#Prisil,,,#
Aku duduk dengan tenang di kursiku, memeriksa beberapa berkas yang di berikan pengurus dan beberapa berkas dari guru guru yang mengajar di sekolah, tidak lupa kacamata min ku yang selalu setia bertengger dengan manis di hidungku, beberapa saat kemudian aku mendengar seorang mengetuk pintu penghubung ruanganku dengar ruangan guru, membuyarkan konsentrasiku.
"Masuk!", teriakku dari dalam, tetap fokus pada Dokumenku, walau aku tahu itu tidak akan berhasil, berkonsetrasi kembali, beberapa lama aku tidak mendapatkan resfon, aku mendongakkan kepalaku siapa gerangan yang datang?, aku melihat kearahnya, walaupun aku sudah tahu jawabannya, mungkin, benar saja yang pertama aku lihat adalah tubuh jangkung Orion, berdiri beberapa meter dariku, dia sedang memperhatikanku.
"Silahkan duduk pak Orion", kataku formal, mempersilahkannya, duduk tepat di depan mejaku, Orion mengangguk, menuruti perkataanku, setelah beberapa lama terdiam.
"Aku lebih suka melihat Ibu, memakai pakaian seperti ini dari pada pakaian tempo hari, kekurangan bahan!!", tuturnya ceplas ceplos, setelah duduk.
Di tempatku aku membulatkan, mataku, tidak menyangka dia akan membahas masalah beberapa hari yang lalu, tepatnya pertemuan kami.
"Saya rasa itu bukan urusan Anda Tuan, dan saya meminta Anda datang kesini bukan mengurus masalah pribadi saya, tetapi membicarakan, permasalahan Adrian!, keponakn Anda", Jawabku kaku, dan tegas.
"Baikla Ibu kepala sekolah, saya hanya, mengemukakan pendapat saya, dan tidak sepantasnya, seorang pendidik, terutama kepala sekolah, melakukan hal seperti itu, yang notabenenya bertugas mendidik dan menjadi contoh yang baik bagi anak muritnya", balasnya, bersikap sangat formal padaku.
"Terimah kasih atas saran Anda Tuan Orion, tapi sekali lagi itu bukan urusan Anda!", tegasku mengalah, aku tidak ingin permasalan ini menjadi runyam, walaupun aku merasa tertohok oleh kata katanya.
"Saya hanya ingin memberitahukan kepada Anda, kalau keponakan Anda berbuat ulah lagi, membolos pelajaran Fisika dan...", kata kataku menggantun, mendengar suara ketukan dari pintu.
Tok.. tok... tok...'', ketuknya sekali lagi.
"Masuk!!", teriakku lagi dari dalam dan menemukan seorang laki laki tampan, jangkung masuk, dengan paras kebarat baratannya, senyuman manis terpatri di bibirnya, mengelilingi pandangannya kesekeliling ruangan.
"Hmm... sudah lama sekali aku tidak memasuki ruangan ini, tapi dalam kasus berbeda, tidak banyak beruba, hanya seorang yang menduduki kursi kebesaran ini, Ibu Prisilah..", katanya menggoda, setelah menelusuri pandangannya, berhenti di kursiku, tepatnya kepadaku dan duduk di kursi, dekat Orion, tampa aku persilahkan.
"Aku tidak heran, dari mana Andre, mendapatkan sifatnya, kecuali dari kau Jos' ", kataku sengkertaris, memutar kedua bola mataku kepadanya, Joshua teman seangkatanku yang sama badungnya denganku dulu.
"Kau tidak berubah Sila, selalu saja judes dan sengkertaris, apa tidak ada pelukan sayang dan ciuman untukku, yang baru kembali dari London", jawabnya, merentangkan kedua lengannya padaku.
Aku tidak menanggapinya, ingin memulai ceramahku, tapi sesuatu yang panas dan kenyal menyentu pipiku, sekilas, aku melotot kepada Jos', saat menyadari apa yang barusan dia lakukan.
"Kau tidak ingin menciumku, jadi itu yang kau dapatkan, lagi pula tidak akan ada yang marah, loh masi free..", katanya tenang, tidak bersalah, tidak lupa cengiran lebarnya padaku.
"Hmm.." aku berdehem, menormalkan suaraku, lagi pula tidak akan habis habisnya jika aku meladeninya.
"Sampai di mana saya tadi Tuan Orion?", kataku tenag, mengalihkan pandanganku kearah Orion, aku sampai lupa dengan kehadirannya.
"Tentang kenakalan Adrian", jawabnya dingin, aku heran mendengar nada bicaranya, yang tadinya datar sekarang naik satu oktaf dingin, tapi aku tidak mempedulikannya.
"Ya Adrian, dia berbuat ulah lagi, tapi saya sudah memberinya nasehat untuk berubah, dan Adrian berjanji tidak akan mengulanginya lagi, begitupun dengan Andre", kataku, mengalihkan pandanganku pada Jos, "Dia juga melakukan hal yang sama, bolos dari pelajaran, dan tidur di dalam kelas..".
"Bukannya kau seperti itu juga dulu, bahkan kau Ratunya Tauran, seakan tidak takut mati, membuatku kalang kabut melindungimu", sanggah Jos, memotong pembicaraanku.
Aku melotot marah padanya, "gue serius Jos!, jika loh memotong pembicaraanku lagi, gue nggak segan segan mengeluarkanmu dari sini!!", kataku tegas penuh intimidasi yang segera di angguki olehnya, patuh.
"Intinya mereka butuh perhatian dan kasih sayang, untuk Andre dia sangat butuh perhatian dan kasih sayang kedua orang tuanya yang selalu sibuk bekerja, dia tidak butuh harta yang di berikan kedua orang tuanya, dia hanya ingin di dekat keduanya, di berpikir dengan membuat ulah dia bisa menarik perhatian kedua orang tuanya dan sekitarnya, Adrian juga begitu dia merasa tidak ada lagi yang menyayanginya, tidak ada lagi yang peduli dengannya, dia tidak boleh di kekang, begitupun dengan Andre, karna semakin kita mengekangnya, semakin dia akan berbuat ulah, tapi kalian berdua tidak usah khawatir, Andre dan Adrian tidak akan mengulanginnya lagi, saya sudah memberikan keduanya pengertian, merekapun sudah berjanji akan lebih giat lagi belajar, tidak akan berbuat ulah lagi, lagi pula saya menyayangi keduanya, dan sudah mengaggap keduanya sebagai anak saya sendiri!", tuturku panjang lebar.
"Ingat kalian jangan memarahi keduanya karna dengan begitu mereka akan berpikir, mereka tidak ada gunanya dan hanya menyusahkan kalian", lanjutku mengingat perkataan keduanya kemarin.
"Apa anda sudah selesai?", tanya Orion masi dengan nada yang sama dingin, aku menganggu kaku sebagai jawaban, jujur aku kaget dengan realsinya ini, tidak biasannya dia berlaku seperti ini, biasannya dia hanya mengangguk dan mengangguk, tidak peduli seberapa lama aku menceramahinya.
"Kalau begitu saya permisi, karna masi banyak yang ingin saya kerjakan", lanjutnya, bangkit dari duduknya, berjalan kearah pintu keluar, tampa bersalaman denganku seperti biasanya.
"Jangan heran begitulah, laki laki kalau melihat seorang yang di sukainya di dekati, apalagi cium oleh laki laki lain, di depan mata kepalanya sendiri", kata jos, menyadarkanku dari keterpakuanku.
"Maa... maksudmu?", tanyaku sedikit tergagap, mendengar pernyataannya tadi.
"Cak!!, kau tidak peka!, di jidatnya tadi jelas jelas tertulis kata cemburu, dan di matanya memancarkan kemarahan!!, seakan ingin membunuhku saat ini juga", jelas Jos, sedikit jengkel dengan reaksiku, atau lebih tepatnya ketidak pekaanku.
Aku menggeleng di tempatku, tidak percaya, "Itu tidak mungkin Joshuaa...", pekikku, sama sekali tidak mempercayai kata katanya.
"Sudah lah, bagaimana suka dukanya menjadi kepala sekolah", katanya menyera, merubah topik pembicaraan, yang diam diam membuatku bernafas legah, dan entah mengapa saat mendengar penuturan jos tadi membuat jantungku berpacuh dengan cepat.
"Banyak suka dukannya jos', itu tidak gampang, membuatku sangar bersalah pada Ibu Hanum dan Pak Broto, dan aku berencana untuk menyeret kalian semua kesana", jawabku, sedikit berapi api di bagian akhirnya, yang di anggiki oleh Jos,
"Ya gue setuju dengan rencana loh itu, jujur menjadi seorang yang dewasa itu sangat sulit!", olehnya. penuh wibawah, yang kontan saja membuatku terbahak.
"Haha... waktu sudah merubah kita semua, yang tadinya sangat bandel, menjadi seperti ini, you know lah..", ujarku mengagkat kedua bahuku yang segera di setujui olehnya.
Tidak menyadari seorang di luar sana yang tersenyum, penuh rencana....
KAMU SEDANG MEMBACA
In The Game {Story 3}.
Teen FictionIni Kisah hidup Liliana si gadis Milioneir dan Sahabat sahabatnya Ayunda seorang Ahli kecantikan yang jatuh hati pada seorang Brondong, seorang adik kelas yang selalu mengejar cintanya semasa SMA, Prisil seorang kepala sekola cantik, tapi sangat gal...