BONUS STORY: Bertemu Lendra

377 12 0
                                    

KENANGAN pertamaku tentang Lendra adalah ketika Masa Orientasi Siswa berlangsung di sekolah. Waktu itu aku ditunjuk oleh Ketua OSIS untuk jadi panitia MOS, yang awalnya aku tolak karena aku malas berurusan dengan kegiatan-kegiatan yang akan mengganggu waktu liburanku. Tapi ketika aku tahu bahwa Bimo juga dipilih untuk jadi panitia, langsung kuterima tawaran itu. Alasan kenapa Ketua OSIS menyuruhku dan Bimo untuk jadi panitia adalah karena personel mereka kurang—kebanyakan anggota OSIS ada yang pindah sekolah setelah kenaikan kelas, juga ada yang pulang kampung tapi belum kembali ke kota. Jadi ya sudah deh, aku dan Bimo mau nggak mau jadi panitia MOS.

Aku nggak pernah menyesali keputusanku jadi panitia MOS karena ternyata siswa-siswa barunya ganteng-ganteng. Hari pertama MOS, anak-anak bercelana biru pendek masuk ke sekolah dengan raut wajah malu karena harus memakai topi dari bola yang dipotong setengah dan dihiasi rumbai-rumbai tali plastik di sekeliling pinggiran bola tersebut. Aku dan Bimo tertawa geli melihat penampilan mereka. Dari sekian banyak wajah yang menunduk malu, ada beberapa di antaranya yang memiliki wajah sangat imut, lucu, tampan, tegas, dan sempurna. Aku sampai geregetan ngelihatin muka-muka polos mereka.

Saat upacara hari pertama, cuaca pagi itu cukup panas dan menyengat. Matahari pukul delapan membakar kulit dan tubuh kami dengan sinarnya yang menyilaukan. Nggak ada awan di langit, yang menjanjikan cuaca akan jadi lebih panas lagi tengah hari nanti. Tapi meski begitu, semangat siswa-siswi baru nggak pernah surut. Mereka terlihat antusias mengikuti kegiatan MOS ini walau dengan penampilan yang sangat konyol memakai topi bodoh seperti itu.

Pertama kali aku bertemu Lendra adalah ketika upacara telah selesai, calon siswa baru digiring masuk ke kelas masing-masing yang telah ditentukan untuk mereka. Setiap kelas dipandu oleh lima kakak kelas yang akan memberi materi pengenalan dan juga pengetahuan-pengetahuan dasar tentang sekolah kami. Waktu itu aku dan Bimo ditugaskan memandu di kelas X-3, dan bersama 3 panitia yang lain, kami menggiring masuk calon siswa baru ke kelas.

Setelah semua calon siswa duduk, kami para panitia juga duduk di meja guru di depan kelas. Mataku berselancar ke seluruh calon siswa—hal ini kulakukan bukan untuk menghitung berapa banyak siswa yang ada di kelas itu, melainkan untuk melihat apakah ada siswa baru yang wajahnya ganteng dan enak dilihat.

Dan ternyata, ada. Anak itu duduk di kursi paling depan, memakai topi setengah bundar warna merah putih seperti bendera. Anak itu tampak kalem, tenang, dan nggak gugup sama sekali—beda dengan kebanyakan anak-anak lain yang tampak gelisah dan malu-malu. Alasan kenapa aku lebih memperhatikan anak itu ketimbang dengan yang lain adalah karena anak itu bisa dibilang sesuai dengan apa yang aku cari: manis, sopan, dan raut wajahnya perpaduan antara serius dan imut.

"Halo, selamat pagi," Kak Tria—salah satu panitia MOS yang juga dapat kelas yang sama denganku—menyapa calon siswa baru. "Selamat datang di sekolah kami, dan selamat datang juga di kelas X-3. Selama setahun kalian akan duduk di kelas ini. Dan selama setahun itu juga kalian akan bertemu dengan muka-muka yang sekarang kalian temui ini." Kak Tria tersenyum manis, tampak tulus dan nggak terkesan dibuat-buat, yang membuat beberapa calon siswa tampak lebih rileks setelah mendengarnya bicara. "Nah, untuk itu, pertama-tama kalian harus memperkenalkan diri kalian masing-masing kepada calon teman-teman kalian, dan juga kepada kami. Kami nggak akan menunjuk siapa orang pertama yang harus memperkenalkan diri, tapi kami mempersilakan kepada siapa pun yang berani maju pertama untuk melakukannya. Orang pertama yang berani maju akan dapat hadiah dari kami."

Sejujurnya, Kak Tria kelewat lembut, bicara seperti kepada anak kecil alih-alih kepada anak SMP yang baru masuk SMA.

Kami menunggu cukup lama untuk melihat siapa orang pertama yang mau maju memperkenalkan diri. Bimo menggerutu pelan dan berbisik di dekat telingaku, "Mana ada yang mau maju, mereka pasti malu, lah! Gue juga pasti malu kalau harus disuruh kenalan di depan orang yang nggak gue kenal."

Kamu & Aku #2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang