Keadaan hening selama beberapa menit setelah Yuda mengatakan hal itu. Aku bungkam seribu bahasa, ketika sistem otakku tiba-tiba melambat. Aku tidak bisa mencerna ucapannya dengan jernih.
"Jangan ngaco, deh." Aku mencibir. Jelas-jelas dia adalah primadona sekolah ini, bagaimana mungkin Yuda tidak memiliki seorang teman? Jadi semua orang yang dekat dengannya selama ini dianggap apa?
"Siapa yang ngaco? Kamunya aja yang engga percaya." balas Yuda anteng.
"Ya jelas saja aku ngga percaya. Asal kamu tahu, di kelas aku tadi, kamu yang jadi topik pembicaraan cewek-cewek. Dan dengan popularitas kamu itu, bagaimana bisa seorang Yuda tidak punya seorang teman-pun?" Aku menarik nafas panjang setelah mencerocos panjang lebar.
"Mereka cuman fans." sanggah Yuda. Ia menatapku sembari tersenyum miring. Sontak aku memukul wajahnya dengan buku. Pria itu meringis kesakitan, tanpa sadar aku malah tertawa.
"Tenaganya badak juga." komentar Yuda.
"Aku manusia Yu." balasku cepat.
"Bukan gitu, maksudnya Nala. Engga ngerti pengandaian apa gimana, kamu ini." Yuda berbicara dengan nada remeh. Sedikit membuatku terpancing untuk kembali memukul wajahnya, namun aku mengurungkan niat itu.
"Jahat banget kamu." Ucapku.
Yuda meninggikan dahinya. Lalu menanyakan padaku alasannya. Benar-benar tidak bisa aku tahan lagi, buku ini kembali melayang padanya.
Aku menatapnya dengan bola mata yang mungkin terlihat sudah seperti ingin keluar.
"Semua orang kamu anggap fans? Cowok-cowok yang sering aku lihat dulu jalan bareng kamu, itu fans juga? Temen-temen kamu homo, hah?" Aku menghujamnya dengan beberapa pertanyaan yang sedari tadi mengapung dalam pikiranku.
Yuda tampak mengedikkan bahunya. Seolah-olah dia tidak tahu menganggap mereka sebagai apa. Atau mungkin itu sebagai jawaban, bahwa Yuda tidak menganggap orang-orang itu sebagai temannya.
"Jahat banget." gumamku heran.
"Mungkin begitu menurutmu. Aku tidak menyalahkannya." balas Yuda pelan.
Aku hanya mendengus pelan menanggapi balasan Yuda. Kulirik arloji sudah menunjukkan bahwa jam istirahat akan segera berakhir. Bertepatan saat itu juga, Yuda beranjak. Sepertinya dia akan kembali ke kelas.
Aku mengacuhkan Yuda dan mengulur waktu untuk kembali masuk ke kelas. Namun, Yuda sepertinya tahu niatku. Dia mengajakku untuk kembali ke kelas. Jelas aku menolak. Murid-murid akan melihat aku berjalan berdampingan dengan primadona mereka. Dampaknya akan sangat merugikan untukku.
"Cuekin aja kali mereka." ujar Yuda tampak tidak begitu peduli dengan gosip yang akan ditimbulkan fans-fansnya.
"Gampang kamu bilang begitu. Nanti aku yang kena imbasnya." balasku kesal.
"Imbas? Emang mereka bakal lakuin apa?" Tanya Yuda dengan wajah polos.
Aku menggeram. Kemudian memberitahukan padanya percakapan segerombol murid perempuan di kelasnya. Yuda hanya mengangkat kedua alisnya. Wajahnya tampak enteng, seolah-olah juga, ia tidak peduli.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEMU
Teen FictionBerkali-kali kehilangan menimpa Nala, gadis remaja yang masih menduduki bangku SMA. Pribadinya yang cenderung introvert, membuatnya hanya memiliki seorang sahabat sejak masih kanak-kanak sampai sekarang. Namun, ada saatnya situasi memaksa Nala untuk...