holaa siapa di sini yang tinggal di Bandung? Bentar lagi Nivriti sama Arsen mau ke sana, loh.

Oh ya, aku mengganti cover Hidden Object lho. Yang ini kelihatan lebih estetik  menggambarkan ceritanya banget, kan?

Jangan lupa vote dan komentarnya ya.


11.07.2021

Hidden ObjectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang