part 10 | kelakuan Adre dan Adrian.

1.2K 72 1
                                        

#prisil#

Berhubung ini hari kamis, aku kembali pada kegiatanku seperti semula, menjadi Ibu guru kepala sekolah galak, sumpah aslinya gue baik hati dan tidak sombong, hihi.. kalau jujur aku memang gampang tersulut emosi.

Dengan seragam batik kebanggaanku, aku mengelilingi ruangan dan kelas kelas, sekarang jam menunjukkan pulul 09:10, di mana jam pelajaran tengah berlangsung, tampa terasa, langkahku menuntun aku, kearah taman belakang sekolah, duduk di bangku taman di bawah pohon mangga, mengenang masa masa sms ku dulu bersama ketiga sahabatku Ayunda, Sesil dan Liliana, jujur dulu aku tidak begini, masa remajaku aku habiskan dengan berbuat onar beserta ketiga sahabatku, kami terkenal seantero sekolah dengan kebandelan kami, kami pun tidak pernah apsen keluar masuk ruangan kepala sekolah, tapi sekarang lihatlah aku, penuh ketegasan, rambutku yang selalu aku urai setiap harinya, telah aku sanggul persis ibu kartini, dulu aku yang sering di marahi guru Bp, sekarang aku yang sering memarahi murid murid pembuat onar, sungguh pekerjaan yang membuatku pusing tujuh keliling, sekaligus naik darah pada saat bersamaan, mungkin aku harus menyeret ketiga sahabatku, untuk minta maaf pada ibu Hanum dan Pak Broto, kepala sekolah dan ibu BP kami.

Lamunanku buyar saat mendengar sesuatu yang jatuh dan terdengar meringis, kesakitan, seorang lagi tertawa terbahak bahak, aku segera mencari asal sumber suara di belakangku, aku melihat Andre tengah terduduk, dirumput, meringis menahan sakit, karna terjatuh dari atas pohon, dan di atas pohon Adrian tengah tertawa terbahak bahak melihat sahabatnya terjatuh, aku menggeleng gelengkan kepalaku, tersenyum "Cakk..!!, modus, bolos dari pelajaran sekolah atau sekedar numpang tidur di atas pohon" , kenapa aku tahu? , itu pekerjaan sehari hariku di sekolah dulu, ini yang membuatku sedikit terhibur, tapi aku harus menjalankan tata tertib sekolahkan.

Aku menghampiri Ander dan Adrian yang sudah turun dari tempat persembuyiannya, aku mendongak keatas pohon, rumah pohon, ternyata masi ada, tempat biasa aku nongkrong, menjadi cucu dari pemilik sekolah memberiku akses, untuk melakukan apapun, termaksud membuat rumah pohon di taman belakan sekolah.

Aku mengalihkan pandanganku, kearah keduanya, mereka menatapku horor, seakan aku ini hantu, aku menyunggingkan senyuman manisku, mereka terperangah, memang aku jarang tersenyum di sini, "ayo ikut, ibu keruangan kepala sekolah", ajakku melangkah keruanganku, melirik keduanya mereka mengikutiku dengan gontai.

"Kalian tahu apa kesalahan kalian?", tanyaku setelah keduanya duduk di depan bangku kebesaranku.

Keduanya mengangguk "Ya, buguru", sahut keduanya.

"Apa?", tantangku.

"Bolos dari pelajaran dan berpotensi, tidak mengumpulkan PR bu", kata keduanya lancar, karna saking seringnya keduanya berbuat ulah, dan saking seringnya mereka menjawab hal yang sama.

Aku tersenyum pada keduanya,"Ibu tahu kalian mempunyai masalah di lingkungan atau di rumah, tapi tidak sepantasnya kalian melarikannya, dengan membuat masalah di sekolah, lebih baik kalian melarikannya kepada hal hal positif, itu lebih baik, mau jadi apa kalian saat dewasa, jujur Ibu juga bandel seperti kalian, mungkin lebih bandel lagi, Ibu dan sahabat sahabat Ibu dulu, ratunya tauran, setiap hari keluar masuk ruangan bp atau ruangan kepala sekolah, tapi apa sekarang, Ibu tetap menjalanka keseharian Ibu, seperti, orang dewasa lainnya, mencari uang untuk hidup, Ibu tanya apa guna semuah masalalu Ibu, dan apa guna Ibu belajar?", tanyaku akhirnya, setelah menceritakan kenakalanku dulu, agar mereka mengambil hikma dari semuanya.

"Ibu mengetahui, kenakalan, dan akal bulus kami", jawab Adrian, sadar dari keterperangahannya, dan di angguki oleh Andre.

"Cakk!!, Ibu serius", kataku.

"Kami juga serius Bu", balas keduanya.

"Baik, kalau bagi sahabat sahabat Ibu?", tanyaku lagi, dengan sabar.

"Mungkin untuk di kenang, atau memanfaatkan ide ide jahilnya semasa sma, mengerjai seorang misalnya, Bu", sekarang Andre yang menjawab, aku akui selain bandel mereka murid murid yang jenius.

"Apa kalian, tidak ingin membanggakan orang tua kalian", kataku akhirnya masuk pada inti pembicaraan kami.

"Mereka sudah meninggal bu, saat aku kelas satu SMP, kecelakaan pesawat terbang, saat perjalanan bisnis mereka", jawab Adrian sedih, aku tersenyum manis padanya, mengatakan semua akan baik baik saja.

"Mereka selalu sibuk dengan urusan mereka masing masing", ini kata Andre, setelah Adrian.

"Hmm.. Ibu mengerti, walaupun begitu, apa kah kalian tidak ingin meraka bangga mempunyai anak kalian, selalu berbuat onar, Adrian walaupun kedua orang tua kamu telah meninggal dia tetap ada dan hidup di hatimu", aku bangkit dan menunjuk dadanya, "kau harus tahu sayang, kalaupun raganya tidak ada tapi Tuhan dan kedua orang tuamu tahu apa yang kau lakukan di atas sana, Allah maha tahu", beralih kearah Adrian "dan kau Andre, kedua orang tuamu melakukannya hanya demi kamu, dia ingin, kau berkecukupan", Andre ingin membantah tapi aku menyuruhnya diam, "Berilah kedua orang tuamu kelonggaran, jangan membuat pusing keduanya dengan berbuatan kamu, jika keduanya, telah pulang kerumah, berbicaralah dari hati kehati, keluarkanlah unek unekmu, misalnya kau hanya ingin waktu berkumpul dengannya, kau hanya ingin di perhatikan, kau tidak butuh semua harta yang di berikan keduanya kau hanya butuh kasih sayangnya, Ibu yakin mereka akan mengerti dan mengurangi insensitas pekerjaan mereka", aku melihat Andre mengangguk mengerti, "Kalian boleh menganggap Ibu ini adalah sahabat kalian, kalian boleh berkeluh kesah pada Ibu", aku merentangkan kedua tanganku, meminta untuk di peluk, keduanya mengerti dan segera memelukku, "Dan kau Adrian kau boleh menganggap Ibu, Ibu kandungmu, jangan sungkan pada Ibu", aku rasakan Adrian mengangguk dan mengeratkan pelukannya padaku, "Jangan sedih, dan menangis, kalian seorang laki laki", candaku, dan kontan saja mereka melepaskan pelukannya, memandangku sebal, "Haha.. kalian berdua lucu", tawaku, dan mereka ikut tersenyum, "Aku kira Ibu, kaku dan tidak punya hati, aslinya baik sekali", kata Andre yang di angguki Adrian aku tersenyum, "Jangan lupa Ibu akan memanggil orang tua dan orang tua wali kalian", kataku tegas keduanya cemberut, "Kalian tahu, Ibu adalah seorang kepala sekolah di sini, memang kalian sudah Ibu anggap sebagai anak anak Ibu sendiri, tapi kalian harus tahu, Ibu harus menjalankan tugas Ibu, Ibu tidak boleh pilih kasih", jelasku yang di angguki keduanya lesuh.

" Orion pasti akan mengomeliku panjang kali lebar", keluh Adrian pelan tapi masih sempat aku dengar, jadi Orion lah, yang menjadi pengganti kedua orang tuanya sekarang, luar biasa di balik sosoknya yang dingin, dia sosok bertanggung jawab dan penyayang.

"Tapi Bu', kedua orang tuaku, keluar negri", sekarang Andre yang mengeluh.

"Kau bisa menyuruh paman atau bibimu kesini", saranku yang di angguki keduanya.

"Jangan berbuat ulah lagi, maka Ibu akan memberimu akses keluar masuk dari rumah pohon!", kedua mata mereka berbinar binar, memang rumah pohon itu aku gembok dari luar, para murit murit yang ingin kesanah hanya bisa duduk di bagian luar atau dahannya saja.

"Memang Ibu punya kuncinya?, dengar dengar rumah pohon itu milik anak pemilik sekolah ini", kata Andre angkat bicar.

"Ibu Anak pemilik sekolah ini dan Ibu sendiri yang membuat rumah pohon tersebut beserta sahabat sahabat Ibu, di dalamnya banyak tersimpan kenangan kami, jangan membiarkan seorang pun masuk kesanah dan merusaknya", keduanya melotot, aku suka espresi keduanya.

"Beneran Bu", tanya keduanya serempak.

"Ia Ibu serius, Ibu tidak perna main main jika sudah memutuskan sesuatu dan kalian harus ingat, kalian jangan berbuat ulah lagi, ini yang terakhir", tegasku, memberikan mereka kunci rumah pohon, dan di angguki keduanya.

"Pergilah, jam istirahat, sudah berbunyi, dan buat Ibu bangga menjadi Ibu kalian", kataku yang di angguki sekali lagi oleh mereka dan berlalu, dengan semangat.

Aku memandang kepergian keduanya dengan tersenyum manis, akhirnya, binar binar mata keduanya kembali, karna setiap aku memperhatikan keduanya, hanya muram dan dingin, yang sering mereka tunjukkan, beda sekali kalau keduanya berinteraksi, sama sama memiliki, mungkin mereka sama sama senasip, mungkin itulah yang membuat persahabatan mereka menjadi erat, seperti aku dan ketiga sahabatku, sama sama bandel, dan seringnya insentitas bertemu, aku tersenyum geli mengingatnya, kami yang sama sama keras kepala, dan tidak ingin kalah.

In The Game {Story 3}.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang