-konsekuensi-

78 50 27
                                    

Saat Agatha membuka pintu kelas, terlihat semua murid sudah duduk rapi di mejanya masing-masing, kecuali meja miliknya dibiarkan kosong. Ia pun berlari kecil ke arah mejanya, supaya tak mengganggu murid lain.

BRUGH

Tiba-tiba terdengar suara keras sekali, dari arah belakang. Sampai-sampai membuat Agatha dan murid lainnya terkejut, dada mereka pun masih berdegup kencang saat ini.

"WOY! SIAPA ITU!!" Teriak seorang murid laki-laki mencari sang pelaku yang membuat jantungnya hampir meloncat.

"Lo kan yang nge-gebukin meja tadi?! Ngaku lo!!" Lanjutnya, memarahi anak berkacamata di belakang kursinya. Sementara teman sebangkunya hanya terkekeh padahal ia tau bahwa pria disampingnya itu sedang di fitnah.

"B-bu-bukan." Anak itu takut. Irfan, nama anak yang selalu jadi sasaran para gangster di sekolahnya. Tubuhnya kecil, dan pengucapannya tidak terlalu jelas. Mungkin karena dia selalu jadi bahan bully di sekolah nya, itu membuatnya takut untuk bersosialisasi pada siapapun, hingga merusak mentalnya.

"Lo punya masalah apa sih?!!" Timpal laki-laki lain. Dengan sorot mata mengintimidasi ia mendekat kearah anak berkacamata.

"Sut. Bukan dia." Akhirnya perempuan itu jujur, saat kedua laki-laki tersebut akan mendaratkan kepalan tangannya pada anak yang tidak salah.

Wanita tersebut perlahan maju ke depan kelas, seperti akan mengaku bahwa dialah penyebab masalahnya. Tapi sebenarnya bukan itu niatnya.

Dengan senyuman khas bad girl, yaitu senyuman melabrak, dia berjalan dengan penuh keyakinan, meski tangannya terus berdenyut karena pukulan tadi. Hingga perlahan membuatnya menjadi sorotan anak-anak di kanan kirinya. Niatnya hanyalah untuk menghentikan perempuan di depan kelas yang sedang memperhatikannya.

Matanya melihat wanita di depan kelas yang memperhatikannya sejak tadi. "Gak di hukum kak?" Tanyanya dengan nada mengejek setelah sampai di tujuan.

Agatha hanya menggeleng, tak mengerti dengan omongan wanita yang sedang mendekatinya itu.

Apakah tangannya baik-baik saja? Itu yang di pikirkan Agatha sekarang. Entah mengapa ia khawatir, mengingat seberapa keras suara pukulannya tadi, sekarang mungkin tangannya sedang berdenyut kencang.

Setelah diteliti dari dekat, wanita itu adalah wanita kemarin yang menjahili Agatha, wanita yang dari pakaiannya saja sudah terlihat seperti tak niat sekolah, bernama Keila Azzahra.

"Ternyata semua orang kaya selalu seenaknya aja." Ucapnya. Wajah Keila menampakkan kekesalan, dan entah kenapa selain kesal, di matanya tersirat kesedihan.

Agatha masih bingung dengan perkataan Keila, yang mungkin ditujukan kepadanya.

"Gak kemarin, gak sekarang, selalu aja seenaknya. Katanya bisa ngeluarin orang lain dengan mudah lah, kayak mudah aja semuanya. Apa orang tuanya juga dulu kayak gitu ya?" Wanita itu tersenyum miris.

Di belakang, para murid mengerti akan ada perang kelas ke-2 dalam sejarah kelasnya. Pasalnya kejadian ini lumayan mirip dengan kejadian 2 tahun silam, (sebelum Agatha datang ke sekolah ini).

Yang dimana ada anak konglomerat tidak sekolah selama lebih dari seminggu, tapi dia sama sekali tidak kena hukuman atau pengurangan poin. Semua murid tau hal licik yang dilakukannya, tak terkecuali para guru, yaitu menyogok para guru, khususnya wali kelas. Kami pun merasa tidak adil, hingga menyuruh para guru untuk menghukumnya, tapi karena orang tuanya sudah banyak membantu sekolah, malah kami yang kena marah dan membuat semua kejadian tersebut seperti tak pernah terjadi. Untungnya hari itu, ada murid yang menegakkan keadilan, dan membuat siswa tersebut malu, hingga pergi meninggalkan sekolah ini dengan air mata yang tak berhenti menetes.

AgathaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang