Mengetuk pintu adalah hal yang mudah. Tapi tidak menurut cewek rambut cokelat sebahu itu. Ia menyayangkan tangannya yang mulus dan lembut sakit ketika bertubrukan dengan permukaan kayu. Untunglah rumah sederhana miliknya memiliki bel disamping pintu. Maka dari itu ia tidak perlu repot-repot mengetuk.Dengan gaya elegan, jari telunjuknya mulai memencet bel. Satu dua kali ia memencet, akhirnya pintu dibuka oleh seorang cewek rambut abu-abu.
Untuk sementara waktu, kedua cewek itu saling bertatap. Yang rambut cokelat biasa saja, tapi tidak dengan si rambut abu-abu. Ia menatap cewek diluar pintu itu dengan pandangan tak biasa.
"Kamu? Kamu siapa?" Sembari mengucek-ngucek matanya takut salah lihat, ia mendekati dan menyisir penampilan cewek rambut cokelat dengan teliti.
"Kamu siapa hah? Kenapa kamu mirip aku?" Kini Daisha memegang kedua pundak si rambut cokelat sambil menatapnya dari atas ke bawah.
Dasha mencebik seraya melepaskan kedua tangan Daisha dari pundaknya. "Bisa nggak sih lo jangan meragain cara pertemuan kita setiap kali ketemu?"
Daisha nyengir kuda dengan telunjuk dan jari tengah yang teracung di atas kepala. "Biar lo selalu inget cara kita ketemu dulu."
"Dih, lo pikir gue pikun?" Dasha berhambur masuk ke rumah dibuntuti saudari kembarnya.
Memang mereka sempat terpisah ketika TK dan bertemu kembali ketika kelas lima SD. Adegannya sama seperti di atas. Dan Daisha selalu memeragakannya setiap kali ia membukakan pintu untuk Dasha. Yah, seperti di sinetron-sinetron, mereka terpisah karena seseorang yang dendam dan menculik salah satu dari mereka.
"Ya elah lo pake segala nutupin kepikunan lo. Emang lo nggak inget dulu pas lo nyari kunci mobil? Kan lo pegang, eh malah dicari kesana kesini," ungkit Daisha.
Dasha mendudukkan dirinya di kursi anyaman dengan elegan sambil meletakkan tas jinjingnya di meja.
"Gue laper. Bikin makanan gih," suruhnya seenak dengkul.
"Yee dateng-dateng, minta ini-itu!" Daisha menggerutu. "Bagi duit dulu dong!" Ia menadahkan tangan kanan ke depan muka Dasha.
"Aw, ACHAAA!!!"
Dasha menggigit tangan itu. Daisha kelabakan meniup tangannya.
"Gila, cantik-cantik kanibal!" Daisha misuh-misuh seraya memijit tangannya.
"Ya abisnya elo gak mau ngasih gue makan. Jadi gue gigit aja itu tangan lo."
"Ya udah ayo makan. Gue udah masak sedari tadi sebelum lo bilang mau kesini," ungkap Daisha sebelum berjalan menuju ruang makan diekori Dasha.
Dasha Elina Kimberly. Cewek rambut cokelat sebahu saudari kembar Daisha. Panggilannya Acha, dan penampilannya elegan. Selalu tampil feminim dan fashionable kemana pun melangkah. Sekolah di SMA berbeda dari saudarinya. Pokoknya, Dasha berbeda dari Daisha.
Daisha nerd, sedangkan Dasha fashionable. Tapi percayalah, mereka selalu kompak dalam hal apapun. Apa-apa pun, Dasha selalu tampak elegan. Cara makan, berpakaian, bergaul dan lain-lain. Ia juga memakai kacamata bulat sama seperti Daisha. Bedanya hanyalah frame kacamata mereka. Frame kacamata Daisha warna hitam, sementara Dasha warna gold.
"Geng abal-abal itu masih nge-bully lo?" Dasha memecah hening diantara dentingan sendok dan piring.
Daisha meneguk air putih sebelum menjawab, "Hm, mereka dendam banget sama gue." Ia menyendok orek tempe dan disuapkan ke mulutnya. "Apalagi si ketuanya itu. Berasa jadi orang yang paling pinter dan berpengaruh di sekolah," tambahnya.
Sementara Dasha malah terkekeh sinis. "Sampe kapan lo mau tahan?"
"Bentar lagi," jawab Daisha lempeng. "Ini semua kan juga demi misi kita."
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTAGONIS TWINS
AcciónJangan menangis, orang lemah! Mereka akan tertawa seiring tangisan mu. Lawan orang-orang brengsek itu menggunakan otak jenius mu. Hanya dengan otak, kamu bisa mengalahkan mereka. Kendalikan mereka seperti kamu mengendalikan pion. Jangan takut dan ja...