Pagi itu, matahari tidak menampakkan dirinya lebih lama seperti biasanya. Matahari seakan-akan sedang ingin istirahat dan butuh waktu untuk sendiri. Sebaliknya, awan hitam justru datang berbondong-bondong seolah kini giliran mereka untuk menaklukan langit. Membiarkan matahari yang selalu menyinari dunia ini rehat lebih dulu.
Di balik mendungnya langit serta dinginnya udara hari ini, Habibie yang baru saja melepaskan helmnya tampak gelisah dan jengkel. Kejengkelannya membeludak tepat setelah air hujan berhasil turun menyentuh telapak tangannya dengan tak bersahabat.
"Loh hei, ini kok beneran ujan?"
Laki-laki bernama lengkap Habibie Chandra itu lantas turun dari motornya. Ia sangat keberatan jika hujan turun di saat seperti ini. Dengan wajah cemberut, ia melongokkan kepalanya tinggi-tinggi menghadap langit, hanya untuk melihat matahari yang perlahan mulai menghilang di balik awan. Beberapa saat, ia memejamkan mata berharap penuh pada semesta untuk membatalkan agenda hujan hari ini. Namun ia bisa apa? Doanya yang sejak tahun lalu dirapalkan saja sampai sekarang belum terkabulkan.
"Ha, kenapa ujan sih? Awan-awan gelap, please, lo minggat dulu!"Laki-laki itu berteriak. Cukup kencang sampai memberhentikan langkah kaki beberapa mahasiswa yang ingin meneduh. Namun, tidak sampai membuat mereka membuka ponsel untuk memanggil pihak rumah sakit jiwa. Ini karena mereka sudah hapal betul bahwa mahasiswa teknik satu ini memang seperti itu adanya.
Mata Habibie melebar bukan main saat ia melihat awan-awan itu justru meledeknya dengan cara menurunkan segerombolan air yang semakin deras turun. Dengan langkah terpaksa, ia berlari dari parkiran menuju gedung fakultasnya.
"WIH! NGAJAK RIBUT LO YA?! TANGAN KOSONG SINI KALO BERANI!" katanya mendongakkan kepalanya tinggi-tinggi menatap langit dengan mata melotot. Namun, seakan menerima tantangan Habibie, serangkaian petir muncul menghiasi langit yang menghitam dengan suara gemuruh yang cukup keras. Orang-orang sekitar pun buru-buru melindungi diri masuk ke dalam gedung.
Habibie meneguk ludah. Sedikit kaget dan gemetar. Tapi tidak sampai membuatnya ikut berlari mengikuti orang-orang itu. Tidak heran, ini Habibie. Laki-laki congkak yang diberi nyawa hanya untuk membuat keributan di mana pun ia berada. Hampir seantero fakultas teknik tidak ada yang tidak mengenalnya. Bahkan sampai mahasiswa sepuh saja tahu siapa sebenarnya Habibie itu. Bagaimana tidak, dulu saat hari pertama ospek, laki-laki itu dengan beraninya menantang kakak tingkatnya untuk by one dengannya. Tapi ini bukan tentang pertarungan real life, melainkan pertarungan sengit di salah satu game luncuran Netmarble, getrich.
Suara mesin motor yang terdengar mendekat samar-samar membuat Habibie menoleh cepat. Laki-laki itu membuka matanya lebar-lebar, sampai akhirnya mengerutkan kening keheranan saat menyadari orang itu adalah adiknya, Jehan.
"Lah, lah... lu ngapain ke sini otong?"
Jehan belum menyahut. Cowok itu buru-buru membuka bagasi motornya dan mengambil jas hujan di dalamnya. Setelah menyabut kunci motornya, ia lantas berlari untuk meneduh dan berdiri di samping Habibie.
KAMU SEDANG MEMBACA
Saat Hujan Turun
Fanfiction"Saat Hujan Turun" mengisahkan kehidupan klasik sehari-hari pemuda bernama Habibie Chandra bersama keluarga, teman, dan kekasihnya. Semuanya terasa begitu indah untuk Habibie yang menjalankan kehidupan yang sederhana, tapi tidak sampai akhirnya pemu...