07. Membaca Buku yang Sama Dua Kali

597 75 21
                                    

Kendaraan roda empat bertipe SUV berhenti di depan rumah yang didominasi warna krem. Bentuk rumah ramping dua tingkat yang terlihat asri, yang cukup untuk dua orang dan dirinya jika bergabung ke keluarga kecil Haruto.

Jarak kantor ke rumah yang tidak jauh, bahkan juga dekat dari kantor Kejaksaan, wajar saja Haruto lebih memilih naik transportasi umum. Sedangkan distrik Jongno sangat jauh dari sini, harus menempuh ± 6 kilometer. Capek karena kerja seharian, capek juga berkendara pulang ke rumah.

Menarik tuas rem tangan, melepas seatbelt dan berterima kasih kepadanya. Jika diizinkan, dia sangat ingin berkunjung sekaligus bertemu bocah yang bernama sama dengannya.

"Terima kasih."

"Sama-sama. Gua ikut turun boleh? Mau menyapa Kim Jeongwoo."

Tanpa ragu Haruto mengizinkan untuk berkunjung. "Boleh aja."

Ketika akan bergerak, tidak sadar kalo seatblet masih melingkar di tubuhnya dan alhasil hampir saja tercekik, untung Haruto tidak melihat kebodohannya. Melepas seatbelt dengan benar dan turun dari mobil.

Bocah laki-laki berusia enam tahun membukakan pintu untuk mereka dan keluar dari rumah. Haruto berlutut untuk membalas pelukan Kim Jeongwoo yang langsung datang memeluk, mencium pucuk kepala yang wangi harum buah dari sampo khusus balita.

"Hai, Kak Jeongwoo."

"Hai juga, Jeongwoo." Dia membalas sapaan putra dari mantan pacarnya.

Masuk bersama ke dalam, duduk di ruang tamu sementara tuan rumah menyiapkan cemilan untuknya. Haruto pintar menata dekorasi untuk mengisi ruangan awal di sebuah rumah yang tidak terlalu luas, memilih furnitur dengan kaki-kaki ramping agar terlihat lega walaupun luasnya hanya 3X3.

Dekorasi lukisan tangan dengan cap air 'WTNBHRT' digantung di dinding. Gak perlu beli dekorasi hiasan dinding kalo yang punya rumah bisa melukis, lumayan hemat pengeluaran.

Tidak banyak yang dibawa oleh tuan rumah, hanya minuman dingin dan beberapa pai susu mini beraneka bentuk, tidak lupa dengan satu kaleng cola untuk Haruto. Kebiasaan yang sudah mendarah-daging sehingga sulit untuk membiasakan minum air putih.

"Kim Jeongwoo yang membuat pai susu," ucap si single parent yang bangga dengan putra semata wayang yang bisa memasak di usia dini. Tapi bukan berarti Kim Jeongwoo memasak sendirian di dapur, pastinya dibantu oleh orang dewasa.

Dia mencicipi satu pai susu berbentuk bintang. Mengunyah bagian kering nan rapuh lebih dahulu, barulah merasakan manisnya susu di bagian tengah. Agak minder dengan bocah laki-laki yang bisa memasak walaupun masih belia.

"Enak."

Jeongwoo mengambil lagi kudapan yang berbentuk hati. Suara kaleng soda dibuka mengalihkan perhatian Jeongwoo yang sedang menikmati pie susu bikinan bocil, Haruto meneguk cola dengan jumlah banyak untuk melepas dahaga.

"Seberapa sering lo minum cola?"

"Sehari sekali, lebih baik daripada aku minum bir."

"Mana ada, keduanya gak lebih baik dari air putih." Kandungan gula yang berlebih di sekaleng cola, seharusnya mengkonsumsi minuman tersebut harus dibatasi. Dia rasa pria itu mengerti tentang cola, hanya saja masa bodo karena sudah jadi kebiasaan.

"Iya, Jeongwoo. Besok aku minum air putih lebih banyak." Yang dikatakan barusan adalah omong kosong, Haruto bosan dengerin ceramah orang tentang kebiasaan mengkonsumsi minuman bersoda.

"Omong kosong, lo mana pernah nurut."

"Nah tuh tau."

Sudah berdamai dengan masa lalu, tapi belum memikirkan untuk kembali seperti dulu lagi. Tidak langsung rujuk, mereka akan melakukan pendekatan lagi, seperti remaja yang sedang jatuh cinta. Balikan dengan mantan ibarat membaca buku yang sama dua kali, tapi kalo buku yang dibaca seru gpp.

First Love Never Wrong. ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang