Prolog: Awal Kehancuran

2.4K 86 8
                                    

-12 Desember 2012


Hari itu-hari yang damai.

*Duarr*

["Lari!!!"]

Ditemani dengan silaunya mentari, ditemani dengan kicauan burung-burung yang bernyanyi, aku mengawali hariku seperti biasanya.

Namun...

Kedamaian itu tiba-tiba berubah menjadi petaka...

["Tolong.... Tolong aku... *hiks*hiks*"]

["Argh! Kaki ku..."]

*Duarrr*

Langit yang memerah, awan yang menghitam, dan udara yang sesak berada di sekelilingku.

Aku hanya dapat berjalan, dan terus berjalan tanpa arah.

Ku tutup mulutku yang tak dapat menahan rasa mual karena melihat hal-hal yang tidak menge-nakan.

Entah sudah berapa jauh aku berjalan, entah sudah berapa lama aku berjalan, pikiranku yang terkejut dengan semua ini melupakan hal itu.

——Panas

Tempat ini benar-benar panas, aku merasa terpanggang di dalamnya. Memang, aku sudah biasa merasakan hidup di pesisir pantai tapi aku tak pernah mengalami panasnya udara yang seperti ini. Selain itu, asap-asap karbon-dioksida telah menyelimuti tempat ini, aku bahkan terkejut mendapati diriku bisa tetap hidup dalam kondisi seperti ini.

Mereka mengatakan, jika konsentrasi karbon-dioksida sudah mencapai 1% maka manusia akan mati. Ah..., kali ini aku tinggal menunggu ajalku datang.

Aku memiliki seorang ayah, seorang ibu, dan seorang adik laki-laki yang sangat kusayangi. Aku memiliki tempat untuk kembali, karena itu aku tak boleh mati di sini. Aku ingin pulang, itulah mengapa aku terus berjalan.

Di tengah perjalanan ku, aku melihat sebuah mobil hitam yang menabrak tiang. Aku dekati mobil itu dan di dalamnya kudapati seorang bapak-bapak sedang tertidur.

——Ah, dia mati.

Ya, sepertinya dia mati. Kulihat dara mengalir dari keningnya, dan dadanya yang tak bergerak. Ia terlihat seperti sudah tak bernafas lagi.

——Lalu memangnya kenapa?

Ia tak ada hubungannya denganku, ia bukanlah kerabatku, bukan saudaraku, bahkan bukan temanku. Pikiranku yang mulai terbiasa dengan keadaan ini menginginkan sesuatu yang bapak-bapak itu miliki.

——Air.

Haus, tenggorokanku terasa sangat haus. Entah kapan terakhir kalinya aku meminum air, teggorokanku terasa terbakar. Aku ingin minum, untuk itu aku harus memecahkan jendela kaca mobil ini.

Kemudian aku mengambil batu yang cukup besar dan memukul-mukulkannya pada jendela depan mobil ini.

*Dug*Dug*Dug*

Ah... Sekuat apapun aku memukulkannya, batu ini tak mampu memecahkan jendela mobil itu. Ternyata, kekuatan seorang perempuan memang tak sebanding dengan kekuatan laki-laki. Aku membutuhkan alat yang lebih mudah kugunakan.

Aku berjalan menjauhi mobil itu, aku mencari ke setiap detail jalan-jalan. Banyak mayat-mayat yang berserakan di setiap jalan, tapi dengan jahatnya aku menggeledah pakaian mereka mencari benda yang dapat kugunakan untuk menghancurkan kaca mobil tadi. Mulai dari mayat bayi, hingga mayat seorang kakek-kakek, aku tak peduli lagi. Apakah aku sudah kehilangan kemanusiaanku? Apakah aku sudah kehilangan kewarasanku? Aku tidak peduli lagi...

Aku ingin segera terlepas dari rasa sakit ini, aku ingin segera terlepas dari rasa takut ini.

——Kalau begitu mati saja...

The Cursed Finger [Dipaksa Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang