Enam

436 135 10
                                    

"Lo belum balik, Vi? Arsen lagi di Puncak, nggak usah lo tungguin."

"Iya, gue tahu. Nanggung, nih. Kalian duluan aja,"

"Ya udah, kita duluan ya. Lo jangan kelamaan di kantor entar keburu yang "shift malem" datang, lo panik."

Nivriti menulikan pendengaran mendengar kelakar teman-temannya. Dia sudah terbiasa lembur di kantor dan tidak terjadi apa-apa karena ada Arsen juga waktu itu. Tetapi sekarang dia sendirian. Suasana ruangan kerjanya memang agak berbeda ketika hanya tersisa dirinya seorang.

"Balik aja, deh," gumam Nivriti sambal membereskan meja.

Sebelum beranjak, Nivriti melakukan peregangan pada lehernya. Seharian bekerja di depan komputer membuat pundak dan sekitar lehernya pegal.

"Mau balik bareng gue, Vi?" tawar Dewa yang tiba-tiba berdiri di depan kubikel Nivriti.

"Astaga! Bang Dewa ngagetin aja," seru Nivriti kesal.

"Mau balik bareng gue nggak?" ulang Dewa.

Sambil melanjutkan merapikan meja, Nivriti bergumam kesal. Jantungnya hampir copot. Rumor penghuni "shift malam" yang dijadikan bahan bercandaan teman-temannya dikira bakal kejadian malam ini juga.

"Kok Bang Dewa belum balik? Bukannya tadi udah turun duluan, ya?" tanya Nivriti.

"Gue naik lagi. Nungguin elo."

Gerakan tangan Nivriti terhenti. Dia menatap pria yang sejak tadi memerhatikannya berkemas. Ekspresi wajahnya tampak datar, sorot matanya juga sedikit redup. Tidak seperti Dewa yang biasanya bertingkah. Mungkin Dewa sedang banyak pikiran atau kelelahan menghadapi pekerjaan seharian. Kondisi orang sedang dalam tekanan memang membuatnya berbeda seperti biasanya.

"Nggak usah, Bang. Gue naik ojol aja. Lagian apartemen gue deket."

"Bareng aja biar sekalian. Searah juga, kan?"

Nivriti berpikir sejenak. Tidak biasanya Dewa memberinya tumpangan. Walaupun dalam posisi Arsen sedang tidak ada di tempat, Dewa tidak pernah menawarinya pulang bersama. Tapi tidak masalah, Nivriti menghargai kebaikan seseorang. Maka dia tidak keberatan menerima ajakan Dewa.

"Hari ini gue bawa mobil. Nggak jauh beda sama Arsen, kan?" cetus Dewa saat mereka melangkah menuju basement.

"Eh?"

"Nggak cuma dia, gue juga bisa."

Nivriti tidak paham apa yang Dewa maksud. Pria itu juga tidak banyak bicara seperti biasanya. Sepanjang jalan hanya keheningan yang dirasa. Lama-lama Nivriti merasa tidak nyaman. Suasana di dalam mobil sangat dingin padahal pengatur suhu sudah dinyalakan dengan pas.

Untuk mengalihkan perhatian, dia bermain ponsel. Berkirim pesan dengan Arsen dan sesekali tertawa membaca balasan pesan dari kekasihnya itu. Hingga tidak terasa Dewa sudah menghentikan mobil di depan apartemen Nivriti.

"Eh, udah sampai, ya? Makasih, Bang." Nivriti melepas sabuk pengaman, bersiap segera turun.

"Lo nggak nawarin gue mampir?" tanya Dewa.

"Wah, sorry Bang. Udah malem, lagian gue capek banget mau langsung tidur. Kayaknya lo juga butuh istirahat," jawab Nivriti agak terkejut.

"Meskipun capek, lo tetap ngizinin Arsen mampir, kan? Kenapa sama gue nggak boleh?"

Nivriti melongo. Sepertinya ada yang salah dengan otak Dewa sehingga dia berpikir begitu. Dewa bukanlah Dewa yang Nivriti kenal dalam keseharian. Pria itu bersikap layaknya orang asing. Seolah ada pembatas yang membuatnya bersikap sangat kaku.

"Lo kenapa, sih? Sorry, gue lagi capek banget nggak pengin debat. Oh ya, makasih tumpangannya," ucap Nivriti seraya buru-buru keluar dari mobil. Membanting pintu kemudian berlari cepat menuju unitnya.

Tiba di apartemen, Nivriti menelepon Arsen. Menceritakan pengalaman barusan. Menceritakan keanehan-keanehan yang ia alami belakangan ini. Matanya tertuju pada jendela yang sedikit terbuka. Seingatnya tadi pagi sebelum berangkat ke kantor, semua jendela sudah ditutup. Jangan-jangan ada penyusup yang mengincarnya. Nivriti buru-buru menutup jendela.

"Kamu udah kunci semua pintu dan jendela, Vi? Jangan ke mana-mana ya, nanti aku ke tempat kamu. Kamu udah lapor satpam, kan?" tanya Arsen dari seberang.

"Udah eh, tapi emangnya kamu udah di Jakarta?" Nivriti mengawasi sekitarnya. Posisi perabotannya masih rapi dan tetap seperti semula. Tidak ada yang berubah. Kecil kemungkinan ada penyusup masuk.

"Masih di Puncak, macet banget."

"Ya udah, hati-hati, Sen."

Percakapan berakhir ketika bel berbunyi. Nivriti terlonjak. Dia memeriksa lubang intip di pintu untuk memastikan siapa tamu yang mengunjunginya malam itu. Bola mata Nivriti melebar mendapati Dewa berdiri dari balik pintu. Nivriti ragu meskipun pada akhirnya dia melebarkan pintu untuk pria itu.

"Kenapa, Bang? Kok lo tahu unit gue?" seru Nivriti kesal.

"Gue tanya satpam. Nih, outer lo ketinggalan," tukas Dewa datar.

"Astaga, gue lupa. Makasih, Bang."

Tanpa mengucapkan sepatah kata, Dewa berbalik melangkah menuju lift. Pria itu sama sekali tidak menoleh membuat Nivriti curiga sekaligus khawatir. Nivriti segera mengunci pintu dan masuk ke kamar.

Untuk menghilangkan rasa aneh yang menghantui, dia membuka laptop mencari informasi tentang kontes fotografi yang diikuti. Sayangnya, kali ini dia belum beruntung. Walaupun tidak masuk daftar nominasi, Nivriti tidak akan lepas dari kecanduan menangkap potret bangunan terbengkalai. Dia akan memepertahankan ciri khasnya dan membuat hasil karyanya diakui dunia.

Nivriti membuka website berisi kumpulan koleksi fotonya. Dia melihat satu per satu koleksi foto yang dimilikinya sejak bergabung dengan komunitas. Sudah lama Nivriti tidak terlibat aktif dengan kegiatan komunitas. Akibat kesibukan pekerjaan, selama ini dia hanya bisa berbalas pesan di grup WhatsApp saja.

"Eh, ini kan foto benteng itu, ya?" gumam Nivriti ketika sebuah foto yang ia dapatkan di benteng daerah Bandung beberapa waktu lalu ia kunjungi bersama Arsen.

Memperbesar gambar, Nivitri memerhatikan dinding benteng yang banyak terdapat coretan kumpulan huruf serta angka berukuran kecil dan besar dengan pola tak beraturan. Semakin diperhatikan, ada yang aneh dari coretan itu. Nivriti tidak paham, tapi coretan itu sangat mencolok daripada lainnya.

Dia memperbesar gambar hingga ukuran maksimal. Mulutnya membulat saat mendapati coretan itu semakin jelas. Tetap saja Nivriti tidak paham maksudnya.

ヘルプ

"Halo, kamu udah sampai mana, Sen?"

"Aku udah di tol, nih. Kamu nggak apa-apa, kan?" Suara Arsen terdengar panik.

"Nggak apa-apa, tapi aku nemuin sesuatu yang aneh. Malam ini kamu langsung balik aja, nggak usah mampir. Besok aku ceritain."

Nivriti menguap usai menutup pembicaraan. Matanya sangat lelah, tapi dia ingin mandi air hangat. Dia mematikan laptop sebelum beranjak ke kamar mandi. Namun beberapa saat kemudian, laptopnya menyala sendiri. Layarnya menunjukkan potret coretan tak beraturan yang tadi dibuka Nivriti.




Ada yang tahu itu tulisan apa?






28.02.2022 

Hidden ObjectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang