Dengan nafas terengah, lengan Isabel terbebas dan menjuntai lemas. Wajahnya tampak penuh keringat dan dengan mimik penuh rasa heran, ia mengecek keadaan tangannya sendiri. Sementara aku, masih tidak berkutik di tempat. Dengan memeluk lutut, aku mengadahkan wajahku.
Bertepatan setelahnya, seseorang dari ambang pintu memasuki kelas. Dia terdiam sejenak di tempat saat melihat Isabel dan aku hanya sedang berdua. Sambil menyeka keringatnya, pria itu bertanya padaku. Ia mengulurkan tangannya untuk membantuku berdiri.
Namun aku tidak menyadari uluran itu sampai kedua tangannya mengguncang pundakku. Akupun akhirnya tersadar, dan segera bangkit. Isabel melirik kami berdua dengan tatapan benci. Yuda, pria itu seperti biasa tidak mengganti ekspresi datarnya bahkan setelah melihat sebuah pisau kecil digenggam Isabel, mantan pacarnya.
Memang, aku terkejut kalau ternyata Isabel mantan Yuda. Namun, yang membuatku tidak habis pikir adalah bahwa Yuda benar-benar menyatakan perasaannya pada cewek iblis ini. Apa ia benar menyukai Isabel? Bukannya aku ingin ikut campur, aku hanya ragu saja.
"Kenapa kalian berdua?" tanyanya santai sambil melipat kedua tangan. Aku mendecak, melihat sinis gaya pria itu. Seakan-akan sedang mengadili dua bersaudara yang baru saja selesai bertikai.
Isabel melotot ke arahku, lalu aku membuang muka. Merasa 'tidak enak' jika harus menatap wajahnya. Dan semua kata-katanya masih terngiang di kepalaku. Tidak munafik, aku sangat membenci Isabel.
"Pacar baru kamu itu cari masalah!" jawab Isabel dengan nada tajam. Aku mendelik kesal, setelah mulutnya mengatakan sesuatu yang tidak sesuai fakta. Sudah berapa kali kukatakan, aku bukan siapa-siapanya Yuda. Memang percuma jika harus tanding mulut dengan murid perempuan yang satu ini. .
"Nal?" Kudengar Yuda memanggilku. Aku menoleh dengan wajah tak kalah santai. Eskpresi itu kubuat-buat agar aku tidak terlihat seperti orang yang barus saja membuat ulah duluan. Sebagai jawaban , aku hanya mengedikkan bahu.
Kudengar Isabel menggertakkan giginya kepadaku. "Jangan bohong. Mentang-mentang baru jadian, bertingkah kamu di depan Yuda. Tinggal ngaku aja apa susahnya, sih?" semburnya.
Aku masih mencoba meredam emosi saat Isabel mengatakan sesuatu yang tidak sesuai fakta. Aku hanya diam, membiarkannya berbicara dan menuduhku sampai puas. Meski tampangku dipasang sok jagoan, kakiku masih belum bisa berhenti gemetar.
Sementara Isabel berucap ini-itu dan mencoba menjatuhkanku, Yuda hanya terdiam tanpa sama sekali meresponnya. Entah kenapa, timbul rasa ibaku pada gadis itu. Selain itu, situasi di sini menjadi aneh. Kami berdua — aku dan Yuda —sama sekali tidak ada yang angkat suara.
"Kalian berdua denger gak sih?!"
Suara Isabel meninggi, membuatku sedikit kaget. Yuda tampak menghela nafas pasrah. Ternyata ia benar-benar mendengar semua ucapan bullshit Isabel. Yuda pun pada akhirnya merespon gadis itu.
"Lalu, pisau itu maksudnya apa?" Suara Yuda berubah dingin. Ia menunjuk pisau kecil yang digenggam Isabel dengan wajahnya. Kulirik sekilas Yuda, matanya melihat Isabel dengan sinis. Bukan hanya itu saja, kebencian tersirat jelas di matanya. Aku semakin heran saja, apa benar Yuda memang mantan seorang Isabel?
"I-ini.." Isabel menjawab Yuda dengan suara terbata. Tanpa Isabel sadari , sedari tadi ia mengoceh, mata Yuda tidak pernah lepas dari benda tajam itu. Isabel sontak menyembunyikan benda itu di balik badannya. Sambil berjalan mundur beberapa langkah menjauhi Yuda.
"Ini apa?" Ulang Yuda.
"A-anu.." Wajah Isabel berubah pucat, sambil terus berjalan mundur hingga akhirnya punggungnya menubruk pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEMU
Teen FictionBerkali-kali kehilangan menimpa Nala, gadis remaja yang masih menduduki bangku SMA. Pribadinya yang cenderung introvert, membuatnya hanya memiliki seorang sahabat sejak masih kanak-kanak sampai sekarang. Namun, ada saatnya situasi memaksa Nala untuk...