Tentang Harsa dan rasa gengsinya yang terkadang terlampau tinggi.
"Sial, bisa gitu ada manusia yang bentuknya selucu Kak Marka?!"
...
Lokal! au | non-baku | harsh words warning | fluff | separation?
...
Bagi Harsa, Marka adalah manifestasi nyata dari sebuah tanda tanya.
"Lo balik duluan aja, Sa. Nanti biar gue yang beresin."
Harsa yang baru saja selesai meletakkan kepingan set drum terakhir kini menghela napas lega. Sempat meregangkan punggungnya yang linu, di dalam kepalanya masih mengutuk keputusan kepala sekolah yang memindahkan ruang band ke lantai 4 sekolah. Mereka kira Harsa suka dirinya dijadikan babu angkut perkusi setiap kali sekolah mengadakan sebuah acara?
Kembali mengingat eksklamasi yang baru saja didengarnya, lantas Harsa mengernyit heran ke arah Marka yang acap kali membuatnya bingung. Seluruh alat musik yang baru saja selesai digunakan untuk acara peringatan hari guru kini berserakan di atas lantai. Di bawah remangnya bohlam lampu sore itu, Harsa memutuskan untuk kembali berargumen.
"Tadi Pak Wawang bilang gerbang depan bakal dikunci 10 menit lagi, lo yakin bisa beresin semuanya sendirian?"
Marka yang awalnya sibuk mengepak rapih gitarnya sejenak tampak terkejut, memandang penuh dengan mata membola sempurna. Mungkin baru teringat beberapa menit yang lalu sempat diperingatkan oleh satpam sekolah berwajah masam. Mungkin sebal waktu karena pulangnya diundur akibat Marka dan Harsa yang tak kunjung selesai merapihkan ruang musik.
"Oh iya anjir, gue baru inget!" Marka yang setahun lebih tua cuma bisa nyengir, memandang Harsa penuh harap. "Kalau gitu jangan balik dulu, boleh tolong bantuin gue gak? Hehe."
"Yeee, si anjing."
"Ya udah sih, gak usah kasar-kasar banget, tot."
Harsa cuma bisa menggelengkan kepalanya sambil senyum-senyum. Memang sudah jadi kebiasaan Marka yang selalu tidak ingin merepotkan orang lain—berujung jadi sebuah ajang dimana Marka justru membuat orang lain terpaksa membantunya. Tipikal Marka, tidak lagi membuat Harsa jengah.
Kalau diingat-ingat lagi, sebenarnya Harsa sudah cukup lama mengenal Marka.
Berkilas balik ke 3 tahun yang lalu, pertemuan mereka sebenarnya gak ada romantis-romantisnya. Salahkan Harsa yang isi kepalanya akan selalu penuh dengan opini kelewat stoa (Harsa sendiri lebih suka menyebut dirinya itu prokopton). Seluruh skenario semi-romansa yang secara tidak sengaja tersaji di depan mata sesosok Harsa pasti akan mengundang cercaan semacam "Lo masih kemakan sama yang namanya cinta? Primitif betul, sekarang ini abad ke-21, bro!"
Oke, mari kita cukupkan acara mengulik kepribadian Harsa yang kurang menyenangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Mess
Short StoryTempat dimana Mark dan Haechan dapat menjadi apapun yang mereka inginkan, kumpulan cerita pendek dimana keduanya menjadi tempat untuk saling berlabuh. || ©redwavyorca, 2021.