Tiga Belas

365 101 10
                                    

"Aku baru tahu kalau kakekmu bule, Sen. Soalnya wujudmu nggak kayak bule. Orangtuamu juga Indonesia banget. Saudara-saudaramu juga nggak ada yang cetakan bule. Kok bisa gitu, sih?" komentar Nivriti saat membuka koleksi foto keluarga Arsen di ponsel pria itu.

"Karena waktu nenek menikah sama kakek, Papaku udah lahir. Jadi keturunan bulenya itu menurun ke adiknya Papa. Coba kamu lihat sepupuku yang barusan nikah itu. Dia look-nya bule banget. Bentar."

Arsen menunjukkan foto-foto pernikahan sepupunya di Bintaro tempo hari. Nivriti mengamati dengan takjub potret keluarga besar itu. Walaupun kakek Arsen sudah meninggal, jejak warisan gennya terlihat melekat kuat. Rambut setengah pirang, kulit putih, seperti artis-artis keturunan Indo.

"Sayangnya kamu nggak punya darah bule ya, Sen. Coba kalau ada entar anak-anak kita pasti cakep banget, deh," cetus Nivriti masih menatap kagum foto di layar ponsel itu.

Anak-anak kita .... Nivriti sering melontarkan umpan dan Arsen paham. Sudah berapa kali pembicaraan seperti ini dibahas.

"Ehem." Arsen berdeham lantas merangkul pundak Nivriti. "Nggak perlu punya darah bule pun aku yakin anak-anak kita entar bakal terlahir cakep. Soalnya bapak ibunya udah cakep. Lihat aja nanti mereka bakal jadi primadona."

"Halu mulu sih, Sen," tawa Nivriti sambil menyikut perut Arsen. "Eh, aku jadi penasaran sama masa mudanya kakek kamu. Kamu ada fotonya nggak?"

Kakek Arsen sudah meninggal saat Arsen memasuki usia sekolah menengah. Barangkali Arsen tidak pernah menceritakan identitas sang kakek karena dia tidak terlalu akrab dengannya. Malam itu ketika Nivriti mampir ke rumah Arsen tiba-tiba kekasihnya itu menyampaikan kisah tentang kakeknya. Kan Nivriti jadi penasaran.

"Kayaknya ada di album foto, deh. Bentar, ya."

Nivriti mengangguk. Tentu saja dia sangat antusias. Segala sesuatu yang berkaitan dengan masa lampau selalu menarik perhatiannya. Selama Arsen mencari album foto, Nivriti terus memandangi potret-potret di ponsel kekasihnya. Masih tidak menyangka ternyata Arsen penuh kejutan. Masih banyak sisi lain yang tidak Nivriti ketahui.

"Nih, aku nemu foto nikahannya Kakek sama Nenek. Jadul banget, kan?"

"Lihat, dong."

Nivriti memangku album foto yang disodorkan Arsen. Kumpulan foto-foto usang sebagian dicetak hitam putih dan berwarna menarik minat Nivriti. Meskipun teknologi belum canggih, tapi pada masa itu objek-objek bidikan kamera tergambar jelas. Mengamati wajah pria bule di album foto itu memutarbalikkan memori Nivriti. Sesaat dia tertegun. Wajah itu tampak familiar, tapi Nivriti tidak mau menghakimi.

"Kakekmu namanya siapa, Sen?" tanya Nivriti, mulutnya bergetar.

"Hm, siapa ya? Kalau nggak salah Edward van Houvell. Ya, Nenek pernah sebut nama itu," jawab Arsen sambil mengetuk-ngetukkan jarinya di dagu.

Mata Nivriti memejam sebentar. Semua ini terjadi bukan kebetulan, kan? Mulai dari teror misterius yang mendatangi hingga energi beda dimensi yang mengikuti. Semua yang dialami pasti ada keterkaitan dari berbagai sisi. Setelah mendengar nama kakek Arsen, Nivriti jadi memiliki teori sendiri. Nivriti menatap wajah Arsen lantas mendalami matanya.

"Kenapa?" tanya Arsen agak salah tingkah. Dia tidak pernah ditatap Nivriti dengan cara begini.

"Aku belum cerita pacarnya Artini namanya siapa, kan? Yang orang bule itu."

"Siapa?" Arsen menyipitkan mata.

Sambil menarik napas panjang, Nivriti menatap album foto itu. Telunjuknya mengusap potret-potret di sana. Memastikan bahwa wajah pria di dalam foto adalah pria yang sama dengan pria yang pernah ia jumpai saat penjelajahan di alam bawah sadarnya. Memang ada banyak wajah di dunia ini yang mirip, tapi tidak ada yang mendekati kemiripan nyaris seratus persen begini.

"Houvell, tentara Belanda pacarnya Artini. Gara-gara serbuan Jepang, mereka terpisah. Pas lihat foto kakekmu, kurasa dia orang yang sama dengan pacarnya Artini," ucap Nivriti lirih.

"Masa, sih?"

"Kamu percaya sama aku, kan?" Nivriti kembali menatap Arsen. Dia ingin mencari pembenaran dari sorot mata kekasihnya. Dia tahu Arsen selalu mendukungnya.

"Percaya, Vi. Tapi bagaimana bisa kamu yakin itu masa mudanya kakekku? Yah, maksudku kamu pernah mengalami semacam astral projection ya, tapi bisa aja yang kamu lihat itu orang lain kebetulan mirip aja sama kakek."

"Tuh, kan kamu pasti nggak percaya. Houvell ini pacarnya Artini. Kurasa Artini punya dendam sama kakekmu yah, semacam urusan yang belum selesai. Dia sekarang muncul lagi minta pertanggungjawaban. Makanya dia gangguin aku terus, Sen."

Arsen menggaruk kepalanya. Teori yang diungkapkan Nivriti terdengar fiktif, orang-orang awam zaman sekarang tidak bakal percaya dengan ungkapannya. Namun, Arsen tidak habis pikir kenapa Nivriti bisa mengaitkan hal tersebut dengan kakeknya? Kakek tiri lebih tepatnya.

"Kalau emang begitu harusnya Mama udah tahu sebelumnya dong, Vi. Tapi Mama nggak pernah cerita apa pun," sahut Arsen.

"Aku nggak tahu, tapi aku yakin orang yang aku lihat itu kakekmu. Habis ini pasti bakal ada yang aneh-aneh lagi, deh. Gara-gara kamu, sih," gerutu Nivriti sambil melempar album foto itu ke atas meja.

Arsen tidak berkutik. Lebih baik dia diam tidak membalas kekesalan Nivriti. Padahal dia tidak tahu apa-apa, tapi justru menjadi objek pelampiasan. Arsen bingung kenapa Nivriti memberikan penghakiman demikian terhadapnya, tapi dia juga penasaran seandainya memang benar kenapa kakeknya menjadi bagian dari situasi yang aneh ini. Beruntung orangtua Arsen sedang tidak ada di rumah, apalagi kalau mamanya tahu soal ini dia bisa diceramahi.

"Belum pasti juga, kan. Siapa tahu mirip doang. Lagian belum ada buktinya," ucap Arsen.

"Aku tahu kamu bakal belain kakekmu, tapi dia bukan kakek kandungmu, Sen. Buat apa kamu belain dia. Kamu nggak punya garis keturunan langsung dari Houvell itu!"

"Berarti kalau aku nggak punya garis keturunan langsung harusnya nggak ada hubungannya, dong. Itu cuma hantu iseng nggak ada maksud tertentu. Kamu terlalu banyak berkonspirasi. Udahlah, Vi. Nanti kita cari cara lain, ya."

Nivriti melongo. Tidak biasanya Arsen berseberangan dengannya. Untuk perkara demikian Arsen selalu berada di pihaknya. Tetapi kali ini pria itu terlihat menentang. Barangkali dia terbawa emosi karena kakeknya disebut berkaitan dengan hantu gentayangan. Meski Arsen mengelak, Nivriti yakin Houvell itu adalah kakek tiri Arsen.

"Kok kamu sewot banget."

"Nggak, maksudku kamu nggak usah panik karena aku nggak punya garis keturunan langsung dari kakek Houvell. Nggak ada kepentingannya sama aku apalagi kamu."

Iya, harusnya memang begitu. Kalau benar peristiwa ini tidak ada hubungannya, seharusnya setelah hari itu tidak muncul teror lagi. Sejak awal memang tidak ada yang menghampiri. Nyatanya yang datang malah terus berlanjut. Bahkan Nivriti sampai pingsan di kantor.




22092022

Hidden ObjectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang