06 - II

1.6K 205 8
                                    

"Someone should be responsible for all of this, isn't it? Even if it's not the real culprit."

******

Keesokan harinya, wajah Ray terpasang di lembaran pencarian buronan. Saat Ini berbagai pihak berusaha mencari Ray yang diduga merupakan dalang dari peristiwa tadi malam. Menurut dakwaan yang dituduhkan, Ray paling tidak akan dihukum setidaknya 7 tahun penjara.

Dakwaan tersebut yakni: penerobosan bangunan pemerintahan, perusakan fasilitas milik negara, dan pencurian data rahasia milik intelijen.

"Menurut laporan wartawan di tempat kejadian, bangunan BIN baru saja diterobos tadi malam. Salah satu ruangan di lantai 4 juga diledakkan untuk menghilangkan barang bukti. Polisi sudah memasang poster buronan dari tersangka pelaku semalam. Kepala polisi menyatakan pelakunya merupakan laki-laki berusia 18 tahun bernama Ray Wiradinata." Suara presenter berita di televisi terdengar di ruang tamu rumah Lizz.

Lizz mendengar berita itu sambil sibuk mengganti perban luka tembak di lengannya. Lukanya masih mengeluarkan darah dan terasa nyeri saat digerakkan. Namun, Lizz tidak bisa melewatkan sekolahnya. Kasus Ray cukup menyita perhatian dimana-mana. Jika hari ini ia tidak masuk sekolah, para polisi yang datang menyelidiki murid-murid di sekolah pasti akan mendatangi rumahnya dan menimbulkan masalah yang lebih besar.

Lizz mengikat perbannya erat-erat agar darah dari lukanya tidak merembes. Ikatan itu menahan darah yang mengalir, tetapi ikatan itu juga menambah rasa sakit di lengan Lizz. Untung saja Lizz sudah terbiasa dengan luka seperti itu. Bahkan dengan luka seperti itu, ekspresi wajah Lizz tidak menunjukkan rasa sakit sedikitpun. Ekspresi wajahnya tampak datar.

Setelah memasukkan buku ke dalam tas, Lizz segera berangkat sekolah. Sesuai perkiraan Lizz, banyak polisi yang mendatangi sekolahnya. Saat jam pelajaran, satu per satu murid dipanggil untuk ditanyain oleh polisi. Mereka bertanya tentang Ray dan identitas para siswa. Para siswa kebanyakan hanya mengetahui Ray Sebagai ketua geng di sekolah. Hal itu membuat penyelidikan polisi di sekolah tidak membuahkan hasil. Akhirnya, mereka memutuskan untuk menyelidiki dari pihak keluarga Ray.

Lizz menatap mobil polisi yang melaju meninggalkan perkarangan sekolah dari balik jendela kelas. Ia hanya menatap sekilas lalu mengalihkan pandangannya ke arah buku di atas meja. Diam-diam sudut bibir Lizz terangkat beberapa derajat. Tidak satupun orang menyadari perubahan ekspresi Lizz. Kebanyakan murid di kelas Lizz terlalu sibuk mengerjakan soal kalkulus untuk bisa memperhatikan Lizz.

Di tengah suasana mencekam oleh suara jarum jam yang semakin mendekati waktu pengumpulan tugas kalkulus, Lizz maju ke depan meja guru dan meminta izin ke toilet. Lizz berjalan ke toilet dengan buru-buru. Matanya melirik lengannya dengan pandangan cemas. Dia merasa darah dari lukanya mulai mengalir dari perban yang diikatnya.

Setibanya di bilik toilet, Lizz langsung memutar kunci pintu dan membuka seragamnya. Untung saja darahnya belum mengenai seragamnya.

"Huhhh." Lizz mendesah lega. Dia sudah bisa memikirkan betapa pusing dirinya jika darahnya mengenai seragam. Masalahnya adalah mencari alasan jika ada yang bertanya. Jika saja lukanya di kaki, Lizz bisa saja beralasan dia sedang haid. Akan tetapi, jika noda darahnya berada di lengan alasan itu akan terdengar tidak masuk akal bukan?

Lizz melepas perbannya yang kini basah oleh darahnya. Perban itu dicuci oleh Lizz lalu dimasukkan ke tempat sampah. Setelah itu, Lizz merobek celana yang dipakainya di balik rok untuk menjadi perban barunya.

"Apabila polisi-polisi itu tidak datang, segalanya pasti akan lebih mudah, " keluh Lizz. Dikarenakan para polisi itu datang, Lizz terpaksa tidak membawa perban. Dia takut polisi itu akan menggeledah barang-barang murid dan menemukan gulungan perban di tasnya. Mau tidak mau dia harus menjadikan kain apapun itu menjadi perban penggantinya.

