01- II

6.6K 680 9
                                    

Lizz sampai di sekolah satu menit setelah bel sekolah berbunyi. Pagar sekolah sudah tertutup rapat

"Amazing! I already here but I can't get in."

Lizz tidak menyerah, dia....

*****

Dia menatap gerbang sekolah berwarna hitam yang berdiri kokoh menjulang. Kira-kira tinggi gerbangnya sekitar 5 meter. Untuk ukuran gerbang sepertinya itu cukup tinggi dibanding bangunan di sampingnya.

Lizz mengangkat rok sekolahnya yang sebatas lutut, lalu memanjat gerbang itu tanpa kesulitan. Untung saja, tadi Lizz sempat memakai celana training di balik rok sekolahnya.

Setelah memanjat sisi luar gerbang, Lizz bersalto ke sisi dalam gerbang tersebut. Kemudian melompat ke aspal. Sehabis memanjat, Lizz merapikan seragamnya dan berjalan tegak menuju kelasnya. Lizz tidak menyadari di dekat gerbang terdapat kamera CCTV yang merekam semua aksinya tadi.

Walaupun gerbang telah ditutup, tetapi suasana kelas masih ramai oleh murid-murid yang mengobrol. Jam pelajaran juga belum dimulai.

5 menit kemudian, guru pelajaran pertama memasuki kelas. Murid-murid yang tadinya berkumpul untuk mengobrol berjalan malas ke arah kursi mereka masing-masing.

Ketua kelas memimpin memberi salam kepada guru lalu murid-murid duduk kembali. Sebelum membahas pelajaran, guru matematika itu memanggil Lizz ke depan kelas.

"Coba perkenalkan dirimu!"

"Nama saya Lizz Gizell Corrounne, mohon kerja samanya!" Ucap Lizz dengan formal.

Walaupun cara memperkenalkan dirinya berbeda dari murid kebanyakan, tetapi tampaknya  murid kaum adam di kelasnya tidak memperdulikan hal itu. Mereka sibuk memperhatikan penampilan Lizz yang memiliki darah asing di tubuhnya. Darah dari orangtuanya yang merupakan etnis campuran itu membuat Lizz memiliki iris mata berwarna hijau kecoklatan yang unik. Setiap murid di kelasnya terpana oleh mata Lizz yang sangat unik itu.

Bu Desi, guru matematika itu akhirnya menyuruh Lizz kembali ke tempat duduk karena kondisi kelas yang ribut akibat banyaknya murid kelas yang mayoritasnya laki-laki ingin berkenalan dengan Lizz. Pelajaran pun dilanjutkan seperti sediakala. Bu Desi menjelaskan materi kalkulus pada bab baru.

Lizz memperhatikan pelajaran tanpa memalingkan pandangan. Dia berusaha menyerap informasi seteliti mungkin. Dia sesekali mencoret-coret buku catatannya dan mencatat kesimpulan yang didapatnya. Setelah ia merasa mengerti sepenuhnya, Lizz membuka buku soal dan mempraktekkan rumus yang dipelajarinya untuk mengerjakan soal.

Lizz tenggelam dalam soal-soal itu. Seluruh konsentrasinya dia curahkan untuk mengerjakan soal-soal tantangan yang ada di buku soal. Dia memusatkan konsentrasinya seperti saat dia menarik pelatuk pistol ke arah musuh. Setelah puas, Lizz meletakkan alat tulisnya dan menutup buku soalnya.

"Anak-anak, kerjakan soal di buku halaman 25 latihan IV dan V! Dua puluh menit lagi hasilnya akan disimpulkan." Kata Bu Desi sebelum keluar meninggalkan kelas.

Lizz melihat soal halaman 25 latihan IV dan V. Ternyata tadi, dia sudah mengerjakan semua soalnya. Jadi, sekarang dia tidak punya tugas sama sekali. Lizz menelungkupkan kepalanya di meja. Jarinya mengetuk-ngetuk meja saking bosannya.

Tak lama terdengar suara ribut-ribut yang sepertinya berasal dari luar sekolah. Kemudian, Bu Desi kembali ke kelas dengan wajah panik, "Jangan ada yang keluar kelas! Diluar ada tawuran."

Suara ribut itu terus terdengar dan membuat Lizz penasaran. Dia membuka jendela kelas dan melompat keluar ke halaman. Banyak teman-teman sekelas Lizz yang mencoba mencegahnya, tapi Lizz tetap melanjutkan niatnya. Lizz berlari menuju gerbang dan melihat kerumunan murid sekolah yang berlari sambil mengacungkan berbagai senjata. Ada yang melempar batu, membawa pisau, sampai ada yang memutar-mutar gir motor.

Kebanyakan orang pasti bergidik ngeri saat menghadapi suasana itu. Tetapi bagi Lizz suasana di depannya sudah biasa. Dia sudah pernah menghadapi tentara yang haus darah, machinegun full auto, dll yang jauh lebih membahayakan dari ini. Pasukan dari SMA Erlangga sendiri sudah bersiap melawan musuhnya di gerbang. Mereka sudah membawa senjata masing-masing. Masing-masing pemimpin pasukan sekolah berdiri di depan pasukannya siap bertempur.

Lizz menyelinap diantara kerumunan pasukan SMA Erlangga untuk mendekati gerbang. Dari sela-sela gerbang, murid dari sekolah musuh mengacungkan pisau mereka mencoba menjangkau musuh. Lizz melompat memanjat gerbang itu dengan cepat. Tindakannya itu membuat pemimpin pasukan SMA Erlangga dan SMA Radial menaruh perhatiannya pada Lizz. Mereka terperangah melihat seorang siswi berada di atas gerbang di tengah-tengah situasi seperti ini.

Pemimpin pasukan SMA Erlangga yang merupakan senior kelas 3 melihat seragam Lizz dan berteriak, "Woi, turun! Bahaya!"

Mendengar itu Lizz turun dari atas gerbang, tapi dia bukan turun ke sisi dalam gerbang. Lizz turun ke sisi luar gerbang dan berhadapan langsung dengan pasukan SMA musuh. Pemimpin pasukan SMA Radial mengangkat tangannya dan mengisyaratkan pasukannya untuk diam.

"Mau nantang?" Tanyanya pada Lizz.

"Bisa jangan kayak gini? Yang lagi belajar terganggu sama aktivitas kalian." Kata Lizz.

Murid-murid dari SMA Radial tertawa mendengar kata-kata Lizz. Bagi mereka, Lizz seperti tikus yang menantang sekumpulan harimau.

Pemimpin pasukan SMA Erlangga menepuk dahinya, "Itu cewek cari mati atau gimana sih?"

Lizz menatap tajam murid-murid dari SMA Radial. Di otaknya muncul sebuah seperangkat rencana untuk menumpas murid-murid SMA Radial itu. Dalam hati, Lizz menghitung waktu yang diperlukannya untuk menghabisi kumpulan murid-murid di depannya, "Gue kasih waktu 3 menit buat kalian pergi dari sini! Kalo gak, kalian berhadapan sama gue."

Lizz mencoba memikirkan senjata yang tidak melukai secara fatal. Jika dia memakai pisau, nanti bisa-bisa jadi pembunuhan massal. Akhirnya pilihan Lizz jatuh pada  stick pemukul bisbol. Dia mengambil pemukul bisbol milik salah satu murid SMA Radial, tapi tidak ada satupun yang memperdulikannya. Murid-murid SMA Radial tidak menganggap Lizz sebagai sebuah ancaman, bahkan ketika dia mempunyai senjata sekalipun mereka tampak tak acuh.

Waktu 3 menit yang diberikan Lizz tinggal tersisa 15 detik. Lizz mulai menghitung mundur," 15..14..13..12..11..10..9..8..7..6..5..4..3..2..1.."

"I am sorry Mr. Aldrich. I think I can't make a good impression on my first day." Batin Lizz sambil mengambil ancang-ancang untuk bergerak.

Lizz mengangkat pemukul bisbolnya...

TBC

Sorry for typo
Thx for reading
Vote comment share

See you soon

HEROIC GIRLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang