part 3 | Rumah.

2K 105 0
                                    

"Non, bangun non, sudah sampai!", kata supir Taxi membangunku, dari tidurku.

Aku mendongakkan kepalaku melihat sekaliling, yah aku sudah sampai.

Terbukti dari bangunan besar yang berdiri, kokoh di depanku, yang lazim di sebut mension, tapi aku lebih suka menyebutnya rumah.

Rumah Opa, rumah Mom, rumah masa kecilku sampai remaja.

"Aku benar benar pulang", gumamku senang.

___

Setelah memberikan beberapa lembar uang seratus ribu pada supir Taxi, yang menurutnya kebanyakan, tapi aku tetap memberikannya, sebagai tanda terimah kasihku, karna telah mengantarku sampai rumah dengan selamat, mengatakan sisanya untuk anaknya di rumah, dia sangat berterimah kasih karna memang sekarang dia tengah menbutuhkan uang untuk biyaya sekolah anaknya yang akan masuk SMA, yang aku balas dengan menggukan dan tersenyum manis, aku suka membantu orang.

****

"Aku pulang!!", teriakku membahana, setelah masuk kedalam rumah, dari sini aku bisa melihat Opa, keluar dari ruang kerjanya, di lantai dua.

"Cakk.!, jam segini masih saja bekerja, dasar tukang kerja, tidak tahu umur apa?, sudah tua juga", gerutuku, melangkah kearah Opa yang sudah turun dari tangga.

"Opa mendengarnya Liliana..", balas Opa mendengar gerutuanku, aku cemberut dan memeluknya dengan erat.

"Liliana, sangat merindukan Opa!", kataku di dalam pelukannya.

"Yah Opa tahu itu sayang, Opa juga sangat merindukan cucu kesayangan Opa ini", kata Opa mencium keningku penuh sayang, melepaskan pelukan kami.

Aku memandang Opaku tersayang lekat lekat walaupun umurnya hampir memasuki tuju puluh tahun, gurat gurat ketampanannya masi melekat di wajah tuanya, aku tersenyum manis, begitupun Opa.

"Ternyata cucu Opa, sudah dewasa, tamba cantik seperti Riana", kata Opa, senang bercampur haru, mengingat Putri kesayangannya yang lebih dulu di panggil yang maha kuasa, aku memeluk Opa dengan erat.

"Liliana sayang Opa...".

"Opa juga sayang, oia bagaimana perjalanan cucu kesayangan Opa ini, yang menolak pesawat pribadi dan lebih memilih pesawat biasa?", tanya Opa mengalihkan pembicaraan.

Aku cemberut.

"Liliana kan sudah besar Opa!, Liliana bisa menjaga diri, Liliana sendiri, dan buktinya Liliana sampai di rumah dengan selamat", kataku meyakinkan Opa yang dibalasnya dengan menggeleng gelengkan kepala, mengacak acak rambutku.

"Tidur gih, pasti, cucu Opa ini masih lelah, Opa akan membangunkanmu, jika makan malam telah di siapkan", kata Opa lagi, yang kubalas dengan anggukan , menuju kamar tidak lupa mengangkat koperku sendiri, walaupun di rumah Ini mempunyai banyak pelayan, tapi aku hanya mengagkatnya sendiri, aku tidak mau menyusahkan orang lain, walaupun orang itu di bayar untuk itu.

****

Aku memandang kamar tidurku haru, di sinilah aku di besarkan, penuh kasih sayang Mom' dan Ded', aku rindu Mom, Dad', Oma Lisa dan Oma sarah, tidak terasa air mataku jatuh, aku segerah menghapusnya, dan terseyum manis, mereka telah bahagia di sisihnya, aku tidak boleh cengeng, mereka pasti akan sedih melihatku seperti ini.

Aku membaringkan tubuhku di tempat tidur legah, menutup mataku berharap mimpi Indah bertemu Mom', Ded' dan kedua Omaku tersayang, aku berjanji akan membahagiakan kedua Opaku di sini Opa Markus dan Opa Hendra, tekatku dalam hati sebelum, benar benar terlelap dalam mimpi.

*****

Aku terbangun saat sinar matahari, memancarkan sinar terangnya, memang selepas subuhan tadi bersama Opa dan pekerja di Mension, aku melanjutkan tidurku, dan terbangun setelah pukul sepuluh Kebo!!.

Apa panggilan itu masi terpatri untukku?, aku rasa tidak!, karna aku masi kelelahan, jet lag dan sebelum kemari aku harus menyelesaikan semuah pekerjaanku di sana sebelum di serahkan tanggung jawabnya kepada Paman Habrian, anak angkat Opa Markus, walaupun ada Eduardo, anak paman Habrian, tapi dia belum bisa di harapkan untuk menjadi pemimpin perusahaan dia masih labil, sedangkan Opa Markus sendiri, sudah waktunya Opa pensiun jadi Opa, hanya kurang mengawasi perkembangan perusahaan, tidak harus terjung langsung.

Sekarang tugasku adalah membantu Opa Hendra, mengurus perusahaan, karna sudah saatnya juga Opa pensiun, menikmati masa tuanya.

*****

Tepat jam makan siang, aku mengunjungi perusahaan Opa, mengajaknya makan siang, sesudahnya aku akan mengelilingi perusahaan, sekedar melihat lihat, sebelum aku benar benar bekerja.

Aku tidak mempedulikan tatapan memuja dan tatapan iri para kariyawan, yang melihatku melintas menuju ruangan Opa, tampa bertanya terlebih dahulu, sebelumnya aku telah di jegat oleh para satpam di depan, menyebalkan, penjagaannya ketat sekali dengan terpaksa aku menelfon Opa langsung dan menyuruhnya berbicara dengan para satpam yang melihatku dengan sangar, setelahnya pandangannya menjadi bersahabat, meminta maaf atas perlakuan mereka yang tidak menyenangkan, yang aku balas dengan anggukan maklum, dan melanjutkan perjalananku, aku juga sempat menjadi tontonan gratis oleh para karyawan, aku sudah kebal oleh itu!, itu mungkin juga karna baju yang aku pakai, aku hanya menggunakan dress santai berwarna peac, di bawah lutut, tas selempang kecil berwarna coklat dan tidak lupa sendal bertali tali warna senada dengan tas kecilku, melilit kaki jenjangku dengan indah, ini tipe selop faforitku.

Aku juga sudah meminta pada Opa untuk merahasiakan identitasku, aku tidak suka mereka memandangku hormat mengingat siapa aku!, siapa Opaku!!.

''Assalamualaikum...", sapaku mengetuk pintu ruangan Opa, langsung, karna meja sekertarisnya kosong mungkin sedang makan siang.

"Waalaikum salam warahmatullahi wabarakatu..". jawab Opa dari dalam, langsung saja aku menyelonong masuk kedalam.

"Opa tidak makan siang?", tanyaku setelah memeluk Opa dengan sayang.

"Opa tahu kalau cucu Opa, akan kemari, jadi Opa menunggunya!!" jawab Opa enteng, tersenyum manis.

"Ok kalau begitu teraktir cucu Opa ini sekarang!" jawabku riang, menggiring Opa keluar ruangan, menuju restoran terdekat, aku tidak membahas lagi masalah di lobby tadi, menurutku itu tidak penting, bisa gawatkan kalau Opa langsung memecat meraka!, kami tidak peduli dengan pandangan heran orang orang yang berpapasan dengan kami, karna aku terus mengapit tangan Opa penuh sayang, sepanjang perjalanan menuju area restoran.

Sepanjang makan siang aku terus mengoceh, menceritakan semua kegiatanku di Wina, terutama tentang didikan Opa Markus yang sangat disiplin!!, tidak peduli jika orang itu adalah cucu perempuannya satu satunya, tidak pandang bulu!, apa lagi tentang kebiasaan bangun pagiku yang sangat payah!!.

Membuatku sangat tersiksa biasanya, kalau aku sudah tidak bisa menahan kantukku, pasti aku akan tertidur di manapun!, tidak peduli itu ruang makan, dapur, sofa, mobil, perpustakaan, bahkan aku juga pernah tertidur di dalam toilat posisi duduk di atas closet, dan tentu saja,itu semua tidak luput dari pengawasan Opa Markus!, sangat sangat menyebalkan!!.

Tawa Opa Hendra yang sedari tadi di tahannya lepas, aku cemberut, mendengar Opa menertawakanku, seketika itu juga aku memicingkan mataku, kearah Opa, menatapnya tajam, "Jangan bilang Opa, juga ambil andil, dengan semuah ini!!",

Opa Hendra langsung gelagapan, "Goccah...., kena kau Opa!!?", teriakku dalam hati tertawa sinis, Opa yang mengetahui senyumku, langsung membela diri, "itu bukan ide Opa Itu, ide Markus, lagi pula Opa hanya menanyakan kabar dan keseharian cucu Opa di sana di sana, otomatis Opa mengetahuinya, itu juga untuk kebaiknmu Liliana".

"Humm...", aku membuang nafasku kasar, Opa Hendra ku ini memag sangat berbeda dengan Opa Markus.

Jika Opa Markus menunjukkan kasih sayangnya dengan ketegasan, lain lagi dengan Opa Hendra, dia akan menuruti dan mengabulkan semua keinginanku

In The Game {Story 3}.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang