"Ai ... kita nikah, ya?"Vernon meminta dengan tulus, meski wajah dinginnya menyiratkan kekhawatiran yang mendalam.
Ia duduk di ambang pintu. Sedangkan Vanya terdiam di dalam sudut rumah.
Kondisi Ailee Zevannya, memburuk. Ia hidup sebatang kara di kontrakan ini. Saat ini, wajahnya dipenuhi air mata. Entah berapa lama ia telah menangis histeris secara tiba-tiba. Ia sendiri pun tidak mengerti, mengapa bisa seperti ini.
Dulu, ia memang memiliki emosi mendadak yang tidak terkendali untuk menyakiti orang lain tanpa disadari. Namun, sekarang, ia sering menangis tiba-tiba, seperti penderita hypophrenia.
"Ai ... aku bakal melindungi kamu. Semuanya akan baik-baik saja," ungkap Vernon yakin.
Vanya memandang sendu wajah Vernon. Ia ingat, dulu tanpa sadar pernah melayangkan belati pada pria itu di UKS sekolah.
Pria itu selalu menjaga dan melindunginya sedari dulu, bahkan, membantunya terbebas dari kepolisian.
Ia sangat beruntung, ada Vernon Adrich di hidupnya yang gelap ini.
"Non, kita masih muda." Vanya menghapus sisa-sisa air mata di wajah. "Anda jangan buru-buru mau 'begitu', dong," protesnya sambil tersenyum jail.
Ah, dia Ailee Zevannya Juand. Tidak ada yang berubah dari sikapnya semasa sekolah dahulu; bobrok, ucapan tanpa filter, serta otak yang suka berpikir ekstrem.
"Astaghfirulloh, Ai." Vernon terlihat sabar sekali. Ya, ia sudah sangat mengenal gadis itu. Jadi memang tidak perlu kaget lagi dengan responsnya. "Aku gak akan bisa tenang ninggalin kamu sendirian di tempat ini. Kita nikah, ya?"
"Nanti saya bakal tinggal sama Aya, tenang aja," jawab Vanya santai.
Vernon tetap berusaha meyakinkan gadis itu. "Ai, Aya tidak bisa bela diri. Nanti kalau tanpa sadar kamu ...."
"Oke, misalnya nanti kita nikah, terus kalau tanpa sadar saya menyerang Anda?" tanyanya karena mengerti apa yang dikhawatirkan Vernon jika ia tinggal bersama Aya, sahabatnya itu.
"Aku bisa menahan kamu." Vernon menatap, bersungguh-sungguh. "Maksud aku, hanya untuk menjaga kamu. Selebihnya, kamu tetap bebas seperti gadis lain, jika hal yang menyangkut status menikah membuat kamu tidak nyaman."
Vanya terdiam sejenak. Meski ia gadis mandiri, dan bisa mengandalkan diri sendiri, tetapi tidak bisa dibohongi ada sesuatu yang salah di dalam dirinya.
Kesendirian membuat masa lalu bebas menerornya kapan saja. Ia semakin terpuruk, dan tidak bisa mengendalikan diri sendiri.
"Kenapa Anda sebodoh ini, selalu berkorban untuk saya?"
"Ailee ...." Vernon melemparkan tatapan lembut, meski posisi gadis itu berjarak jauh darinya. "Kamu sahabat aku."
"Karena saya sahabat Anda ...," ia berpikir sejenak, "termasuk perihal menikah?"
"Hm, itu ada sedikit maksud lain," jujurnya. Kemudian, ia tertunduk malu.
"Anda yakin, kita nikah?"
Vernon pun mengangguk mantap. "Aku janji gak bakal aneh-aneh, ataupun nyusahin kamu. Aku hanya ingin jagain kamu, Ai."
"Oke! Eh, tapi jangan tiba-tiba minta anak, ya!" serunya sambil tertawa.
Vernon tersenyum kecil menahan malu. Vanya memang selalu seperti itu. Namun, banyak hal lain yang membuatnya mencintai gadis ini, sedari dahulu.
Bagaimanapun, ia tahu, jika gadis ini baik, dan bisa menyeimbanginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hazards of Love
Mystery / Thriller[Sebelum baca, follow Setiga dulu sabi kali, ya.😎] Sequel dari Indicator of Love. Mereka salah!!! Masing-masing mereka, justru tak hanya membawa "cinta", tetapi juga "bahaya" untuk orang yang dicintai. Karena mencintai, berarti ... turut menyeret o...