Setelah mengikat robekan kain di lengannya, Lizz memakai seragamnya dan kembali ke kelas.

"Lizz, kok lo lama banget ke toiletnya? Lo sekalian kabur dari pelajarannya Bu Viska ya?" tanya Angel, Lizz hanya tersenyum menanggapi pertanyaan itu.

"Tau gitu gue mending ikut lo ke toilet. Daritadi gue cuma bisa pasrah ngeliatin soal doang, " Hana menambahkan dengan nada frustasi.

"Aku tidak mungkin mengajak kalian. Bahkan jika kalian mengikutiku ke toilet, aku tidak akan membiarkannya, " gumam Lizz di dalam hati.

****

Ray berjalan sempoyongan memasuki kota. Dia bingung saat melihat banyak orang menatap ke arahnya dengan pandangan aneh.

"Itu dia! Orang yang ada di berita, " ujar orang di samping Ray, orang di depannya mengangguk setuju. Ray yang mendengar itu mengernyitkan dahi bingung.

"Berita? Berita apa?" Batinnya bertanya-tanya.

Beberapa orang mulai berbisik satu sama lain dan tampaknya orang-orang mulai tertarik mendekat. Mereka menatap Ray dengan teliti. Setelah memastikan identitas Ray, salah satu orang dari kerumunan itu menelpon polisi.

Ray yang merasa ada yang salah segera berlari menjauhi kerumunan orang. Walaupun dia tidak bisa mendengar orang yang menelpon polisi itu, tetapi intuisi Ray mengatakan bahwa dirinya dalam bahaya. Orang-orang mulai berteriak saat dia berlari.

"Dia kabur!!"

Ray berlari ke sebuah toko toserba. Di sana Ray mendapat perlakuan yang sama. Di sana petugas kasir menelpon polisi untuk melaporkan Ray. Bedanya kali ini Ray dapat mendengar isi percakapan petugas kasir itu dengan polisi.

"Halo! Selamat siang, Pak! Saya ingin melaporkan keberadaan buronan yang sedang dicari oleh pihak kepolisian. Orang itu adalah tersangka yang diberitakan di berita tadi pagi, Pak."

Ray langsung kaget saat mendengar pembicaraan si petugas kasir itu.

"Bagaimana mereka bisa tahu aku melanggar hukum? Dalam semalam aku menjadi buronan. Apa yang terjadi?" Ray bertanya-tanya.

Pasalnya, Ray memang sering melanggar hukum. Mulai dari kepemilikan senjata ilegal, aksi tawuran, sampai penyaluran obat-obatan terlarang. Namun, sejauh ini perbuatannya belum pernah terungkap ke pihak kepolisian. Hal itu yang membuat Ray sangat bingung. Sambil bersembunyi di balik mobil dekat toserba, Ray memikirkan apa yang terjadi padanya.

Kepalanya mulai berpikir aneh-aneh. Dari kemungkinan temannya mengkhianatinya atau bos mafia yang membuangnya ke polisi. Saat itu, Ray melihat layar iklan elektronik yang menayangkan poster buronannya. Di poster itu ada nama, foto, dan kejahatan yang dilakukannya.

Ray memicingkan matanya untuk membaca kata-kata yang tertera pada poster itu.

"Kejahatan titik dua menerobos dan meledakkan bangunan pemerintah, serta mencuri data rahasia milik intelijen." Ray membaca kata demi kata.

"Meledakkan?!!" Ray terheran-heran. Dia membaca ulang kata-kata di poster itu untuk memastikan apa yang dilihatnya.

Seingat Ray, terakhir kali dia jatuh pingsan. Dia mengakui bahwa dia menerobos dan mencuri data rahasia, tetapi dia tidak meledakkan apapun. Ditambah lagi dia bahkan tidak memegang data rahasia yang diambilnya dari loker malam itu. Data rahasia itu diambil saat dirinya jatuh pingsan.

"Orang terakhir yang ada do dekatku saat aku jatuh pingsan... LIZZ!!" Mata Ray membelalak kaget saat mengingat apa yang terjadi.

"Dia pasti mengambil dokumen dan meledakkan ruangan itu untuk menghapus jejaknya." Mata Ray berubah penuh amarah.

"Lihat saja, Lizz. Aku tidak akan tinggal diam." Suaranya berubah berat. Ekspresi wajah Ray berubah menjadi gelap.

To Be Continue

Udah lama banget gak update....
Maaf ya author lama update. Semoga suka sama update-an kali ini. See you later!!!

HEROIC GIRLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang