16 - Ablauf der zeit (02)

91 24 2
                                    

Bagaimana jika aku tidak pernah datang ke kehidupanmu?

...

Perth sedang tidur sedangkan Mark ada urusan.
Singto masuk untuk melihat pasiennya.

Ia mengecek infus yang mau habis, mengecek suhu tubuh Perth juga. Saat sudah memeriksa, ia memandang Perth dengan sendu, lalu duduk di samping Perth sambil mengenggam tangannya dengan erat.

Singto mengelus wajah pulas Perth, mengusap keringat di dahi Perth yang mungkin mimpi buruk.

"Boleh kan aku menemanimu disini?" Lirih Dokter Singto.

Perth berjalan di lorong yang begitu gelap dan panjang, ia hanya terus berjalan dan tidak berani menengok ke belakang, ia takut sendirian dalam gelap, tapi ia merasa tidak ingin berhenti.

Keringat dingin dan ketakutan menguasai pria kecil itu.

'Inilah yang kamu inginkan.' Gema menakutkan membuat Perth merasa ingin menangis.
'Kau yang begitu serakah.' Kata kejam yang terasa menyayat hati Perth.

'Kau takkan bisa lepas dari lorong ini. Inilah hukumanmu.' Perth tidak ingat kesalahan apa yang telah ia lakukan.

Namun seperti ketakutan yang mencekam, dia merasa jauh lebih tenang ketika mendengar suara lain yang begitu teduh.

"Boleh kan aku menemanimu disini?"

Suara lirih yang seperti membebaskan Perth dari belenggu sesak, menyelimutinya dan membuatnya hangat.

Seolah kini ia tidak lagi takut melewati lorong panjang dan hitam itu.

Saat Perth terbangun, ia mendapati seseorang mengenggam tangannya dan tidur dengan posisi duduk.

Debaran jantungnya menggila, dan ia menangis tanpa suara.

Ia rindu pada pria ini.

Isak tangis tanpa suara itu tetap membuat Singto terusik, ia pun menoleh pada Perth dan melihatnya menangis.

"Ada apa? Apa yang sakit?" Tanya Singto panik, ia pun bangun dan ingin memeriksa Perth.

Tapi Perth menarik tangan Singto untuk meraba dadanya.

"Hatiku terasa sesak tetapi kini melihat Dokter rasanya lebih nyaman." Ucap Perth, ia beranjak duduk lalu minta dipeluk Singto.

Hangat.

Rasanya begitu hangat.

Bukan hanya Perth yang merasakannya, Singto juga sama.
Di dunia manapun dalam bentuk apapun, ikatan mereka takkan pernah terputus.

Perlahan nyaman dan akrab menyelimuti keduanya.

...

Mark memapah Perth untuk segera istirahat di kamar.

"Kamu mau makan apa?" Tanya Mark.
"Apa saja, samain kaya kamu." Ucap Perth.

Mark tersenyum lalu mengusak rambut Perth kemudian merapikannya.
"Rambutmu sudah panjang, mau dipotong?" Tawar Mark.
Perth menggeleng.
"Biarkan saja, nanti kalau sudah lebih panjang, aku akan memotongnya." Ucap Perth sambil tersenyum.

Mark memeluk si kecil untuk setiap maaf dan rasa bersalah yang tak bisa Mark ucapkan.

Perth menepuk punggung Mark.

"Ada apa?" Tanya Perth.
Mark menggeleng.
"Hanya ingin berterimakasih karena masih hidup." Ucap Mark.

Perth tidak menjawab, ia hanya diam mendengarkan ucapan terimakasih itu.

Suasana hatinya membaik, ia bahkan tidak lagi muak pada Mark.

Saat Mark berdiri, Perth menahan tangannya.

Mark menoleh pada Perth.

Keduanya saling menatap.

"Ajari aku untuk menjadi diriku lagi yang pernah sangat mencintaimu kekasihku." Ucapan Perth membuat Mark tertegun.

Mark kemudian mencium bibir Perth dengan penuh perasaan.
Ia rindu bagaimana Perth menatapnya penuh rasa. Ciuman yanh membuat jantung Perth berdebar seperti kali pertama ia jatuh cinta pada lelaki ini.

Iblis Mark Siwat, yang telah berjanji untuk mengeluarkannya dari Neraka Dunia. Mengubah nasib tragis kematiannya.

Mengubah Takdir yang sudah tertulis.

Karena Mark Siwat mengorbankan segalanya demi melindungi pria kecil bernama Perth Tanapon, si manusia dari reinkarnasi Malaikat terkutuk.

...

Singto akan bersiap pulang dan mau memesan Taksi namun urung karena seseorang ingin mengantarnya pulang.

"Aku ingin mengantarmu pulang, bolehkan?" Tanya pria itu dengan senyuman yang sanggup melelehkan kekeraskepalaannya.

"Terimakasih Bapak Atta." Ucap Singto sambil tersenyum.

...

Tbc

Blackswan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang