Warning, part panjang, reader ... (1723)
Tiffani nampak canggung. Tangan yang tadinya terulur membelai pundak Gisel diturunkan. Wanita rumah tangga itu menoleh ke arah anaknya yang terlihat enggan.
"Kalo itu ... tante nggak bisa ikut campur. Semuanya terserah sama Rei," ucap Tiffani setengah tak enak hati.
Gisel berpindah menatap Reinald yang masih diam saja. Dari sana, dari dua manik hitam Gisel, siapa saja bisa melihat bahwa cewek itu begitu menaruh harapan.
'Ayo dong, Rei. Lo harus mau balikan lagi sama gue. Lo harus mau. Gue tau lo masih cinta sama gue, dan lo gak bisa bohong!'
Reinald berdiri dengan muka dinginnya. "Jangan harap!"
"Rei!"
Langkah Reinald berhenti di anak tangga pertama saat anak laki-laki itu akan kembali ke kamarnya dilantai dua.
"Aku minta waktunya sebentar aja," pinta Gisel yang lebih tepatnya memohon.
Sejurus setelahnya, dua anak manusia ini berada disebuah kafe dekat apartemen Reinald.
"Gak usah bertele-tele. Cepet ngomong kenapa lo mau balikan sama gue lagi!" titah Reinald, pandangannya berkelana ke arah lain asal bukan wajah Gisel.
Gisel mengembus nafas untuk menetralisir keadaan. Tangan kanannya terulur meraih tangan Reinald di atas meja. Reinald menoleh, dan pupilnya bergesekan dengan pupil Gisel.
"Tolong gue, Rei." Gisel mengumpulkan air mata buaya agar Reinald bisa percaya lagi padanya. "Gue gak punya siapa-siapa lagi sekarang. Gue butuh seseorang buat hibur gue. Gue kesepian, mami dan Papi gue ... mereka ..."
Gisel tak sanggup melanjutkan curhatan nya. Ia mulai sesenggukan dan sungguh demi apapun, Reinald tak bisa melihatnya.
Tapi, Reinald harus punya pendirian. Ia tidak boleh goyah hanya karena air mata itu. Air mata buaya itu.
Reinald menyentak tangannya yang dipegang Gisel dan memalingkan wajah. "Bukannya lo masih punya geng abal-abal itu? Kenapa masih butuh gue?" sindirnya.
Gisel mendongak menatap wajah Reinald yang sudah kepalang kecewa.
"Selama ini, gue temenan sama mereka karena gue merasa depresi. Mereka cuman pelarian karena gue kehilangan lo."
"Apa lo bilang?" Reinald reflek menoleh dan menatap Gisel tak percaya. "Kehilangan gue?" Ia mengulang. "Bukannya lo sendiri yang ngelepas gue?"
"Lo memulai hubungan sama gue karena lo cuman mau manfaatin gue aja?"
Gisel secepat kilat menggeleng. "Nggak, Rei. Lo jangan ngomong kayak gitu." Reinald berpaling. "Gue tau, gue pernah bikin lo sakit hati. Tapi tolong, jangan giniin gue. Gue nyesel!"
Gisel semakin menangis tak memedulikan tempatnya berada. "Lo nggak ngerti kenapa gue melakukan semua itu. Gue melakukannya karena terpaksa."
Cewek dengan choker merah di lehernya itu semakin menjadi-jadi dalam tangis. Seperti ada keputusasaan dalam suaranya.
"Gue nggak tau lagi harus bikin lo percaya dengan cara apa. Tapi tolong, percaya sama gue, Rei!"
Menyadari atmosfer sekitar terasa mulai berat, Reinald akhirnya bersuara lagi,
"Lo bisa nggak sih berhenti nangis? Kesannya kayak gue yang jahat tau nggak?!"
'Hm, lo sekarang nggak mudah dikibulin, Rei. Tapi gue harus bisa bikin lo jadi milik gue lagi!'
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTAGONIS TWINS
ActionJangan menangis, orang lemah! Mereka akan tertawa seiring tangisan mu. Lawan orang-orang brengsek itu menggunakan otak jenius mu. Hanya dengan otak, kamu bisa mengalahkan mereka. Kendalikan mereka seperti kamu mengendalikan pion. Jangan takut dan ja...