07 - II

1.3K 165 9
                                    

(*xxxx*): kata di dalam tanda kurung adalah terjemahan

"She is so beautiful." kata Camille pada pria bermata biru pucat di sebelahnya.
(*Dia sangat cantik*)

"Of course, she is. But you can't do that again. That's dangerous." balas pria itu.
(*Tentu saja, dia cantik. Tapi, kamu tidak boleh melakukan itu lagi. Itu berbahaya.*)

"I wish I could raise her by myself, Alex." mata Camille terlihat berkaca-kaca.
(*Aku harap aku bisa membesarkannya sendiri, Alex.*)

"We did the right thing, Cam. We keep her safe." Pria bernama Alex itu mengusap bahu Camille.
(*Kita melakukan hal yang benar, Cam. Kita menjaganya tetap aman.*)

"But, I think she can protect herself right now. Maybe we can live together with her." Camille membujuk Alex.
(*Tapi, aku pikir dia bisa menjaga dirinya sekarang. Mungkin kita bisa tinggal bersama dengannya.*)

"And make her in more danger? She just got into normal high school. I don't want to mess with it. Actually, I want her to be like ordinary girl." Tolak Alex mentah-mentah
(*Dan membuatnya lebih dalam bahaya? Dia baru saja masuk ke sekolah normal. Aku tidak mau mengacaukannya. Sebenarnya, aku mau dia menjadi gadis normal.*)

"So, what we have to do?" tanya Camille.
(*Jadi, apa yang harus kita lakukan?*)

"I will to talk to the chief about Lizz's replacement. This is the time for her to live a normal life."
(*Aku akan bicara pada kepala organisasi tentang pemecatan Lizz. Ini adalah waktu untuknya menjalani kehidupan normal.*)

********


Keesokan harinya, Lizz bangun pukul 6 pagi. Setelah bangun, Lizz langsung bersiap menuju sekolah. Dalam waktu sepuluh menit, Lizz sudah mandi dan mengenakan seragam sekolahnya. Lizz pun keluar dari kamar dan langsung berhadapan dengan Ryan yang sudah menunggunya di depan pintu.

"Lizz, apa semua baik-baik saja?" Tanya Ryan memulai percakapan.

"Tentu saja," jawab Lizz.

Ryan yang kelihatan tidak puas dengan jawaban singkat Lizz memutuskan untuk bertanya lagi, "Tapi kenapa kemarin wajahmu terlihat kalut?"

"Tidak apa-apa. Aku hanya lelah sehabis menempuh perjalanan jauh." Lizz menjawab Ryan dengan jawaban diplomatis.

Ryan masih tidak puas dengan jawaban Lizz. Namun, saat melirik jam dinding Ryan memutuskan untuk melanjutkan pembicaraannya dengan Lizz di lain waktu. Ryan pun berjalan menuju ruang depan diikuti Lizz.

Sesampainya di ruang depan, Ryan berjalan ke meja dan memberikan tempat makan berisi dua roti selai pada Lizz, "Kau harus mengisi perutmu. Aku lihat, kau belum makan dari kemarin malam."

Lizz memasukkan dua roti selai itu sekaligus ke dalam mulutnya. Kedua pipinya menggelembung karena mulutnya penuh. Namun, Lizz tidak peduli. Dia melanjutkan langkahnya ke garasi dan langsung masuk ke mobil.

Ryan yang mengikuti Lizz di belakang pun tampak mengulum senyum. Lizz dengan kedua pipi menggelembung tampak begitu lucu. Ryan masuk ke kursi depan sebelah kiri. Lalu ia duduk dan menunggu Lizz memutar kunci dan menyalakan mesin mobil.

Saat Lizz hendak menginjak pedal gas, Ryan menggeleng-geleng kepala dan menahan setir mobil.

Lizz mengangkat kedua alisnya menanyakan tingkah Ryan yang aneh. Dia tidak bisa bicara karena kedua mulutnya masih sibuk mengunyah roti selai tadi.

HEROIC GIRLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang