Aku mendadak berhenti menguyah saat kemudian mendengar suara ketukan pintu. Keningku mengkerut heran. Siapa yang datang tiba-tiba ke rumahku. Padahal aku tidak mengundang siapapun, tidak membeli paket, dan tidak mungkin jika itu Yuda. Pria itu pasti tengah sibuk mengurus masalahnya dengan Isabel.
Ketukan itu terdengar berkali-kali. Aku ingin menghindari pertemuan pada orang yang tidak kukenal. Namun, tidak ada salahnya untuk mengecek sosok tersebut terlebih dahulu.
Aku mengintip dari jendela dekat pintu dan mendapati seorang pria bertubuh jangkung. Kulitnya tampak sedikit lebih putih. Pria itu mengenakan pakaian kaus berwarna hitam yang dipasangkan dengan jeans. Di genggaman tangan kirinya terdapat sebuah rantang yang mungkin saja berisi makanan. Dengan gaya rambut Messy hair-nya, kurasa ini pertama kalinya aku melihat pria tersebut di sekitar sini.
Oh, mungkin dia penghuni rumah seberang yang baru?
Aku memutuskan untuk membukakan pintu untuknya. Mataku bertemu dengan matanya. Iris matanya yang berwarna biru agak gelap itu membuatku terpukau saat pertama kali menatapnya. Sampai aku lupa menyadari , pria itu juga tidak berkutik di tempatnya. Bahkan tadi, setelah aku membuka pintu, dia tidak mengucapkan sepatah kata-pun. Aku pun segera membalikkan keadaan agar tidak terasa canggung.
"Siapa, ya?" tanyaku sambil mengangkat wajah. Apa-apaan pria ini, tinggi sekali. Sedikit lebih tinggi dari Yuda. Sekitar 190 cm.
"Orang baru." jawabnya singkat. Sudah pasti dugaanku benar. Lalu setelahnya ia menyodorkan rantang itu padaku. Aku hanya melihatnya tanpa berniat menerimanya.
"Terima saja."
Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal. "Makasih banyak, tapi aku udah makan kok," jawabku seraya menyelipkan tawa pelan.
"Ini mie ayam."
Aku terkejut lalu segera menerima rantang tersebut. "Makasih banyak. Aku terima," balasku cepat sambil mengulas senyum. Dahinya terangkat, lalu bibirnya melengkung. Ia tersenyum setelah melihatku menerima makanan darinya. Aku bertanya dalam hati, apa ada yang spesial dari itu? Apa yang membuat pria ini tiba-tiba tersenyum. Anehnya, aku merasa senyuman itu membuatku nyaman.
"Louis."
"Eh?" Aku mendongak .
"Nama saya." ucapnya.
Entah kenapa, aku menjadi salah tingkah setelahnya. Aku mengangguk singkat sambil bergumam "Oh" sebanyak beberapa kali. Aku mungkin terlihat bodoh dengan tingkah seperti itu. Kurasa dia akan menertawakanku, ternyata ekspresinya hanya datar-datar saja.
"Oh, hai. Aku Nala," aku menunduk kecil untuk memperkenalkan diri dengan sopan.
"Iya, sudah tahu kok. Kalau gitu sampai jumpa." Pria itu berujar sembari berbalik badan dan melambaikan tangannya sekilas saja. Kemudian dia berjalan menjauhi kawasan rumahku dan perlahan punggungnya menghilang di balik pepohonan.
Aku terdiam di ambang pintu. Memaku sambil memeluk rantang yang tadi diberikannya. Bimbang, heran, dan semua tanda tanya memenuhi kepalaku. Aku tidak bergeming selama beberapa menit di sana bersama angin yang tiba-riba saja berembus. Batinku bergejolak memikirkan pria yang baru saja kutemui beberapa menit yang lalu. Rasa penasaranku tiba-tiba muncul. Entah mengapa, padahal sebelumnya aku tidak pernah terlibat jauh dalam perasaan yang seperti ini.
Seperti ada magnet yang menghubungkan aku dan dia. Begitulah firasatku. Tapi entahlah. Mungkin saja itu hanya perasaanku sesaat karena aku terpesona melihat wajahnya. Dan gesturnya yang cukup menawan.
"Hah...aneh," cibirku pelan sembari memasuki rumah. Membiarkan pintu terbuka, karena sepertinya aku membutuhkan angin untuk merasa lebih ringan.
Aku kembali melanjutkan kegiatan makan, kali ini rasanya agak bersemangat mengingat ada lauk tambahan yang merupakan makanan kesukaanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEMU
Ficção AdolescenteBerkali-kali kehilangan menimpa Nala, gadis remaja yang masih menduduki bangku SMA. Pribadinya yang cenderung introvert, membuatnya hanya memiliki seorang sahabat sejak masih kanak-kanak sampai sekarang. Namun, ada saatnya situasi memaksa Nala untuk...