Aku melajukan mobil bmw hitamku kekantor sendiri, Opa Markus dan Cristian, telah kembali ke wina semalam, ada pekerjaan mendadak katanya, dasar orang kaya, tiada hari tampa pekerjaan.
Setelah kemacetan yang agak panjang, inilah jakarta, tiada hari tampa kemacetan, akhirnya aku sampai juga di perusahaan, aku langsung memarkirkan kendaraanku dengan mulus di parkiran, setelah mengunci dengan baik mobilku, berjalan ke lobby, dan masuk kedalam lift, khusus para petinggi perusahaan, cukup banyak, yang masuk kedalam lift, aku cukup maklum mengingat ini pagi pagi, aku ikut masuk berdesakan dalam lift dengan cuek, tidak peduli, dengan pandangan orang orang di sekitarku satu persatu, orang orang keluar karna sudah sampai pada tujuannya, aku mengangkat wajahku, dan sekatika itu mataku membulat melihat siapa yang bersamaku di dalam lift sekarang seorang Dion Raditia Sadewa, tapi hanya aku yang kaget di sini, karna ia dengan cueknya memandang kearah pintu, seakan dia hanya sendiri di dalam lift, hingga akhirnya, dia keluar dari lift, menandakan dia telah sampai di ruangannya, tampa menoleh kearahku, "Dia berbeda sekali", kataku dalam hati.
"Selamat pagi Ibu....", sapa Nina, sekertarisku, saat aku akan masuk keruanganku, yang aku balas dengan anggukan.
Lama aku merenung tentang seorang Dion Raditia Sadewa, seorang mengetuk pintu ruanganku.
"Masuk". teriakku dari dalam, dan fokus pada Dokumen, yang aku tinggalkan tadi akibat merenung.
"Selamat pagi Ibu Rizah, rapat akan segera di mulai", kata Tania, asistenku, yang segera aku angguki, dan bergegas keruangan rapat, di ikuti Tania dari belekang.
Aku duduk dengan tenang di bangkuku, memperhatikan seorang di atas sana menjelaskan, hasil produksi yang akan kami luncurkan bulan depan, beberap orang bertanya, ada yang sinis, ingin menjatuhkan, ada pula bertanya memang ingin tahu, apa keunggulan, untung, ataupun keistimewaan, smartphone, atau Iphone yang menjadi ide dan kreatifitas bawahannya, yang di balasnya dengan tenang, tegas, dan langsung masuk pada pokok permasalahan, jenius
****
p.o.v. Sesil
Siang ini aku sengaja untuk menemui Liliana di kantornya sekalian memberikannya seprais, tapi belum aku masuk kedalam lift seseorang menabrakku, segera saja aku mendongak melihat siapa yang dengan berani beraninya menabrakku, mataku terbelalak, mulutku terbuka, melihat siapa itu, begitu pun orang tersebut Mario, dan pertengkaranpun di tidak bisa di hindari.
"Heyy... matamu di taruh di mana hah!", bentakku.
"Seharusnya saya yang beryanya seperti itu Nono, di mana mata anda?", tanyanyanya tenang dan dingin tampa tersulut emosi.
Sedangkan aku?, jangan tanya darahku sudah naik keubun ubun, "Memang...", belum sempat aku melanjutkan kata kataku dia sidah memotongnya.
"Maaf saya tidak mempunya waktu untuk mendengarkan ceramah gratis anda!", katanya berlalu dari hadapanku, memasukkan kedua lengannya di dalam saku celana kain, mahalnya.
"Dasar pria sengak!, kutup utara!, sok berkuasa!, menjengkelkan!!, sarap..!!", teriakku keras sebelum dia menghilang, dari pandanganku.
Dengan bersungut sungut aku masuk kedalam, life, tidak peduli dengan pandangan orang orang di sekitarku, yang mungkin saja menganggapku orang gila.
"Kenapa loh?", tanya Lilah padaku, saat aku langsung menyelonong masuk, duduk di kursi kebesarannya, tampa mendengar seorang di luar sana yang melarangku masuk kedalam ruangan bosnya, tampa ada janji, yang aku yakin adalah sekertarisnya.
"Jengkel gue, sama salahsatu kariawan loh, sengak banget orangnya!", kalau gua jadi bos di sini, sudah lama gue pecat tu orang!!", kataku bersungut sungut.
"Haha... tumben tumbenya, emosi loh cepat, tersulut!", komentarnya, di selah tawanya.
"Cak memang karna orang itu yang menjengkelkan, bawaannya tuh, kalau dia di dekatnya gue naik darah!, mendekati strok, saking tidak terkandalinya amarah gue!!", belaku, walau aku akui perkataannya tadi.
"Hah.. jangan mengelak loh, gue tahu apa yang ada di otak cantikmu itu!", balasnya.
"Huahh... kenapa gue punya, sahabat sengak kaya loh!, tahu apa yang berada di kepala gue!!", teriakku padanya.
"Haha... tertulis jelas di judat loh sayang, kalau loh, lagi PMS dan loh butuh pelampiasan, Pacar baru misalnya, atau seorang yang bisa loh porotin", katanya enteng, tampa, melihat wajahku yang sudah memerah, antara marah dan ketahuan, memang aku butuh pelampiasa, menggoda seorang misalnya, atau membuat seorang tergila gila padaku.
Tapi dari hatiku yang paling dalam, aku hanya butuh seorang yang mencintaiku apa adanya tampa memandang pisikku, habis manis sepah di buang, itulah yang aku dapat dari semua pria di dekatku, aku bisa menjaga diriku sendiri, kalau itu yang kalian khawatirkan, akupun bersyukur, bisa menyembunyikan semua ini pada sahabat sahabatku, bukannya aku tidak mempercayai mereka, tapi aku tidak mau di kasihani dan di anggap lemah.
Sebuah, pelukan hangat menyadarkanku dari lamunanku, "Im soriy Sisil gue nggak bermaksud..", kata Liliana, masi mendekapku, mungkin mengaggapku marah, atas perkatanya tadi.
"Enggak apa apa, Liy', gue nggak marah", kataku mengusap usap lengannya.
Liliana, mendesah lega, melepaskan pelukanya padaku, "Sebagai permintaan maaf gue, gue traktir makan siang, sepuasnya", katanya semangat yang segera aku angguki tidak kalah semangatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
In The Game {Story 3}.
Teen FictionIni Kisah hidup Liliana si gadis Milioneir dan Sahabat sahabatnya Ayunda seorang Ahli kecantikan yang jatuh hati pada seorang Brondong, seorang adik kelas yang selalu mengejar cintanya semasa SMA, Prisil seorang kepala sekola cantik, tapi sangat gal...
