"Gue nggak nolongin lo. Gue cuman mau, mulai sekarang lo ngikutin semua perintah gue."
Ucapan Renathan tempo hari rupanya hanya angin lalu. Ia tak benar-benar menjadikan Daisha sebagai babu nya. Daisha juga bersyukur tidak perlu berurusan dengan orang-orang semacam Renathan.
Berbeda dengan Renathan yang melupakan cewek rambut abu-abu begitu saja, Reinald malah mencari-cari keberadaannya seperti sekarang.
"Eh, lo liat Icha anak XI IPA A nggak?" tanyanya pada seorang siswi yang ia lewati.
"Mm ... dia udah dipindahin ke kelas IPA E, Kak," jawab siswi anak kelas XI IPA A itu.
Reinald mendesah. Sekarang ia tidak bisa meminta bantuan siapapun untuk mengawasi gerak-gerik Gisel. Ya, Reinald berencana untuk memata-matai Gisel karena belum cukup percaya pada cewek itu. Bisa saja semua ini adalah rencana Gisel, maka dari itulah ia butuh memata-matai nya.
Tapi sayang, orang yang bisa membantu Reinald sudah pindah ke kelas yang paling jauh dari kelas ini. Alhasil, gagal lah rencana Reinald.
Dan, diam-diam seorang cewek dengan choker merah di lehernya tersenyum miring penuh kemenangan dibalik papan mading. Tangannya bersedekap dengan kakinya yang menyilang.
Perkiraannya sangat matang dan sangat jauh. Gisel sudah mengira hal ini mungkin akan terjadi bila ia balikan dengan Reinald. Cowok itu pasti akan mencari orang yang bisa membantunya memata-matai Gisel. Dan orang itu, kemungkinan besar adalah Daisha karena cewek itu yang Gisel perintahkan mengirim surat pada Reinald tempo hari.
Yap, Gisel memang sepintar itu. Secerdas itu dan sehebat itu. Risiko jauh bisa ia pikirkan mulai dari sekarang. Gisel memang hebat.
Dalam tempat yang sama yakni sekolah, namun berbeda posisi, terlihat cewek rambut gelombang yang sudah dikucir itu berjingkrak-jingkrak senang di sepanjang koridor loker. Sambil memeluk boneka beruang cokelat, ia berjalan dan sesekali bersenandung.
Tiara tak perlu repot-repot meladeni tatapan sinis siswa-siswi yang mengira dia gila. Karena pada dasarnya, yang paling sinis tatapannya adalah dia sendiri. Tiara adalah ratu intimidasi.
"Di kasih hadiah diem-diem lagi?" tebak Via sesampainya Tiara di kelas.
Sementara Tiara mengangguk antusias. Wajahnya yang lumutan, eh, maksudnya berbunga-bunga tak bisa lagi disembunyikan.
"Tapi kan Kak Arfan nggak pernah masuk dari awal lo nerima surat itu, Ti?" Dahi Doni mengernyit.
"Kata Kak Arfan di suratnya yang kemarin, ada temennya yang dia suruh ngirim surat dan hadiah-hadiah ini ke gue. Kak Arfan emang lagi cuti beberapa bulan. Tapi setelah ini, dia bakal nyatain perasaannya secara langsung ke gue," ujar Tiara panjang lebar.
Terlihat wajah Doni kusut kayak cucian belum kering yang lupa di setrika.
"Eh btw, kemana si Gisel?" Tiara celingukan tak mendapati salah satu dari mereka.
"Katanya mau ke perpus bentar," jawab Gery.
"Kok lo berdua gak ngikut?" Tiara melirik Desi dan Via.
"Lagi mager, sayang," balas Via sambil lalu memangku dagunya dengan tangan.
"Gue seneng banget deh, akhirnya gebetan gue peka!" curhat Tiara kemudian. "Gak sabar pengen ketemu dan face-to-face secara langsung sama dia!"
"Ya elah lo. Jadian aja belom! Emang lo udah punya nomor WA nya dia?" dengkus Via.
"Ya belom jadian sih. Juga belom punya nomor WA nya," cengir Tiara.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTAGONIS TWINS
ActionJangan menangis, orang lemah! Mereka akan tertawa seiring tangisan mu. Lawan orang-orang brengsek itu menggunakan otak jenius mu. Hanya dengan otak, kamu bisa mengalahkan mereka. Kendalikan mereka seperti kamu mengendalikan pion. Jangan takut dan ja...