10. Shame on You

645 65 5
                                    

"Adapun dalam KUHP, Pasal 340 soal pembunuhan berencana berbunyi; Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun."

Di pikiran Haruto masih terbayang ketika Jaksa Penuntut Umum membacakan pasal pembunuhan berencana pada sidang yang telah usai 40 menit yang lalu.

Tidak ada perlawanan berarti dari pengacara pada sidang terakhir, karena bukti sangat jelas dan didukung pernyataan dari dokter forensik bahwa korban dibunuh sebelum dilempar ke kolam piranha. Terdakwa
didakwa pasal pembunuhan berencana karena terdakwa punya dendam pribadi kepada korban.

Dia absen ke kantor hari hari ini dan datang ke persidangan terakhir, melihat pacarnya sebagai pendamping Jaksa Penutut Umum, perdana berpartisipasi di sidang perkara pidana. Sebuah profesi impian yang gagal akibat kebodohannya sendiri, sekarang cuma gigit jari liat teman seangkatan kuliah yang rata-rata bekerja di Kejaksaan.

Sebagai gantinya dia menonton drama tentang hukum, rela berlangganan Netflix demi nonton drama Sekolah Hukum. Kim Jeongwoo ngotot pengen ikut hadir di persidangan, tapi tidak bisa karena sekolah.

Menunggu kedatangan Park Jeongwoo yang tidak terlihat lagi setelah sidang selesai. Duduk di ruang tunggu sambil memperhatikan lalu lalang orang di sepanjang koridor, ada yang menangis begitu keluar dari ruang sidang, ada juga yang marah entah kenapa.

"Hei."

Haruto mendongak ketika suara yang sangat familiar memanggilnya. Langka banget liat Jeongwoo jidatan dengan poni yang disisir ke belakang. Masih menggunakan toga jaksa, memegang tumpukan berkas, dan juga tas ransel yang terlihat berat di bahu.

"Kamu keren," pujinya.

"Makasih."

Tadi memang keren, padahal jantungnya selalu berdebar karena gugup. Takut melakukan blunder di sidang perdana, ya walaupun cuma jadi jaksa pendamping Kak Junkyu. "Ayo makan, gugup bikin gua laper."

"Kita mau makan di mana?"

"Di sebrang jalan aja."

"Gimana kalo di kafe tempat gua biasa nongki."

Saran yang bagus, Haruto menyetujui. "Yaudah kita pergi ke sana."

"Gimana Jeongwoo? Sekalian aja jemput dia." Dia menanyakan namanya sendiri, maksudnya nanyain Kim Jeongwoo yang udah pulang atau belum.

"Terus gimana kamu? Udah Dibolehin pulang?"

"Kak Junkyu orangnya baik dan mau ngizinin aku pulang," jawabnya santai, tapi kejadian sebenarnya bukan seperti yang dikatakan.

Padahal Jeongwoo kabur dari amukan Junkyu yang mencegahnya untuk pulang duluan. Jaksa satu ini memang minus akhlak, tidak patut untuk ditiru. Kim Junkyu adalah jaksa yang sabar dan tidak pernah marah, lihat saja besok pasti dirinya akan dimaafkan.

"Aku gak yakin, kamu sudah sering membolos, tidak mungkin Junkyu mengizinkanmu kali ini."

"Gak mungkin dia marah, dia takut sama Kak Jihoon."

"Yasudah terserah kamu, jangan seret aku kalo kamu kena sanksi."

"Tenang aja."

Setelah berdebat sebentar, mereka meninggalkan ruang tunggu, tidak menyapa siapapun karena tidak ada yang dia kenal di Pengadilan, kemudian turun dengan lift ke lantai dasar.

"Jeongwoo, kamu udah magister?"

"Belum, rencana gua ambil kelas musim dingin November tahun ini."

First Love Never Wrong. ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang