Arus Hati

1.9K 164 50
                                    

Byurrr ...

Air langit akhirnya turun setelah awan sudah tidak sanggup lagi menampung gumpalan hitam yang sudah menutupi sinar matahari sejak satu jam yang lalu.

Satu jam itu pula Jake dan Isabelle hanya bisa menunggu bantuan di dalam mobil. Siapa yang harus disalahkan karena kesialan tersebut?

Isabelle juga turut bersalah karena saat berangkat tadi ia masih sempat meminta Jake untuk berhenti sejenak ke toko pakaian sekadar mengganti baju seragam pegawainya. Padahal Jake sudah akan berbelok ke tempat pengisian bahan bakar.

Intinya Jake mengalah pada keinginan Isabelle dan ia mengurungkan niat mengisi bahan bakar karena tidak memiliki waktu lagi. Seperti yang diketahui bahwa wanita butuh waktu dua kali lipat lebih lama walaupun hanya sekadar mengganti baju.

Alhasil, keadaan sudah semakin sore dan mereka masih terjebak di jalanan pinggir hutan yang minim pencahayaan.

Mulut Isabelle terkatup rapat, ia enggan berbicara atau membuka suara karena takut Jake akan marah jika menyadari bahwa itu semua terjadi karena dirinya juga.

Isabelle hanya melirik sesekali pada Jake yang masih betah bermain dengan ponsel pintar milik pria itu yang sepertinya hanya menyisakan beberapa persen daya baterai.

"Aku sudah menghubungi Tuan Hopkins, kita tunggu beliau saja!" ucap Jake setelah menutup kembali layar ponsel.

"Tuan Hopkins?" tanya Isabelle, ia tidak tahu siapa orang yang disebutkan Jake tadi.

"Pemilik peternakan," jawab Jake sinngkat dan Isabelle hanya bisa mengangguk.

"Maaf," ucap Isabelle, membuat sang lawan bicara menatapnya heran. "Seandainya aku tidak pergi ke toko dulu- ...."

Ucapan Isabelle terhenti dan ia tidak jadi meneruskan ketika melihat tatapan Jake yang seolah membenarkan kesalahan Isabelle.

Jake hanya mendengus. "Kata maaf mu tidak berguna sekarang karena tidak bisa menghidupkan mobil ini," jawab Jake.

Sungguh Isabelle merasa bersalah ia menunduk dan hanya mengerucutkan bibir, ia mengerti jika ia sudah bersalah, tapi apakah Jake perlu menjawab dengan perkataan yang memojokkan?

Ekspresi di wajah Isabelle kembali terekam di mata Jake, ternyata wanita muda itu memiliki banyak bentuk emosi, yang membuat dirinya selalu bisa mengukir senyum tipis.

"Ah, sudah mulai gelap. Kau harus mengunci pintunya!" goda Jake dan ia melihat mimik muka panik di wajah Isabelle.

"Ja-Jangan mulai!!" rajuk Isabelle, tidak dipungkiri ia tetap merasa takut terlebih jika melihat ke arah kumpulan pohon lebat tepat disampingnya.

Tidak ada cahaya sedikitpun di dalam hutan dan tidak ada yang bisa dilihat walaupun hanya sinar bulan dari celah dedaunan.

"Masih berapa lama untuk sampai di Luis Conty?" tanya Isabelle, ia berusaha mengalihkan rasa takut.

"Mungkin satu jam," jawab Jake dengan singkat.

"Apa?" Suara Isabelle terdengar sedikit keras dan membuat Jake sedikit meringis.

"Ekspresimu berlebihan," kesal Jake, sedangkan wanita yang ada di sampingnya semakin salah tingkah dan tersenyum gugup, bahkan terlihat memukul kepalanya sebagai bentuk ia berbuat konyol.

Bukannya marah pria matang itu malah semakin ingin menggodanya saja. Ternyata ia memang tidak mengenal jati diri sang mantan istri.

"Oh, aku lapar sekali," keluh Jake, tentu sekarang sudah waktunya makan malam, tapi mereka malah terjebak di tengah hutan dan guyuran hujan lebat.

Jake melihat ke arah Isabelle yang sepertinya juga merasakan hal serupa. Wanita itu mengambil paperbag yang kebetulan ia bawa, entah itu kebetulan atau takdir karena ternyata isi dari tas kertas itu adalah makanan.

"Aku ada sedikit makanan yang kubawa dari rumah, entahlah apa rasanya masih bagus," ucap Isabelle sambil memberikan sebuah kotak makan siang.

"Apa ini?" tanya Jake dengan nada yang tidak terdengar menyenangkan bagi Isabelle.

"Kalau tidak mau, ya sudah!" Isabelle kembali menarik tangannya. Dia tahu Jake tidak mungkin mau memakan makanan yang sederhana, seperti roti lapis.

Grep ...

Gerakan tangan Isabelle terhenti, ia menatap pergelangan tangan yang kini digenggam erat sang mantan suami.

"Aku hanya bertanya, aku juga manusia walaupun kaya aku juga masih bisa makan ini," ucap Jake yang membuat sang lawan bicara menatap heran padanya.

"Ch, seharusnya kau bersyukur bisa menemukan makanan di saat seperti ini," gerutu Isabelle sambil memalingkan wajah ke arah luar jendela.

Jake hanya tersenyum, ternyata Isabelle seorang wanita yang perasa dan sensitif, padahal ia tidak bersungguh-sungguh dalam ucapannya. Dia bercanda.

Mungkin Isabelle tersinggung dan berpikir Jake sudah menghina dan merendahkan makanan.  Pria itu mengunyah makanan dengan menikmati setiap sensasi rasa yang memanjakan lidahnya.

"Mm, enak sekali!" ucap Jake dengan mulutnya yang masih mengunyah makanan, membuat sang mantan istri kembali mengalihkan perhatian padanya.

"Aku ingat, rasa makanan ini tidak asing," ucap Jake, sedangkan Isabelle masih menatap.

"Jadi kau yang selalu membuat bekal makan siang untuk Kakakmu?" tanya Jake yang membuat sang lawan bicara membulatkan mata, mungkin wanita itu menyadari sesuatu.

"Dulu aku sering minta jatah makan siang Issac saat di kampus," jawab Jake yang membuat keduanya terdiam.

Isabelle merasa tidak nyaman, itu artinya Jake akan menyinggung kembali tentang pernikahan tipuan itu. Tentu saja karena nama sang kakak disebut dan itu seperti membuka kembali hal yang sudah berlalu.

"A-Aku ... sebaiknya makan saja, jangan pikirkan tentang rasa, yang penting perutmu terasa kenyang," kilah Isabelle, dia mengalihkan permbicaraan supaya Jake tidak teringat kembali pada kesalahan dirinya yang sudah menipu pria itu.

"Mungkin sekarang adalah waktu yang tepat untuk berterus terang," ucap Jake, ia menatap manik mata Isabelle yang kebetulan sedang mengalihkan perhatian saat bicara tadi.

Isabelle menelan ludah, ia tidak tahu harus berkata apa, tatapan Jake yang terlihat biasa tapi penuh dengan tuntutan membuat dirinya tidak bisa berkutik.

"Suasana hatiku sedang bagus, jadi kurasa aku bisa mendengar langsung darimu, waktu kita sangat banyak," lanjut pria itu dengan berkata dengan nada suara yang terdengar santai.

"Aku tahu kau pasti punya alasan kenapa melakukan hal itu, aku tidak mengerti untuk apa semuanya jika kau tidak mengambil apapun dariku, bahkan uang yang kau ambil sudah kembali sejak lama." Jake terus berkata dan ia menyadari kegelisahan Isabelle.

Wanita itu menatapnya dengan tidak nyaman, bukan perasaan benci atau tidak suka, Jake bisa merasakan arti tatapan dari sang lawan bicara, seperti rasa bersalah dan entahlah ada arti lain dari tatapan Isabelle.

Isabelle memalingkan wajah, mulutnya terasa kelu untuk bisa mengeluarkan sepatah kata. Dadanya berdebar kencang seperti seorang terdakwa yang tertangkap basah melakukan kejahatan.

"Aku tahu ada hal selain uang yang kecil itu," tambah Jake, ia memang penasaran tentang apa yang sebenarnya menjadi latar belakang di balik kecurangan yang Isabelle lakukan, ia yakin wanita itu tidak menipunya demi uang atau kekayaan.

Lalu untuk apa?

"Jawablah aku, mantan istriku!" Jake mendekat dan wajah mereka berdua seperti hampir bersentuhan. Bahkan Jake bisa merasakan embusan napas sang mantan istri yang hangat di wajahnya.

TBC

See u on the next chap ...

Untuk yang masih setia menunggu aku sangat berterima kasih ...

I Love u all ...

Dia (Mantan) IstrikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang