14. Ayah Marcell Bebas

257 60 17
                                    

Kalau lupa sama castnya bisa lihat di chapter bagian "CAST" ya. Happy Reading- 🥀

**********

Alina merasakan akhir-akhir ini Alvaro sangat perhatian pada dirinya walaupun masih ada kesan dingin. Alina merasakan perasaan yang berbeda di saat diperhatikan seperti itu oleh Alvaro. Di sisi lain, Alina masih mengenang kisah hubungan dirinya dengan Mark.

"Makan Al, ngelamun mulu kerjaan lo." Ucap Unaya yang menghampiri Alina yang duduk di meja makan sambil menikmati masakan buatan Alina sendiri.

"E-eh iya kak, ga sadar ada lo kak." Balas Alina.

"Mikirin apa sih?" tanya Unaya.

"Gue boleh cerita ga kak?" tanya Alina.

"Boleh banget, btw gue minta ya macaroni schotel lo." Jawab Unaya yang ikut duduk di seberang Alina.

"Boleh kok. Nih." Alina meletakkan makanannya di tengah-tengah mereka agar Unaya mudah juga menikmatinya.

"Mau ambil sendok dulu bentar." Unaya mengambil sendok di dapur, lalu kembali duduk. Kemudian, mengambil sesuap macaroni schotel tersebut ke dalam mulutnya. "Cerita aja, gue dengerin."

"Gue masih selalu ingat Mark kak, selalu dihantui penyesalan karena berlaku buruk sebelum dia pergi itu. Merasa bersalah banget." Cerita Alina.

Unaya menghentikan acara makannya. "Al, udah gue bilang berkali-kali ke lo, ini takdir. Kematian ga ada yang tahu. Jangan selalu menyalahkan diri lo tentang kematian Mark. Soal perlakuan buruk lo terhadap dia juga udah lo berdua selesaikan. Ga usah menyesal terus menerus. Dia udah bahagia di sana, kalau lo masih nangisin dia, apa dia bakalan tenang? Nggak Al. Di sini bukan lo doang yang merasa ditinggalkan, orang tuanya pasti merasa jauh lebih terpuruk, tapi gue yakin orang tuanya mengikhlaskan anaknya. Gapapa lo kenang kisah lo berdua, tapi jangan sampai mengganggu kehidupan lo juga. Gue ga mau ya lo terus-terusan sedih gini. Mana Alina yang humble dan selalu ceria itu?"

"Makasih kak udah nemenin dan ngasih kata-kata yang bikin gue tenang." Ucap Alina.

"Iya santai aja. Kalau ada apa-apa cerita aja sama gue. Gue pun begitu." Balas Unaya.

"Sebenarnya ada lagi." Ucap Alina.

"Cerita aja ih, anggap aja lagi ngobrol biasa kita. Gue ga mau ada garis yang ngebatasin hubungan kita ya Al, gue senang punya teman kaya lo." Balas Unaya yang kembali menyuap macaroni schotel ke dalam mulutnya.

"Iya kak, gue merasa Alvaro beda gitu sikapnya sama gue. Lebih perhatian aja, ya walaupun kata-katanya masih sadis sih. Tapi, gue merasa itu bentuk penyampaian perhatiannya dia." Cerita Alina.

"Terus lo baper?" tanya Unaya.

"Hah? N-nggak lah kak, ya kali gue baper digituin doang." Jawab Alina dengan sedikit gugup.

"Yaudah ga usah gugup, hahaha." Unaya tertawa melihat wajah canggung Alina.

"Ih kak Unaya mah." Alina mengangkat gelasnya untuk minum.

"Alvaro emang perhatian Al sama orang yang dia rasa udah dekat. Mungkin aja Alvaro merasa udah dekat sama lo. Udah dibilangin kan sama Hosi dan Malik, kalau sifat Alvaro yang sebenarnya ya begitu. Alvaro akan lebih terbuka sama orang terdekatnya dia. Jadi, jangan terlalu cepat bawa perasaan." Ucap Unaya.

"Hahaha, okay deh kak." Alina menertawai dirinya sendiri.

"Makasih macaroninya, enak banget. Boleh kali Al jadiin sarapan besok. Gue duluan ke kamar ya, lo tidur. Ga usah mikir macam-macam. Istirahat." Ucap Unaya.

ALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang